Aturan yang mengharuskan baju adat untuk seragam sekolah perlu ditinjau kembali. Harga perlengkapan baju adat sangat tinggi sementara angka kemiskinan penduduk Indonesia juga sangat tinggi
Fakta lapangan membuktikan bahwa pihak sekolah sering kali menerima keluhan para orang tua. Orang tua mengeluh soal harga pakaian seragam nasional, pramuka, yayasan, pakaian praktek dan perlengkapan sekolah lainnya yang sudah semakin mahal.
Di tengah keluhan orang tua seperti di atas muncul sebuah pertanyaan. "Perlukah aturan yang mengharuskan seragam baju adat diterapkan di sekolah? Â
Pertanyaan ini perlu diajukan. Mengapa? Bisa saja pertanyaan ini terlupakan oleh pengambil kebijakan di saat menyusun Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nomor 50 tahun 2022.Â
Sebelum kita menjawab pertanyaan, mari kita lihat data BPS tentang jumlah penduduk miskin per Maret 2022 di IndonesiaÂ
Laporan BPS menjelaskan jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan di Indonesia per Maret 2022 sebanyak 26,12 juta jiwa
Kita dihadapkan pada realita bahwa pada satu sisi angka kemiskinan masih tinggi dan pada pihak lain orang tua mesti menanggung banyaknya jenis pakaian yang harus dikenakan buah hatinya. Bagai jatuh tertindih tangga pula, nasib orang tua menjadi semakin dilematis di hadapan Permendikbud Ristek Nomor 50 tahun 2022.Â
Bagi orang tua yang tidak masuk pada kategori penduduk miskin saya yakin seragam baju adat bukanlah persolan yang luar biasa.
Jenis pakaian yang sudah diwajibkan sebelumnya sudah menjadi beban tersendiri dan sekarang terbebani pula dengan peraturan baru.
Mengapa Seragam Baju Adat Perlu Dengan Pengecualian
Kita kembali ke pertanyaan: Â Masih ada ruangkah pakaian seragam baju adat diharuskan bagi anak didik kita?Â
Untuk menjawabi pertanyaan ini, saya coba mengangkat salah contoh pakaian adat Manggarai. Â Manggarai merupakan sebuah wilayah yang terletak di Pulau Flores, propinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah Manggarai meliputi Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Manggarai Barat.
Saya melakukan investigasi di dunia maya untuk mengetahui harga pakaian adat Manggarai. Hasilnya dapat dilihat pada data berikut.
 Kain Songke Manggarai
BUMN telah merilis harga kain Songke Manggarai pada website resminya. Menurut Website BUMN harga selembar kain (sarung) songke Manggarai adalah Rp. 1.000.000. Harga ini masih dibilang terlalu bersahabat. Sebab faktanya harga kain Songke di luar BUMN masih variatif. Hal ini tergantung dari motif dan bahan baku pembuatan kain.
Lagi pula tidak setiap wilayah di Manggarai bisa memproduk kain tenun songke. Hanya beberapa wilayah saja yang bisa memproduk kain songke.Namun setiap rumah tangga di wilayah penghasil kain songke belum tentu bisa memproduksi kain songke.
Kain songke merupakan hasil karya industri rumah tangga. Sejauh ini belum ada industri non rumah tangga (industri besar) yang mengambil alih produksi kain songke Manggarai. Realitas ini membawa dampak jumlah kain songke yang beredar di pasaran sangat terbatas.
Jumlah kain yang terbatas akan menimbulkan persoalan lanjutan. Pada satu pihak lembaga pendidikan mengharuskan peserta didik mengenakan kain Songke sementara stok kain songke di pasar terbatasÂ
Selendang Songke
BUMN melalui  website resminya juga telah menetapkan harga selendang songke. Harga selembar selendang songke Manggarai versi BUMN adalah Rp. 150.000. Seperti halnya kain songke, persediaan selendang di pasar juga masih sangat langka.
Topi Songke
Harga topi songke menurut salah satu lapak yang sempat dikunjungi penulis sekitar Rp. 150.000
Perlengkapan Lainnya (Celana panjang dan baju Putih, Sepatu)
Kita bisa memprediksi untuk jenis perbelanjaan perlengkapan lainnya, seorang kepala keluarga menghabiskan uang sebanyak Rp 500.000.
Jadi total keseluruhan pengeluaran untuk pakaian adat pria Manggarai adalah Rp 1.800.000 untuk satu siswa. Bagaimana kalau dalam satu keluarga ada dua anak yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah dan menengah. Orang tua pasti punya beban yang lebih berat lagi.
Menurut hemat saya agar Permendikbud Ristek Nomor 50 tahun 2022 bisa diterapkan maka pemerintah melakukan beberapa langkah berikut:
Survey
Mengapa harus suvey? Survey lapangan perlu dilakukan agar memperoleh fakta riil di lapangan. Apakah orang tua mampu mengadakan seragam adat sekolah. Survey melakukan evaluasi serta perbandingan terhadap hal yang telah dilakukan baik secara sensus maupun secara sampel. Hasilnya untuk pembuatan rencana dan pengambilan keputusan
Pemerintah menanggung sebagian dari biaya pengadaannya
Beban pengadaan seragam adat sekolah juga dibebankan kepada pemerintah. Pemerintah melalui Kementerian mengatur  anggaran dan perbelanjaan melalui dana Bos untuk pengadaan pakaian adat yang mahal. Kelihatannya ide seperti ini sombong tetapi aksi tersebut menyelamatkan penduduk miskin sebanyak 26 juta.
Perlu diambil sebagian sebagai keterwakilan
Menurut saya jika Permendikbud Ristek Nomor 50 tahun 2022 tetap diterapkan maka perlu hanya mengambil sebagaiannya saja. Misalkan hanya mengenakan kain saja atau topi saja. Atau baju seragam yang sudah dimofikasi dengan motif pakaian adat. Pada point inilah yang saya maksudkan Pemakaian Seragam baju adat perlu diterapkan dengan pengeculian. Dengan kata lain, keterwakilan dari keseluruhan pakaian adat daerah setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H