Mohon tunggu...
Evita Yolanda
Evita Yolanda Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perdebatan adalah Api Abadi Media Massa, Waspada Egosentrisme Diri

18 Desember 2016   00:58 Diperbarui: 19 Desember 2016   19:07 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Massa (gambar: emaze.com)

"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat)." (QS Hud [11]: 118).

_________________________

Milyaran bit informasi berseliweran di dunia maya setiap detiknya dan telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita. Media massa adalah kanal komunikasi massa. Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan menggunakan media massa, dimana penyampaian informasi ditujukan kepada orang banyak atau publik. Komunikasi massa dilakukan melalui media massa seperti media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (televisi, radio), dan kini komunikasi massa telah didominasi oleh media cyber pada gadget yang kita miliki.

Efek komunikasi massa dalam penyampaian pesan.

Fungsi komunikasi massa yaitu menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan melakukan pengawasan sosial (social control) [UU no.40/1999]. Setiap komunikasi massa memiliki hasil akhir atau dampak yang ditimbulkan, yang disebut efek komunikasi massa. Efek dapat timbul pada orang yang menerima pesan komunikasi secara sengaja maupun tidak. Disadari atau tidak, kini semua orang dengan akses internet dan gadget punya kesempatan yang sama besarnya dalam melakukan komunikasi massa melalui media cyber, dan memberikan efek komunikasi massa, yang meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (emosi/perasaan), serta konatif (perilaku). 

Komunikasi massa yang menimbulkan perdebatan.

"Dunia dalam genggaman". Berapa lama kita bertahan tidak membuka gadget seperti laptop, tablet, atau smartphone kita? Baik untuk membuka laman jejaring, melihat notifikasi dari akun media sosial, mengunjungi lini masa, dan update laman personal. Terlepas dari siapa kita, dimana kita berada di belahan bumi ini, kita bisa melakukan komunikasi massa hanya dengan ketukan-ketukan kecil ujung jari. Meskipun tidak secara langsung menghasilkan suatu post, seringkali kita tidak sadar bahwa kita telah melakukan komunikasi massa dengan melakukan like, share, atau repost dari orang lain.

Pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa dapat menjadi alat persuasi untuk membuat penerima pesan melihat sesuatu dari perspektif pembuat pesan. Perspektif dan isi pesan tersebut dapat diterima atau pun tidak tergantung si penerima pesan. Seringkali hal ini menimbulkan percikan perdebatan karena perbedaan selera setiap individu dalam memandang suatu hal. Terlebih jika yang dibahas adalah isu-isu sensitif, atau isu-isu hangat yang sedang jadi topik utama, selalu akan ada perbedaan cara pandang yang mengundang perdebatan.

Selama manusia berkomunikasi, perdebatan selalu membayangi.

Akan selalu ada hal yang diperdebatkan manusia. Konflik untuk diperdebatkan bagaikan gulungan klise film yang sedang diputar, tidak pernah berhenti, hanya berganti-ganti slide saja. Dalam ranah politik, sekarang kita mungkin memperdebatkan seorang cagub dengan tangisan dan kemunculan keluarga angkatnya di persidangan. Jika slide film digulung, beberapa waktu yang lalu kita memperdebatkan siapa yang terbaik di antara dua orang capres dengan sisi hitam-putihnya. Jika slide film digulung lagi, kita memperdebatkan bakso mana yang aman untuk dimakan. Selalu ada saja.

Ada dua kelompok besar yang paling sering ditemui saat berlangsungnya perdebatan: orang yang berusaha mencari dan membela kebenaran dan orang dengan pertahanan ego imatur. Bisa juga campuran dari keduanya. Sayangnya definisi kebenaran bagi sebagian orang sangat relatif. Bisa saja karena bertahan dengan pembelaannya, orang jadi membuat pembenaran sendiri. Saat berdebat, semua orang berlomba untuk menyampaikan pesan, baik yang berupa perspektif ataupun yang telah berupa satipati objektif, dan berusaha membuat pesannya diterima. Selama manusia berkomunikasi, perdebatan menjadi hal yang tidak bisa dihindari.

"Content is the king, delivery is the queen. He is powerful, but she is beautiful."

Dalam melakukan penyampaian pesan kita membutuhkan keduanya, yaitu kekuatan isi dan keindahan penyampaian untuk menjadikan pesan tersebut efektif dan mendapatkan efek komunikasi massa yang kita inginkan. Di era digital ini, komunikasi terjadi begitu mudahnya, hanya memerlukan hitungan detik, sehingga banyak dari kegiatan kita di media komunikasi massa terjadi akibat spontanitas dan latahan. Membuat kita kurang memprosesnya terlebih dahulu, sehingga kita sering mengabaikan budaya yang baik dalam beraktivitas di media komunikasi massa. Asalkan tersampaikan, etika terabaikan, rapopo, kurang lebih begitu?

Keindahan memberikan vibrasi yang berbeda.

Manusia memiliki sifat menyukai keindahan dan tidak menyukai hal-hal yang dianggapnya buruk. Sesuatu yang indah akan mulanya menarik perhatian individu dan mengundang individu tersebut untuk memberikan fokus pikirannya. Fokus pikiran ini kemudian dapat kita arahkan menuju efek komunikasi massa yang kita inginkan. Saat suatu pesan disampaikan dengan penuh elegansi, timbullah rasa hormat dan kita bisa lebih menerima apa pun isi dari pesan itu. Meskipun pada beberapa kasus secara personal kita tidak mau menerima isi pesan tersebut, kita bisa lebih menghargainya dan menjadikannya pengayaan terhadap koleksi perspektif kita.

Apakah kita senang dilempar dengan permata?

Tidak. Meskipun permata, tetap saja judulnya "dilempar". Lemparan tersebut menimbulkan rasa sakit, meskipun permata itu amat tinggi nilainya. Berikan dengan suguhan yang santun, bukan lemparan, meskipun yang bermaksud untuk diberikan adalah permata, dengan konotasi sesuatu yang sangat berharga dan dimuliakan. Apalagi jika dilempar sesuatu yang mengundang jijik. Begitu juga dengan berkomunikasi, pesan akan lebih mudah diterima komunikan jika disampaikan dengan penuh rasa hormat kepada komunikan itu sendiri. Hindarilah mengeluarkan cerminan buruk diri baik secara makroskopik maupun mikroskopik melalui perkataan, tulisan, atau apa pun yang kita tampilkan. Betapa sayangnya jika informasi dan pesan penting yang kita miliki menjadi tertolak akibat cara penyampaian yang buruk dan menghilangkan rasa hormat.

Berdebat yang baik adalah mencari kebenaran, bukan berusaha menjadi kebenaran itu sendiri.

Tidak sedikit perdebatan yang diawali oleh pencarian kebenaran. Namun egoisme akan melencengkan niat kita untuk justru berusaha menjatuhkan lawan. Timbullah rasa benar sendiri, dan mengganggap yang lain adalah salah. Selalu introspeksi diri, sungguh syaitan telah dikutuk karena merasa dirinya lebih baik dan lebih tinggi. 

Hindarilah berdebat, sebagian besar debat adalah ekspresi egosentrisme.

Menghindari debat adalah lebih baik. Berdebat hanya jika debat itu mendatangkan kebaikan dan memberi manfaat. Akan selalu ada konflik yang mengundang perdebatan di media massa khususnya dunia cyber. Tidakkah melelahkan jika kita terus menerus mengeluarkan energi dalam berdebat? Kembali ke komunikasi massa, tengok kembali diri kita saat berkomunikasi dengan massa di dunia maya. Mari tunjukkan diri yang berbudaya. Hindari debat, terutama debat kusir.

Daripada debat kusir, mendingan naik delman istimewa ku duduk di muka, duduk samping pak kusir yang sedang bekerja, mengendarai kuda supaya baik jalannya. Tuk-tik-tak-tik-tuk tik-tak-tik-tuk tik-tak-tik-tuk...

Sampai jumpa di pergantian isu hangat berikutnya dengan diri kita yang lebih baik.

Salam kompasiana.

______________________

"Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS an-Nahl [15]: 125).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun