Mohon tunggu...
Evo Lali
Evo Lali Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Singapura di Balik Kisruh Telkomsel-Indosat?

27 Juni 2016   23:17 Diperbarui: 27 Juni 2016   23:30 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(https://www.youtube.com/watch?v=OJ7jPKUhWD0), KPPU saat itu tidak melihat adanya persaingan dalam kedua operator milik Temasek tersebut. Yang ada hanyalah persaingan semu lewat iklan, seolah-olah terjadi perang tarif. Itu pun baru dilakukan setelah KPPU melakukan investigasi.

KPPU punya bukti bahwa dari 2003-2006, Indosat tidak berinvestasi untuk menambah jumlah BTS-nya. Sedangkan Temasek selalu menggenjot Telkomsel untuk membangun BTS di seluruh nusantara. Ini seolah Telkomsel dikebut, tapi Indosat sengaja “direm” hingga akhirnya Indosat ini dijual ke Qatar Telecom (Qtel), cikal bakal Ooredoo, dengan keuntungan hampir tiga kali lipat. Wow! Hampir tiga kali lipatnya, cuy! Bisa jadi keributan yang terjadi saat ini, berawal dari dianak-tirikannya Indosat oleh Temasek.

Di Indonesia nama Temasek sudah tak asing lagi di telinga kalangan pebisnis. Konglomerasi milik Pemerintah Singapura ini sudah cukup lama dikenal karena cengkeraman bisnisnya dan usahanya memburu sektor-sektor strategis di Indonesia. Ekspansi Temasek di Indonesia makin menggila. Selain sektor telko, mereka juga ekspansi ke sektor perbankan dengan membeli Bank Danamon, BII, Bank Permata, Bank NISP, dan Bank Buana. Total kekayaan lima bank yang dikuasai Temasek mencapai lebih dari Rp 200 triliun saat itu, atau 12% dari seluruh aset bank yang ada di Indonesia. Masih banyak lagi cengkraman Temasek di sektor-sektor strategis Indonesia, mulai dari telko, perbankan, perkebunan, dan otomotif. Sulitnya, Temasek punya unit usaha yang beranak pinak. Sehingga jarang ada yang tahu kalo separuh saham Astra International itu juga punya Temasek melalui Jardine Cycle & Carriage.

Tetangga kita ini memang lihai dalam hal mengeruk keuntungan. UUD, ujung ujungnya duit. Satu per satu saham mereka di bank-bank itu tadi dijual dan Temasek berhasil mengeruk keuntungan berkali-kali lipat. Kini, Temasek hanya menguasai Bank Danamon dan Bank Permata.

Itulah kenapa, beredar kabar meski entah valid atau tidak, pemerintah pada saat itu lebih condong menyerahkan saham Indosat ke Qatar ketimbang Singapura. Lima dari sepuluh bank terbesar di Indonesia sudah dimiliki Singapura dan Malaysia, masa iya dua perusahaan telekomunikasi terbesar negara ini juga kita serahkan ke mereka?

Bisa jadi, ada upaya Singapura untuk mensabotase peraturan tentang Network Sharing dan Interkoneksi yang saat ini masih digodok oleh pemerintah kita. Alhasil dua peraturan ini tidak kunjung beres. Padahal kalo dua aturan ini gol, konsumen yang paling senang karena biaya telekomunikasi bisa lebih murah dan pilihan operator makin banyak.

Tapi kalo dari sisi Temasek sebagai pemegang saham Telkomsel, jelas mereka gak akan mau “kue” deviden mereka berkurang tajam dan harus dibagi ke operator lain jika Indosat dan operator lainnya memasuki pasar luar Jawa. Singapura jelas yang paling diuntungkan dengan kekuasaan Telkomsel di Indonesia. Bayangkan saja, sepanjang tahun 2014 Telkomsel meraup laba bersih Rp 19,4 triliun. Inget lho, 35%-nya lari ke Singapura. Berarti ada sekitar Rp 6,7 triliun yang kabur ke negara tetangga yang rungsing itu.

Seperti yang ada pada tulisan saya sebelumnya, Singapura ini licik sekaligus takut dengan Indonesia. Negara singa jadi-jadian itu takut Indonesia bisa melebihi mereka, karena mereka banyak mengeruk kekayaan dan uang dari negara kita. Alhasil berbagai cara mereka lakukan agar uang dari Indonesia tetap mengalir deras ke Singapura, tidak berkurang sepeser pun, bahkan kalo bisa nambah.

Bisa jadi pula, jargon-jargon “Paling Indonesia” yang diembuskan Telkomsel juga upaya dari Singapura untuk menyembunyikan identitas ‘asing’ mereka di Telkomsel. So, buat kita para konsumen, jangan mudah terlena dengan jargon-jargon “nasionalis” yang dikumandangkan ketiga operator besar di Indonesia. Baik Telkomsel, Indosat, dan XL semuanya dimiliki asing.

Apalagi, kepemilikan asing di sektor telko ini sangat berbahaya karena negara bisa jadi tidak berdaulat. Telkomsel dan kawan-kawan bisa jadi hanya dijadikan “sapi perah” untuk kepentingan politik dan komersial negara lain. Bahkan, sudah ada isu penyadapan yang dilakukan Singapura melalui Telkomsel. Berbahaya, Bung!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun