Menulis di Kompasiana tidak sekadar menuangkan ide atau gagasan semata-mata, tetapi juga menjadi bahan refleksi bagi penulisnya.Â
Dalam rangka HUT Kompasiana melalui event KJOG, saya ingin membagikan beberapa pengalaman yang saya alami. Pengalaman deg-degan dalam menanti apakah artikel bisa terpilih sebagai artikel pilihan. Pengalaman mendapat pujian dari sesama kompasianer lewat rating dan komentar. Pengalaman mendapatkan K-rewards dari Kompasiana.
Deg-Degan Penulis Menghadapi Label Pilihan dan AU
Moment paling menegangkan setelah sebuah artikel ditayangkan adalah apakah artikel masuk pilihan atau tidak. Bagi saya pribadi hasil karya tulis teruji di hadapan moment keterpilihan sebuah artikel menjadi artikel pilihan. Saya boleh mengekspresikan apa yang ada di kepala saya dan hati saya. Namun admin K yang menentukan apakah layak diberi label pilihan atau tidak.
Tiga puluh menit setelah artikel ditayangkan, saya hanya bolak-balik untuk mengecek apakah artikel saya sudah masuk pilihan atau belum. Adalah suatu kebanggaan jika terpilih tetapi akan menuai kekecewaan jika artikel tidak tidak terpilih menjadi artikel pilihan.
Namun pada satu sisi, sebenarnya moment  masuk atau tidaknya sebuah artikel pada kategori pilihan adalah moment latihan kesabaran. Ikhlas menerima apa adanya kalau artikelku tidak terpilih.
Andai kata tidak terpilih sebagai artikel pilihanpun, artikel itu dijadikan sebagai bahan refleksi. Pertanyaan besar yang ada di kepala adalah dimana letak kelemahan sebuah artikel tidak mendapatkan label pilihan. Bisa saja karena ada lompatan berpikir atau membahasakan sebuah ide dengan cara yang tidak lugas atau tidak menarik sama sekali.
Kegembiraan Penulis Menghadapi Label Artikel Utama
Berbeda dengan situasi awal yang penuh deg-degan (setelah artikel ditayangkan), situasi kegembiraan melingkupi penulis tatkala artikel mendapat label headline atau artikel utama.
Saya terkadang melompat dan mengepalkan tangan lalu mengucapkan kata Yess ketika artikel terpilih sebagai artikel utama. Walaupun sejauh ini saya hanya mendapat 4 artikel utama dari 259 artikel yang ditayangkan.Â
Bagaimanapun mendapat label artikel utama memberikan kebahagiaan sekaligus kebanggaan. Betapa tidak, saya mesti bersaing dengan banyak penulis yang berpengalaman.
Saya teringat pada suatu peristiwa. Saya dihubungi teman sesama Kompasiana. Teman tersebut mengucapkan selamat kepada saya. Beliau mengatakan: "Selamat ya, artikelmu masuk AU. Suatu pencapai yang baik sebab betapa sulitnya sebuah tulisan masuk AU. kita harus bersaing dengan ribuan bahkan jutaan penulis Kompasiana". Hati siapa yang tidak bahagia mendengar pernyataan teman tersebut, coba! hehehehe
Â
Mendapat Pujian Dari Pembaca Melalui Rating dan Komentar
Mendapat pujian dari sesama penulis kompasiana merupakan sisi lain dari kisah manis menjadi Kompasioner. Terlepas dari apa alasan sesama penulis memberi rating tertentu terhadap artikelku. Bagiku pemberian rating merupakan sesuatu yang unik.
Terkadang ada pertanyaan mengapa seseorang memberi rating Menghibur. Padahal artikelku bukanlah artikel humoris. Pemberian rating seperti ini menimbulkan pertanyaan. Bagian manakah dari artikelku yang memiliki nilai humoris.
Komentar sesama kompasioner pun memberi nilai tambah. Bisa dibayangkan bagaimana bahagianya kalau mendapat komentar dari Opa Tjiptadinata Efffendi. Sang Maestro mesti turun gunung untuk memberikan apresiasi terhadap artikel dari seorang pemula yang tidak ada apa-apanya. Tidak hanya Opa Tjiptadinata Efffendi, sesama Kompasioner lainnya pun turut memberi apresiassi untuk artikel kita.
Menulis di Kompasiana Mengenal Banyak Orang
Teman-teman kompasioner sangat banyak. Ada penulis yang tinggal di Indonesia dan ada yang yang di luar negeri.
Para penulis yang tinggal di Indonesia menyebar di berbagai wilayah. Hal ini sangat menguntungkan karena para penulis  menulis berbagai artikel berdasarkan situasi dan kondisi yang dialami. Hal ini memungkinkan saya untuk bertambah kaya dalam pengetahuan sebab artikel-artikel yang ditulis berdasarkan situasi dan kondisi kekinian tetapi ditinjau dari prespektif penulisnya.
Kompasioner lainnya berada di luar negeri. Saya sebutkan salah satunya ibu Hennie Triana Oberst. Bu Hennie selalu menulis pengalamannya di Jerman dan dituangkannya dalam tulisannya. Selalu ada hal baru yang beliau tulis tentang kehidupan di Jerman yang bisa kita terapkan di Indonesia.
Namun sayangnya, sejauh ini saya belum menemukan kritikan atas sebuah artikel di kolom komentar. Sangat jarang ditemukan teguran atau masukan langsung tentang tulisan. Bisa dipahami karena mungkin ada "ketakutan" untuk menegurnya. Barangkalio ini disebabkan karena sesama penulis saling menjaga perasaan.
Kompasiana Sebagai Tempat Belajar Menulis
Kompasiana merupakan platform digital. Sebuah tempat dimana saya bisa menuangkan pikiran. Hanya saja tulisan harus sesuai dengan syarat dan ketentuan yang wajib ditaati oleh Kompasioner. Syarat dan ketentuan ini memang agak berat. Tulisan tidak boleh berbau sara dan hoax. Â Selain itu cara mengunggah gambar juga harus benar.Â
Selain kita menuangkan ide pada melalui tulisan pribadi, kita juga bisa belajar bagaimana menulis yang baik dan benar melalui artikel sesama penulis kompasana.
Pengalaman Menerima K-rewards
Latihan jantung paling asyik juga adalah ketika pengumuman rewards bulanan. Kadang kecewa karena tidak ada nama list penerima K-rewards. Kadang muncul pikiran: "ah sudah banyak nulis bahkan setiap hari (kurang lebih satu artikel) tetapi akhirnya tidak mendapatkan K-Reward...ah berhenti saja menulis".Â
Situasi antara perjuangan untuk menulis terus menerus setiap hari dan kesempatan mendapatkan K-rewads memang dilematis.
Tetapi kembali kepada motivasi awal. Untuk apa menulis di Kompasiana. Bagi saya, menulis di Kompasiana merupakan aktivitas menuangkan pikiran. Motivasi ini yang terus membangkitkan gairah menulis semakin tinggi.
Penutup
Kisah manis menjadi kompasioner tidak hanya bagaimana bahagianya saya ketika mendapatkan label pilihan, artikel utama atau K-rewards. Kisah manis lainnya juga saya alami dalam beberapa pengalaman pahit. Saya belajar pada pengalaman pahit lalu menghasilkan nilai yang manis. Pengalaman pahit selalu ada nilai manis jika saya memiliki daya reflektif dalam diri. Hasil refleksi kemudian menjadi guru terbaik yang mengajarkan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.Â
Akhirnya, mudah-mudahan saya bisa terlibat di berbagai event  baik eventkomunitasoffline maupun eventkomunitasonline di masa yang akan datang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H