Dalam diskusi tentang Kurikulum Merdeka, guru dan siswa bertarung antara ketidakpastian dan harapan, menggambarkan kompleksitas perubahan menuju Kurikulum Nasional.
Diskusi mengenai Platform Merdeka Mengajar (PMM) masih ramai di kalangan guru. Sebagian skeptis. Soalnya kehadiran PMM hanya akan menambah beban kerja. Sementara di sisi lain, ada yang bersemangat menyambutnya. Bagi yang  optimis justru yakin bahwa PMM akan memberikan manfaat besar dalam meningkatkan kompetensi guru. Mereka percaya bahwa PMM merupakan peluang baik yang harus disambut dengan antusiasme dan kesiapan untuk berkembang. Apa yang sebenarnya terjadi?
Organisasi Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) menilai kurikulum merdeka tak layak menjadi kurikulum nasional baru. Banyak kelemahan yang harus diperbaiki. Masih compang camping. Bahkan naskah akademiknya pun belum ada hingga sekarang.
Selain Bajik,  Merdeka.com dalam artikelnya berjudul "Kurikulum merdeka adalah aturan kurikulum baru ketahui tujuan dan sistemnya", menilai  bahwa kurikulum merdeka merupakan aturan kurikulum baru yang memiliki tujuan dan sistem tersendiri namun masih terdapat ketidakpastian terkait dengan implementasi dan dampak yang ditimbulkannya.
Bila benar naskah akademik kurikulum merdeka belum ada, betapa sulitnya memahami apa yang menjadi dasar pemikiran kurikulum merdeka tersebut. Ibarat fundasi sebuah rumah yang belum jelas, bagaimana mungkin kerangka bangunan kurikulumnya dibuat.
Walaupun ada kelonggaran dalam mengimplementasikan kurikulum, namun kecompang-campingan kurikulum merdeka tetap membawa dampak signifikan bagi para subjek pelaku kurikulum. Guru dibebani dengan administrasi yang cukup merpotkan. Sementara siswa sedikit kurang mendapatkan perhatian dari guru.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kurikulum merdeka memiliki banyak kelebihan. Melalui PMM, sumber belajar bagi guru dan siswa lebih mudah didapat. Namun tatkala pmm diwajibkan bagi seorang guru, pemerintah sebaiknya menyediakan akses sarana dan prasarana mendukung seluruh proses pembelajaran.
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari transisi kurikulum merdeka menjadi kurikulum nasional, perlu dilakukan perbaikan atas kurikulum merdeka. Evaluasi untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang ada dan memperbaikinya. Hal ini termasuk penyusunan naskah akademik yang komprehensif dan jelas sebagai dasar pemikiran kurikulum.
Selain itu, pemerintah perlu melibatkan para guru dalam proses perbaikan kurikulum dan pengambilan keputusan terkait transisi. Tujuannya adalah meningkatkan penerimaan dan kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan praktis di lapangan.
Penyediaan pelatihan dan dukungan juga menjadi penting. Pemerintah harus menyediakan pelatihan yang memadai bagi guru. Hal ini dilakukan untuk memahami dan mengimplementasikan kurikulum nasional dengan baik. Dukungan teknis dan administratif juga diperlukan untuk membantu guru dalam mengelola beban kerja tambahan yang mungkin timbul.
Semua aspek yang telah disebutkan sebelumnya tidak berarti perhatian terhadap siswa berkurang. Penting untuk memastikan bahwa perubahan kurikulum tidak mengorbankan perhatian terhadap siswa. Guru perlu diberi dukungan untuk tetap fokus pada kegiatan pembelajaran yang efektif dan memastikan bahwa kebutuhan individual siswa tetap terpenuhi.
Selain itu, penyediaan sarana dan prasarana juga penting. Pemerintah harus memastikan tersedianya fasilitas pembelajaran yang memadai, termasuk akses terhadap teknologi yang diperlukan untuk PMM.
Evaluasi berkelanjutan juga perlu terus dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang muncul dan melakukan perbaikan yang diperlukan secara kontinu. Dengan mengimplementasikan solusi-solusi tersebut, diharapkan transisi dari Kurikulum Merdeka ke Kurikulum Nasional dapat dilakukan dengan lebih lancar dan efektif, sehingga manfaat pendidikan dapat dirasakan oleh semua pihak terkait, baik guru maupun siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H