Mohon tunggu...
Evi Wiyanti
Evi Wiyanti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Fakultas Agama Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam diUniversitas Islam Lamongan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mitos Kecantikan Perempuan yang Menjadi Penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD)

7 November 2024   11:13 Diperbarui: 7 November 2024   11:19 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.Beberapa diantara perempuan terlahir dengan fisik yang sangat menarik, kemudian karena ia menyadari bahwa ia menarik maka menjadikannya alat untuk memikat para pria. Mengabadikan hidupnya untuk menarik para pria melalui penampilan fisiknya.

Aku selalu mempertanyakan bahwa mengapa cantik membutuhkan kekaguman dari orang lain??

Kecantikan sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang bersifat internal dan personal. Konsep kecantikan tidak harus bergantung pada orang lain, melainkan pada hubungan kita dengan diri sendiri. Bukan ketika orang melabeli perempuan sebagai "cantik" saja. Cantik bukan hanya ketika adanya "like," komentar positif, dan pengikut (followers), banyak orang merasa bahwa mereka harus tampil menarik demi memperoleh respons yang baik. 

Tubuh dan kecantikan seakan menjadi sesuatu yang harus dikejar, beberapa diantaranya saling ingin melebihi, beberapa diantaranya bersaing dengan wanita lain seakan tubuh dan kecantikan memang menjadi urusan perempuan. Hal ini dikarenakan standar sosial menyebabkan potongan tubuh perempuan sebagai suatu objek estetika, mulai dari hidungnya, matanya, bibirnya, payudaranya, tungkainya dsb.

Pernah tidak bertanya, sebenarnya cantik perempuan itu untuk siapa?? Apa benar untuk diri kita sendiri sebagai perempuan??

Jawaban yang sering kita dengar adalah "aku ingin cantik untuk diriku sendiri". 

Jawaban ini adalah reduksi perempuan dengan penampilan fisiknya dan mengkorporasikan kecantikan sebagai bagian dari dirinya. Benar-benar melekat seakan cantik adalah sesuatu yang benar-benar membuat kita senang. Padahal asal mulanya semua narasi mengenai "cantik untuk diri sendiri" adalah hasil kontruksi budaya misogini yang mengalihkan perempuan agar hanya menjadi makhluk yang estetis, objek estetis yang harus indah. Agar mereka melupakan dirinya dan tidak lagi berkeinginan menjadi makluk berintelektual.

Harusnya hasrat untuk tampil indah, cantik tidak hanya ada pada perempuan. Namun anehnya mengapa hanya perempuan yang memoles wajahnya dengan bedak, perempuan yang melakukan perawatan-perawatan menyakitkan hanya agar terlihat indah dipandang, bagaimana jika perempuan tidak berdandan dan tidak memuaskan masyarakat patriarkal?? 

Apakah perempuan-perempuan masih akan dianggap cantik jika mereka menampakkan wajah aslinya pada setiap aktivitas didalam maupun diluar rumah sebagaimana wajah laki-laki??

Dalam standar sosial, tampil cantik saja tidak cukup. Perempuan haruslah cantik sealami mungkin tanpa terlalu banyak upaya. Hal ini lebih gratifying/membanggakan dari pada cantik dengan perawatan, oplas atau berbagai perawatan wajah.

Dalam netralitas, aku selalu percaya bahwa perempuan bebas mendefinisikan dirinya sebagai perempuan yang bagaimana dan seperti apa, tanpa adanya intervensi dari siapapun. Perempuan mari kita memilih kecantikan yang kita inginkan, bukan yang dipaksakan untuk kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun