Kita tidak bisa mengelak realitas bahwa adanya keberagaman. Keberagaman suku, daerah, agama, jenis kelamin, bahasa, ras, fisik, kemampuan berbahasa dan lain sebagainya. Namun sayangnya, keberagaman membawa dampak tertentu bagi kehidupan.Â
Dampak tertentu yang dimaksudkan di sini adalah adanya marginalisasi terhadap sesama yang lain. Dampak marginalisasi lahir dari pola pikir manusia yang melakukan dikotomi terhadap manusia normal dan tidak normal. Korban langsung dari mind set manusia yang keliru adalah orang-orang disabilitas ataupun gender tertentu yang tidak mendapatkan hak yang sama dalam semua bidang kehidupan.
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa salah satu korban dari realitas dikotomi hasil pola pikir manusia adalah peserta didik disabilitas. Oleh karena itu, Pemerintah mulai membangun keberpihakan yang sangat luar biasa di dunia pendidikan.Â
Hal ini terbukti lewat pelayanan pendidikan kita yang holistik. Pelayanan pendidikan kita tidak saja memperhatikan peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata tetapi juga memperhatikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Sejak tahun 2019, sebelum Pandemi Covid 19, Pemerintah Indonesia menggalakan program Guru Pembimbing Khusus. Program ini merekrut kurang lebih 5000 guru di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kompetensinya agar bisa melayani pendidikan anak berkebutuhan khusus. Sayangnya program ini dihentikan sementara karena pandemic covid.
Pada tahun 2022 melalui diklat  pengusaan keterampilan, pemerintah mulai menghidupkan kembali program guru pembimbing khusus. Kegiatan penguasaan keterampilan guru pembimbing khusus sebenarnya merupakan lanjutan dari materi pendidikan pelatihan sebelumnya yaitu diklat pengusaan konsep pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Saya pribadi sangat mendukung kegiatan pemerintah untuk memperhatikan pendidikan peserta didik berkebutuhan khusus. Sebab bagaimanapun semua peserta didik kita memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Namun sayangnya diklat penguasaan keterampilan yang digalakkan pemerintah sekarang ini dilakukan secara daring.
Diklat pengusaan keterampilan melalui metode daring bagi saya sangat diragukan hasilnya. Sebab banyak kendala yang akan dihadapi guru sebagai peserta diklat.Â
Kendala-kendala yang dihadapi misalnya: penguasaaan aplikasi masih kurang, sulitnya kontrol terhadap keseriusan peserta dalam menjalankan kegiatan, kesulitan jaringan internet, lebih banyak bergulat dengan konsep daripada praktek.Â
Masih banyak deretan litani kekurangan dari diklat menggunakan sistem daring. Padahal diklat penguasaan keterampilan lebih menitikberatkan pada unsur prakteknya.
Mudah-mudahan pemerintah memikirkan beberapa kendala di atas ke depannya dan mencari solusi yang terbaik bagi peningkatan keterampilan guru pembimbing khusus demi anak-anak bangsa kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H