Permintaan maaf koordinator lapangan insiden mahasiswa Papua di Surabaya sangat patut diacungkan jempol. Walaupun permintaan maaf ini datangnya agak terlambat tetapi langkah ini lebih baik daripada tidak dilakukan sama sekali.
Pernyataan maaf selalu dikaitkan dengan kesadaran. Maaf biasanya merupakan the end dari suatu proses panjang dimulai dari awal sebuah tindakan dilakukan sampai dengan akibat dari suatu tindakan itu.Â
Tindakan awal yang dimaksudkan di sini termasuk motif atas alasan mengapa sebuah tindakan dilakukan. Dalam proses itu ditemukanlah sebuah kesadaran bahwa seseorang telah melakukan kesalahan karena telah melanggar nilai-nilai yang sudah menjadi pegangan bersama. Hasil dari kesadaran akan kesalahan itu melahirkan permohonan maaf.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menjumpai 2 tipe permintaan maaf. Pertama, permintaan maaf yang dilandasi oleh kesadaran bahwa seseorang telah melakukan kesalahan. Tipe ini sudah dijelaskan di atas.
Kedua, permintaan maaf yang dilandasi oleh tujuan hanya mau menyenangkan orang lain. Tidak didasarkan pada suatu kesadaran tetapi prinsipnya: "saya minta maaf asal bapa senang".
Namun ada satu tipe maaf yang sangat unik dan saya anggap tipe ini melampaui tipe satu dan tipe dua. Tipe maaf ini tidak memiliki batasan dan tidak mau peduli dengan tipe yang pertama dan kedua.Â
Tipe ketiga melampaui sekaligus menyapu bersih tipe pertama dan kedua. Prisip dari tipe ketiga  adalah : "Asal  kamu minta maaf saja, kamu pasti dimaafkan".
Tipe maaf ketiga (kita beri nama tipe sapu bersih) tidak didasarkan pada spekulasi bahwa permintaan maaf yang ini masuk dalam kategori tipe ini dan permintaan maaf yang itu masuk dalam kategori itu. Dalam prakteknya tipe ini sering kita jumpai dalam kehidupan keluarga kita masing-masing.
Sebuah kasus, misalnya, seorang kakak membohongi adiknya. Adik percaya saja apa yang dikatakan kakaknya. Kemudian dalam proses, adiknya mengetahui bahwa kakak telah membohonginya.Â
Adik marah dan melakukan protes bahwa kakak telah membohonginya. Dalam hitungan detik, kakak langsung meminta maaf dan adiknya pun memafkannya.Â
Pertanyaannya sekarang adalah mengapa dalam kasus di atas persoalan yang dihadapi antara kakak dan adik cepat diselesaikan? Alasan yang paling mendasar adalah setiap anggota keluarga merasa memiliki satu dengan yang lain. Makna perasan memiliki ini menyebar ke seluruh aspek kehidupan.Â
Namun perlu digarisbawahi bahwa konsep memiliki di sini tidak dalam artian antara kita saling makan memakan, hujat menghujat dan lain sebagainya.Â
Tetapi saling memiliki didasari cinta kasih. Perasaan memiliki terbentuk karena setiap anggota keluarga (kecuali bapa dan mama tentunya) menyadari bahwa mereka lahir dari rahim ibu yang sama.Â
Kita semua lahir dari rahim yang sama. Rahim Indonesia. Kita semua bersaudara. Perbedaan antara kita adalah wajar sekaligus unik. Kita mesti menyadari bahwa antara kakak dan adik perbedaaan pendapat itu adalah pernik-pernik kehidupan.Â
Akhirnya, ijinkan saya mengutip kata-kata dari Paus Yohanes Paulus II:Â "In necessariis unitas, in dubis libertas, in omnibus autem caritas". Dalam hal-hal penting: kesatuan, dalam keragu-raguan: kebebasan, dalam segala-galanya hanyalah cinta kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H