Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari Makna

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Musafir di Kompasiana

29 November 2022   09:06 Diperbarui: 22 Januari 2023   21:31 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi musafir| Dok pixabay.com

Tiada siang maupun malam. Kau pergi sekehendak hatimu. 
Tiada tujuan yang kau arah. Mata angin tak kau hiraukan. 
Ke Barat kau melangkah. Ke Timur juga kau tuju.
Ke Utara kau pergi. Ke Selatan pun kau berlari. 
Musafir. hidupmu bebas tiada ikatan. Musafir,mengelana sepanjang waktu.
Musafir, apakah yang kau cari oohhh ... 
Musafir, apakah arti hidupmu. Musafir. apakah arti hidupmu (Panbers)

Tema berkelana ke masa depan pada Kompasianival 2022 mengingatkan saya pada lagu dengan judul Musafir karya Panbers di atas. 

Melalui tema berkelana di masa depan bisa jadi Kompasiana mengajak para Kompasianer untuk menjadikan dirinya sebagai pengembara di dunia tulis menulis. Tentu ini dugaan saya pribadi atas tema yang ditawarkan.

Tetapi pengembaraan yang dilakukan oleh seorang penulis Kompasiana bukannya tidak memiliki tujuan yang jelas. Tujuannya tetap pasti. Penulis menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Bila sudah menemukan arti dan makna hidup, bagikan itu sebagai amal bagi sesama.

Melakukan amal tidak bermaksud ingin pamer diri. Tetapi sebenarnya mengandung makna bahwa aku ada dan kutunjukkan diriku kepada dunia. Penunjukkan diri di sini lebih kepada unsur berbagi kebaikan. Membagikan sesuatu yang postif lewat tulisan.

Selain berbagi kebaikan, lewat aksi "aku beramal" juga mengusung sebuah tanya pada saya sebagai penulis. Siapa aku di dalam tulisanku. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan reflektif. 

Selain itu, memuat sebuah tanggung jawab besar yang harus diusung pada pundak setiap penulis. Menulis bukan hanya sekadar menulis tetapi menulis tentang tujuan hidup sebagai pengembara yang menebarkan kebaikan bagi sesama.

Menemukan makna sekaligus tujuan hidup butuh sebuah perjuangan. Ia tidak begitu saja jatuh dari langit. seorang penulis terus berupaya untuk menggali dan mengambil makna di setiap jejak tulisannya.

Dalam kaitannya dengan menemukan makna hidup barangkali lirik lagu Musafir menjadi acuan kita bersama untuk melangkah dalam menemukan makna hidup.

1. Menemukan arti hidup sepanjang waktu. 

Istilah tiada siang maupun malam di sini tidak berarti kita diajak untuk terus menulis tiada hentinya. Saya berpikir bahwa penekanannya di sini bukan menulis tanpa batas waktu. Tetapi menjadi Kompasianer berarti menjadi seorang musafir yang tidak kenal batas waktu untuk terus menggali makna hidup.

Tentu saja sebagai penulis dan pembaca, saya terus berharap bila makna hidup ditemukan tulislah itu agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Hal ini bukanlah sesuatu yang mengharuskan. Anggaplah ini sebuah panggilan jiwa.

Dalam konsep inilah menemukan makna hidup dari waktu ke waktu, kita pun menulisnya setiap kali itu ditemukan. Jadi menggali makna hidup sepanjang waktu dan menuliskannya itu sepanjang bisa ditulis.

2. Penulis sebagai musafir

Penulis adalah seorang musafir. Sebagai musafir, penulis mendalami berbagai topik kehidupan. Topik-topik kehidupan itu ditelaah dari berbagai sudut pandang. Dan mudah-mudahan menelusuri kehidupan dari berbagai sudut pandang ini penulis maupun pembaca bisa melihat hidup secara lengkap.Kemudian, hasil telahaan itu dikabarkan sebagai berita kebaikan kepada sesama.

Sebagai penulis, kita hadir bukan untuk membuat situasi semakin buruk. Tetapi kita hadir untuk menetralkan situasi, membawa kesejukan, dan kedamaian. 

Seorang musafir hadir bukan untuk mengacaukan suasana tetapi menemukan makna terdalam dari setiap peristiwa hidup. Situasi krisis, misalnya, seorang musafir tentu menggali makna sekaligus membahas tuntas dan menemukan solusi atas krisis.

3. Berjalan terus

Proses berkelana di masa depan merupakan sebuah proses berjalan terus, tanpa henti. Oleh karena itu, seorang pengembara di dunia tulis menulis tidak takut pada tantangan hidup. Justru tantangan merupakan pemicu bagi dirinya untuk terus berkelana dan mencarikan jalan keluar di tengah tantangan yang di hadapi.

Dunia sekarang dihadapkan dengan berbagai macam krisis. Seorang musafir ditantang untuk terus berjalan di tengah krisis itu. Sikap pasrah terhadap kenyataan dijauhkan dan tentu sikap bijak dikedepankan. Bijak menghadapi situasi dan terus mencari solusi yang tepat di tengah kiris tersebut.

Hidup ini sementara. Di tengah kenyataan ini, usaha kita adalah mengabadikan kehidupan itu. 

Badan boleh kembali menjadi tanah tetapi karya kebaikan yang sudah dibangun tetaplah abadi. Chairil Anwar sudah mati, tetapi karya-karyanya masih hidup sampai sekarang. Barangkali seperti itulah proses berkelana kita di masa depan.

Kita adalah jagoan dan sang juara. Upaya untuk menemukan diri siapa saya dalam tulisan adalah suatu perjuangan yang sangat mulia. Namun tetap disertai tanggung jawab besar. 

Ketika saya menulis, gagasan itu bukan lagi milik pribadi saya semata-mata tetapi menjadi milik semua orang. Oleh karena itu, mengekspresikan diri apa adanya tetapi tetap diserta tanggung jawab moral untuk menjaga kehidupan. 

Sebuah tugas profetis di mana membagikan kebaikan lewat tulisan. Ini tidak hanya sekali terjadi. Tetapi terus dan terus dilakukan sepanjang masih mampu menulis.

Jika menulis adalah sebagai panggilan kita maka komitmen pribadi dan disposisi hati tanpa paksaan sangat dibutuhkan. Kompasiana selalu terbuka sepanjang waktu untuk dijadikan tempat untuk menuangkan gagasan yang ada di dalam pikiran.

Jangan sia-siakan umur kita dan jangan sia-siakan hidup. Terus melakukan sesuatu yang bermanfaat dan pada akhirnya semua itu meninggalkan sesuatu kebaikan. Maka perbanyaklah amal karena umur kita terbatas. 

Namun, kita juga tidak bisa menampik tujuan akhir yaitu "kehidupan di masa yang akan datang". Kita menyiapkan sebanyak-banyaknya bekal untuk kehidupan akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun