"Content is the king, delivery is the queen. He is powerful, but she is beautiful."
Dalam melakukan penyampaian pesan kita membutuhkan keduanya, yaitu kekuatan isi dan keindahan penyampaian untuk menjadikan pesan tersebut efektif dan mendapatkan efek komunikasi massa yang kita inginkan. Di era digital ini, komunikasi terjadi begitu mudahnya, hanya memerlukan hitungan detik, sehingga banyak dari kegiatan kita di media komunikasi massa terjadi akibat spontanitas dan latahan. Membuat kita kurang memprosesnya terlebih dahulu, sehingga kita sering mengabaikan budaya yang baik dalam beraktivitas di media komunikasi massa. Asalkan tersampaikan, etika terabaikan, rapopo, kurang lebih begitu?
Keindahan memberikan vibrasi yang berbeda.
Manusia memiliki sifat menyukai keindahan dan tidak menyukai hal-hal yang dianggapnya buruk. Sesuatu yang indah akan mulanya menarik perhatian individu dan mengundang individu tersebut untuk memberikan fokus pikirannya. Fokus pikiran ini kemudian dapat kita arahkan menuju efek komunikasi massa yang kita inginkan. Saat suatu pesan disampaikan dengan penuh elegansi, timbullah rasa hormat dan kita bisa lebih menerima apa pun isi dari pesan itu. Meskipun pada beberapa kasus secara personal kita tidak mau menerima isi pesan tersebut, kita bisa lebih menghargainya dan menjadikannya pengayaan terhadap koleksi perspektif kita.
Apakah kita senang dilempar dengan permata?
Tidak. Meskipun permata, tetap saja judulnya "dilempar". Lemparan tersebut menimbulkan rasa sakit, meskipun permata itu amat tinggi nilainya. Berikan dengan suguhan yang santun, bukan lemparan, meskipun yang bermaksud untuk diberikan adalah permata, dengan konotasi sesuatu yang sangat berharga dan dimuliakan. Apalagi jika dilempar sesuatu yang mengundang jijik. Begitu juga dengan berkomunikasi, pesan akan lebih mudah diterima komunikan jika disampaikan dengan penuh rasa hormat kepada komunikan itu sendiri. Hindarilah mengeluarkan cerminan buruk diri baik secara makroskopik maupun mikroskopik melalui perkataan, tulisan, atau apa pun yang kita tampilkan. Betapa sayangnya jika informasi dan pesan penting yang kita miliki menjadi tertolak akibat cara penyampaian yang buruk dan menghilangkan rasa hormat.
Berdebat yang baik adalah mencari kebenaran, bukan berusaha menjadi kebenaran itu sendiri.
Tidak sedikit perdebatan yang diawali oleh pencarian kebenaran. Namun egoisme akan melencengkan niat kita untuk justru berusaha menjatuhkan lawan. Timbullah rasa benar sendiri, dan mengganggap yang lain adalah salah. Selalu introspeksi diri, sungguh syaitan telah dikutuk karena merasa dirinya lebih baik dan lebih tinggi.Â
Hindarilah berdebat, sebagian besar debat adalah ekspresi egosentrisme.
Menghindari debat adalah lebih baik. Berdebat hanya jika debat itu mendatangkan kebaikan dan memberi manfaat. Akan selalu ada konflik yang mengundang perdebatan di media massa khususnya dunia cyber. Tidakkah melelahkan jika kita terus menerus mengeluarkan energi dalam berdebat? Kembali ke komunikasi massa, tengok kembali diri kita saat berkomunikasi dengan massa di dunia maya. Mari tunjukkan diri yang berbudaya. Hindari debat, terutama debat kusir.
Daripada debat kusir, mendingan naik delman istimewa ku duduk di muka, duduk samping pak kusir yang sedang bekerja, mengendarai kuda supaya baik jalannya. Tuk-tik-tak-tik-tuk tik-tak-tik-tuk tik-tak-tik-tuk...