Mohon tunggu...
Evita Yolanda
Evita Yolanda Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenal Fenomena "Cyberchondria"

13 Mei 2018   07:14 Diperbarui: 13 Mei 2018   13:49 3590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: hellodoctor.co.za

Pak Pala sudah beberapa waktu ini mengeluhkan sakit yang dirasakan pada kepalanya. Lalu ia tiba-tiba teringat dengan seorang kolega di tempat kerjanya yang meninggal akibat tumor otak. Pak Pala merasa ketakutan. Ia meraih telepon genggamnya dan membuka aplikasi selancar internet. Jari-jarinya dengan lincah mengetik "keluhan sakit kepala" dan menggulirkan artikel di internet hingga menemukan tulisan "tumor otak". 

Sejurus kemudian Pak Pala membuka laman-laman yang menceritakan tentang pengalaman orang-orang yang mengalami tumor otak, penjelasan mengenai diagnosis, dan tatalaksana tumor otak. Pak Pala menjadi gelisah dan berhari-hari ia menjadi tidak produktif. Ia membayangkan dirinya akan dioperasi dengan biaya yang tidak murah, dan yang terpenting, bagaimana kehidupannya kelak setelah operasi tumor otak?

Pak Pala kemudian menemui seorang dokter saraf yang telah lama dikenalnya. Dokter tersebut meyakinkan Pak Pala bahwa sakit kepala yang dirasakannya hanyalah sakit kepala primer yang tidak ada kaitannya dengan tumor otak. Meskipun telah dijelaskan sedemikian rupa, Pak Pala masih tidak percaya. Ia meminta dokter untuk memeriksanya dengan pemeriksaan tercanggih untuk membuktikan penyakitnya.

Apakah Anda pernah mengalami atau melihat kondisi yang mirip seperti ilustrasi di atas? Yuk kenali cyberchondria agar dapat menghindarinya.

Ilustrasi. Sumber: http://archive.longislandpress.com
Ilustrasi. Sumber: http://archive.longislandpress.com

Cyberchondria adalah gabungan dari kata cyber dan chondria, yaitu kondisi seseorang yang secara kompulsif mencari informasi di internet mengenai gejala penyakit yang terjadi atau dibayangkan terjadi padanya. Pada kondisi cyberchondria, pasien merasa kegelisahannya bertambah ketika ia membaca informasi mengenai keluhan atau penyakit tersebut. Meskipun demikian, rasa kebutuhan akan informasi tersebut tetap ada pada dirinya, sehingga ia berada dalam lingkaran setan yang serba salah.

Sebuah jurnal terbitan Journal of Anxiety Disorders tahun 2016 yang memuat penelitian dari Universitas Vrije Amsterdam menyatakan bahwa perilaku mencari-cari informasi seputar kesehatan melalui internet ini memang berkaitan dengan kecemasan terhadap kondisi kesehatan. 

Individu yang pada dasarnya memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi, cenderung lebih mudah mengalami cyberchondria. Pada individu tanpa klinis kecemasan, pencarian informasi ini justru memberikan pengaruh sebaliknya (dari kecemasan) karena bertambahnya reassurance. 

Mencoba mencari dan menyimpulkan diagnosis menggunakan satu gejala dengan mengandalkan data di internet dapat membuat keluhan sakit kepala berubah menjadi tumor otak. Hal ini dikarenakan laman kesehatan di internet biasanya memberikan informasi mengenai suatu gejala dengan mengarahkan diagnosis dari yang paling ringan hingga paling berat. 

Namun bukan berarti keberadaan laman-laman informasi medis dan kesehatan sepenuhnya buruk. Hal tersebut justru sebenarnya baik karena menjadi media edukasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan kesehatan itu sendiri.

Cyberchondria dan Hipokondria

Cyberchondria adalah istilah derivat. Nama asli dari kondisi ini adalah kondisi hipokondria alias hipokondriasis. Baik kondisi cyberchondria dan hipokondria termasuk dalam kelainan ansietas atau kecemasan. Hipokondriasis adalah salah satu gangguan somatoform, yaitu gangguan yang dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang dialami oleh penderitanya. 

Gejala yang timbul biasanya berupa gejala fisik yang dilebih-lebihkan. Sehingga hal ini akan memperberat gejala fisik akibat dari keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan kondisinya lebih buruk dari yang sebenarnya.

Kenali Gejala Berikut!

Untuk kondisi hipokondriasis sendiri, pasien harus memenuhi kriteria: 

1. Keyakinan yang menetap akan adanya (minimal) satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap mengenai kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya; 

2. Tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya. 

Pada intinya pasien dengan hipokondriasis mengalami dua hal: meyakini ada penyakit berat dalam tubuhnya yang ia simpulkan dari keluhan yang dirasakannya dan menyangkal bila ia mendapatkan penjelasan dari ahlinya bahwa ia tidak menderita apa yang ia yakini.

Sedangkan untuk mengenali kondisi cyberchondria, yaitu kondisi serupa hipokondriasis akibat informasi kesehatan di internet, simak gejala-gejala yang mungkin ditemukan berikut ini:

  1. Mencari informasi keluhan penyakit di internet hingga berjam-jam per hari. Pada orang-orang dengan tingkat kecemasan yang rendah, mereka hanya menghabiskan waktu kurang dari 1 jam per hari. Orang-orang dengan cyberchondria juga lebih sering mengecek secara berulang-ulang keluhan mereka di internet, di mana sebaliknya pada orang normal mungkin hanya dilakukan 1 kali saja.
  2. Merasa memiliki berbagai penyakit berat yang bahkan bisa mengancam nyawa, meskipun gejala yang dirasakan tidak berat.
  3. Setelah membaca literatur di internet mengenai penyakit yang dikhawatirkannya,yang notabene juga sebagai usaha untuk menenangkan diri, orang-orang dengan cyberchondria  justru merasa semakin cemas terhadap kondisinya.
  4. Sebenarnya kondisi kesehatannya stabil secara medis.

Menghindari Kondisi Cyberchondria.

Kondisi cyberchondria dicetuskan oleh kecemasan yang memang telah berada pada diri seseorang, dan berbagai kondisi seperti masifnya informasi di internet pun memperberat kecemasan tersebut. Cara di bawah dapat dilakukan untuk membentengi diri ketika cyberchondria  mulai membayangi:

  1. Jangan berasumsi terlalu jauh. Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit, diperlukan pemeriksaan yang bukan hanya dari gejala keluhan tapi juga dari pembuktian melalui pemeriksaan fisik dan penunjang. Jika mengasumsikan suatu penyakit hanya dari gejala saja, akan sangat mengaburkan kesimpulan karena banyak sekali penyakit yang mungkin memiliki gejala yang sama.
  2. Batasi waktu penggunaan internet untuk mencari tentang penyakit tersebut. Ada dorongan yang kuat bagi seseorang yang mengalami cyberchondria untuk terus menerus menelusuri internet tentang penyakit yang dikhawatirkannya. Hentikan dorongan ini dengan menjauhkan atau bahkan mematikan fasilitas internet untuk jangka waktu tertentu dalam sehari. Alihkan perhatian kepada hal-hal yang jauh dari dunia cyber.
  3. Konsultasi ke dokter ahli. Bila mengalami rasa cemas akibat kondisi kesehatan yang ada, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. Pemeriksaan yang akan dilakukan oleh dokter jauh lebih komprehensif dan holistik, dibandingkan hanya dengan menduga-duga dari apa yang dibaca di literatur internet.
    Dokter akan menjelaskan kondisi kesehatan sesuai bukti data pemeriksaan yang ada. Hal ini akan membantu mengusir rasa cemas yang timbul akibat bayangan penyakit yang timbul akibat menduga-duga.
  4. Cari pencetus kecemasan yang ada. Kecemasan yang timbul dalam diri bisa berakar dari mana saja. Bisa dari stres kerja, stres terhadap lingkungan, dan lainnya. Jaga selalu kondisi pikiran dan psikologis. Cari kegiatan yang menenangkan seperti beribadah, yang dapat menjadi pengusir kecemasan yang sangat ampuh bagi siapa saja.

Ingat, the google is not the doctor. Semoga bermanfaat.

Salam kompasiana.

___________

Tautan referensi jurnal : Journal of Anxiety Disorders

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun