Dengan demikian, pencatatan nikah membantu menciptakan kejelasan, perlindungan hukum, dan kepastian dalam hubungan perkawinan, serta memfasilitasi proses administratif yang berkaitan dengan kehidupan pasangan dan keluarga mereka.
- ANALISIS MAKNA PENCATATAN PERKAWINAN DARI BERBAGAI PERSPEKTIF
- Filosofis: Pencatatan perkawinan dapat dipahami secara filosofis sebagai manifestasi komitmen dan persatuan dua individu. Filosofi perkawinan mencakup gagasan mengenai hubungan yang tidak hanya bersifat temporal, tetapi juga sebagai perjalanan hidup bersama. Dalam pandangan ini, perkawinan menjadi simbol kesatuan dan saling mendukung antara suami dan istri, menghadirkan dimensi makna yang mendalam pada kehidupan manusia.
- Sosiologis: Dari perspektif sosiologis, pencatatan perkawinan mencerminkan struktur sosial dan norma yang mengatur hubungan antarindividu dalam masyarakat. Ini tidak hanya menciptakan kerangka hukum, tetapi juga menandai status sosial pasangan di dalam komunitas. Pencatatan ini dapat memengaruhi interaksi mereka dengan masyarakat sekitar, serta membentuk landasan normatif bagi hubungan sosial di dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
- Religius: Dalam konteks religius, pencatatan perkawinan memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai moral dan keagamaan. Ini sering dilihat sebagai ikatan suci antara suami dan istri, yang diakui dan diatur oleh ajaran agama tertentu. Proses ini dapat dilihat sebagai langkah awal dalam membangun keluarga yang sesuai dengan prinsip-prinsip keagamaan, dengan harapan akan mendapatkan berkah dan keberkahan dari entitas rohaniah yang diyakini.
- Yuridis: Dari segi yuridis, pencatatan perkawinan adalah tindakan resmi yang diatur oleh hukum untuk melindungi hak dan kewajiban pasangan. Ini mencakup aspek-aspek seperti harta bersama, tanggung jawab finansial, dan hak-hak anak. Pencatatan ini memberikan kejelasan hukum dan melibatkan proses formal yang membantu mengatasi potensi konflik di kemudian hari. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia, sebagai contoh, mencakup landasan hukum yang mengatur berbagai aspek pencatatan perkawinan.
- DAMPAK SOSIOLOGIS, RELIGIOUS, DAN YURIDIS PERNIKAHAN TANPA DICATATKAN
Dampak negatif jika perkawinan tidak dicatatkan jika dilihat dari segi sosiologis yaitu tidak adanya pengakuan dari masyarakat mengenai suatu perkawinan, mental dari pihak yang bersangkutan mungkin juga akan terganggu karena secara tidak langsung mereka akan mendapatkan cemooh dari masyarakat sekitar. Kemudian jika dilihat dari segi religious, Al-Qur'an menyebutkan akad nikah adalah sebagai perjanjian yang kuat tidak disamakan dengan perjanjian biasa. QS. An-Nisa ayat 21 Allah SWT menerangkan, bahwa perjanjian (termasuk akad nikah) yang adil dan benar adalah perjanjian yang dilengkapi dengan alat bukti. Alat Bukti yang terutama ialah alat bukti dengan pencatatan. Dan yang terakhir dilihat dari segi yuridis, perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah, ia tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika terjadi perceraian hidup atau di tinggal mati, selain itu istri tidak berhak atas harta gono-gini atau harta bersama jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi, status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah menurut hukum, dan hanya mempunyai hubungan keperdataan pada ibu dan keluarga ibunya saja. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama. Kemudian para pihak akan mengalami kesulitan dalam hal administratif, dan tidak memiliki sebuah dokumentasi resmi akta nikah yang bisa dijadikan sebagai alat bukti dihadapan majelis peradilan.
Evi Wiwid Widiastuti 222121132
Ridho Triadi 222121144
Lutvia Yuhand 222121149
Muhammad Husain Al Habsy 222121150
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H