Mohon tunggu...
Eva Kusuma Sundari
Eva Kusuma Sundari Mohon Tunggu... -

Anggota DPR RI Fraksi PDI, Perjuangan,\r\nAnggota Komisi III DPR RI,\r\nAnggota BAKN DPR RI,\r\nPresident Of AIPMC, \r\nAnggota Kaukus Parlemen Amerika - Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tantangan Akuntabilitas Pemerintah di Sistem Presidensial

9 September 2012   12:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:42 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diskusi topik akuntabilitas eksternal (4/9) dalam study group on Oversight and Accountability in Presidential System di Brussels amat relevan dengan situasi Indonesia. Ricardo Pelizzo, ekonom Italy yang pernah meneliti supporting system DPR dan DPD, sering menjadikan Indonesia sebagai ilustrasi dalam presentasi pengantar diskusi.

Berbeda dari sistem parlementer dimana tidak ada pemisahan kekuasaan (kabinet sekaligus legislator) sehingga pemerintah gampang dijatuhkan oleh mosi tidak percaya parlemen, di sistem presidensial pemerintah hanya bisa jatuh oleh impeachment, itupun akibat pelanggaran hukum. Pemisahan kekuasaan eksekutif - legislatif yang tegas menyebabkan efektifitas pengawasan parlemen terhadap akuntabilitas di sistem pemerintahan presidensial berpotensi lebih lemah apalagi kalau disiplin/kontrol parpol terhadap para legislatornya kuat .

Study GOPAC th 2012 (Parliamentary Oversight Tools, A comparative analysis) menunjukkan indeks korupsi di negara-negara sistem presidensial rata-rata lebih tinggi dibanding di sistem parlementer. Kapasitas pengawasan parlemen terhadap akuntabilitas bisa tertolong dengan adanya Public Account Committee/PAC (BAKN). Ini berlaku di sistem parlementer maupun di presidensial. Meski demikian, PAC sebagai instrumen parlemen perlu digenapi dengan instrumen-instrumen eksternal untuk akuntabilitas seperti ombudsman, PPATK, KPK, Komnasham dll.

Indonesia, menjadi kasus menarik karena hampir semua instrumen akuntabilitas eksternal tersedia tetapi tidak berdampak signifikan pada perbaikan akuntabilitas (mis korupsi tinggi) seolah ada impunitas bagi birokrat-birokrat yang tidak akuntabel. Keluhan Komnasham dan Ombudsman RI tentang tidak adanya/lemahnya respon dari Pemerintah (K/L) terhadap rekomendasi-rekomendasi mereka bisa merupakan penjelasan. Artinya, komitmen rendah pemerintah terhadap isu akuntabilitas merupakan penyebab tidak efektifnya pengawasan eksternal.

Kelemahan di atas bisa jadi dikarenakan apek forcebility (penghukuman) tidak dipunyai instrumen akuntabilitas ekternal tersebut (bahkan anwerability Pemerintah terhadap rekom komnasham nyaris nol. Dalam situasi demikian, parlemen harus mengembangkan skema agar ada sinergi dengan alat-alat akuntabilitas eksternal sehingga kerja-kerja mereka, yang faktanya membantu fungsi pengawasan parlemen, tidak sia-sia  (7/9/12, EKS - anggota BAKN FPDIP, peserta study group)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun