1. Identitas Buku:
Judul Buku: Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas
Pengarang: Neng Dara Affiah
Penerbit: Nalar
Kota Terbit: Jakarta
Tahun Terbit : 2009
Cetakan: April 2009
Kategori: Buku Inspirasi
ISBN: 10: 979-26-9021-2
ISBN: 13: 978-979-26-9021-7
Ukuran: 13 cm X 20 cm
Halaman: x + 122 hlm
2. Deskripsi Buku:
Buku ini merupakan salah satu dari beberapa karya yang ditulis oleh Neng Dara Affiah, beliau memiliki ketertarikan dengan isu gender yang dilihatnya melalui perspektif seorang intelektual dan cendekiawan muslimah. Tentunya, yang menarik dalam buku
“Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas” adalah sekumpulan cerita mengenai pengalaman pribadi terkait dengan gender dan Islam serta berbagai identitas lainnya seperti Etnisitas yang ditulis dengan kalimat ringan sehingga mudah dipahami oleh para pembaca sekalian.
Dari beragam latar belakang kehidupannya, dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca, khususnya yang memiliki kesamaan ketertarikan terkait isu gender dan Islam. Sebab, dalam buku ini, akan banyak dibahas mengenai pengalaman hidup Neng Dara Affiah sebagai muslimah feminis dalam upayanya melawan sistem patriarki yang telah mengkristal dan membudaya di lingkungan pesantren dimana tempat ia tumbuh dan berproses hingga sukses seperti saat ini.
Dalam buku tersebut, memiliki empat tema, yakni Aku dan Etnisitas; Aku sebagai Muslim; Aku sebagai Perempuan; dan Aku sebagai Anak Bangsa. Oleh karena itu, saya akan mereview buku ini dari berbagai perspektif metode kualitatif, yaitu sebagai berikut.
*Berdasarkan Sudut Pandang Metode Kualitatif: Etnografi
Apabila menelaah buku ini dengan menggunakan studi kualitatif-etnografi, bahwa penulis menjelaskan pengalamannya berdasarkan runtutan waktu yang sesuai dengan kejadian, yakni berlatar tahun 1980-an yang didasarkan atas pengalaman hidupnya sendiri serta melakukan pengamatan dan juga wawancara terkait dengan orang-orang yang memang terlibat dalam kehidupannya, misal dari kakek buyut, ayah, ibu, dan keluarga besar lainnya. Dalam bab 1 yang berjudul “Aku dan Etnisitas” diketahui bahwa keluarga penulis berasal dari Banten, di daerah tersebut mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dengan beberapa minoritas dari suku luar, yakni Ambon yang berkeyakinan non-muslim (Kristen), namun mereka harus menyesuaikan dengan adat dan kebiasaan (tradisi) yang telah diwariskan dan ditetapkan oleh masyarakat Banten, misalnya dengan memakai jilbab untuk mengikuti beberapa agenda acara disana.
*Berdasarkan Sudut Pandang Metode Kualitatif: Perspektif Gender
Berkaitan dengan perspektif gender, berfokus mengenai identitas seorang perempuan yang tumbuh di lingkungan muslim. Telah diceritakan bahwa penulis telah disosialisasikan mengenai peran gendernya sebagai perempuan, namun didikan peran gender orang tua dan lingkungannya cenderung bersifat tradisional, yakni memegang teguh bahwa perempuan harus bisa memasak dan bekerja di rumah (domestik) dan didikan tersebut tidak berlaku bagi saudara laki-lakinya, sehingga disini terlihat sekali ada kesenjangan gender di dalam keluarga, intinya figur menjadi seorang perempuan haruslah lembut dan patuh, karena jika tidak, akan dipandang “buruk” oleh orang lain.
Demikian yang memunculkan motivasi penulis untuk mendobrak stigmatisasi yang diberikan kepada perempuan dan menyuarakan bahwa perempuan harus memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Munculnya motivasi tersebut berasal dari tokoh panutannya yang paling terdekat, yakni neneknya yang akrab disapa H Siti Masyitoh, memiliki latar belakang pendidikan dari pesantren dan menerapkan keilmuannya untuk masyarakat sekitar. Dan dari hal tersebut menyebabkan penulis menjadi seorang penggiat feminis dan penggerak organisasi feminis demi menyejahterakan perempuan serta melanjutkan perjuangan dari panutannya.
*Berdasarkan Sudut Pandang Metode Kualitatif: Fenomenologi
Dalam studi fenomenologi menekankan kemampuan seseorang untuk memaknai pengalaman subjektifitasnya. Untuk bab 1 “Aku dan Etnisitas” diceritakan mengenai asal-usul penulis dan keluarganya serta situasi dan kondisi lingkungan tempat tinggalnya pada masa itu, di daerah Provinsi Banten yang mayoritas beragama muslim dengan berbagai tradisi dan adat istiadat Islam yang harus dipatuhi, misalnya ketika bayi lahir harus dikumandangkan adzan oleh ayahnya sebagai syarat bahwa “peng-islaman” sejak lahir, sunat untuk laki-laki akhil baligh sebagai tanda kedewasaan, melafadzkan syahadat saat sebelum seseorang meninggal, dan mengadakan tahlilan selama 7 hari. Selain itu, penulis juga menjelaskan mengenai kelompok-kelompok masyarakat yang ada pada saat itu.
Kemudian, di bab 2 “Aku sebagai Muslim” diceritakan bahwa lingkungan tempat tinggalnya kental dengan tradisi Islam namun cenderung tradisional dan memunculkan pemikiran penulis lewat buku majalah panjimas yang membuat beliau memiliki cara pandang yang lebih modern terhadap Islam dan yang menarik disini adalah pengalaman penulis yang pernah menjadi minoritas di Finlandia yang dipandang “negatif” dari stigmatisasi orang Barat terhadap Islam. Lalu, di bab 3 “Aku sebagai Perempuan” dipaparkan mengenai pengalaman penulis menjadi seorang perempuan di lingkungan muslim tradisional yang cenderung terjadi kesenjangan gender, sehingga memunculkan gerakan penulis untuk menjadi seorang feminis muslim. Dan di bab 4 “Aku sebagai Anak Bangsa” merupakan pengalaman penulis yang hidup di masa orde baru dan reformasi.
*Berdasarkan Sudut Pandang Metode Kualitatif: Biografi
Studi Biografi menekankan kepada perjalanan hidup penulis beserta pencapaiannya, yakni penulis lahir pada bulan April 1970, bertempat tinggal di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Kemudian, dimulai dari masa kecil yang tumbuh di lingkungan Islam yang kental dengan berbagai tradisi dan adat istiadat keislaman yang juga diperoleh dari kedua kakek buyut dari ibu dan ayahnya yang mana seorang ulama yang memiliki cara penerapan keislamannya masing-masing.
Kemudian, saat belia, penulis mulai belajar tentang Al-Qur’an, membaca majalah panjimas atau Teologi Wahabi, bersekolah dasar di sekolah Islam yang mempelajari ilmu Fiqih, Tauhid, Akhlak, Hadis, dan sejarah Islam. Selepas SD, beliau melanjutkan pendidikannya di pesantren, namun didikan pesantren ini cenderung Islam Fundamentalis yang kemudian beliau pindah ke pesantren di Tasikmalaya yakni sekolah formal berlatar Islam dan melanjutkan studinya hingga perguruan tinggi negeri, saat itu bernama IAIN Jakarta dengan berorganisasi aktif di HMI. Sampai pada akhirnya, beliau dapat bergabung dengan LSM yang memiliki ketertarikan untuk diskusi gender sehingga menghantarkan beliau hingga menjadi pengamat feminis muslim.
Demikian adalah beberapa sudut pandang dari metode penelitian kualitatif dalam membedah buku “Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas” yang dapat memberikan pembaca inspirasi mengenai perjuangan seorang muslimah feminis, bahwa hakikatnya seluruh perempuan dapat mengejar mimpinya dan berkarya seperti yang ditunjukkan oleh Ibu Neng Dara Affiah.
Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca! :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI