Menjadi wanita single itu memang sebuah pilihan, pilihan yang tidak gampang untuk dijalani, akan tetapi karena sudah pilihan suka tidak suka, enak tidak enak maka harus dijalani...hehhee
Jujur, saya agak paranoid jika harus mudik ke kampung halaman, karena begitu menginjakkan kaki dihalaman rumah, akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak sulit untuk saya jawab, tetapi menjadi sulit karena pertanyaannya itu-itu melulu membuat lidah saya kelu menjawabnya. Andai saya public figure, mungkin saya akan memilih menjawab dengan mengadakan tele-conference, sehingga cukup sekali saja saya menjawab satu pertanyaan yang sama tanpa harus mengulang ulang kembali.
Jadi ketika ditanya "Kapan menikah" maka dengan gampang saya akan menjawabnya"May*****hahaha
Single memang tidak selalu enak, meski teman-teman saya yang sudah menikah mengatakan single itu enak, entahlah mengapa mereka mengatakannya, saya tidak ingin membahasnya. Single itu tidak enak bangat, ketika lampu kamar saya tiba-tiba mati, tapi saya tidak cukup tinggi mengganti meskipun sudah manjat diatas lemari. Single itu tidak enak, ketika saya membeli kompor gas tapi tidak tau memasangnya, single itu menyiksa banget ketika hujan deras tapi tidak ada angkot ataupun ojek, dikarenakan saya tinggal diperdusunan becek.
Teman saya pernah berkata"emang pasangan  bagimu cuma buat ganti bolam saja?atau biar ada yang pasang kompor masakmu?atau hanya untuk antar jemput waktu ga ada angkot?
Tentu jawaban saya"tidak"pasangan buat saya bukan hanya untuk itu tapi lebih darisitu,..hehehe, ya sederhananya, adalah "teman waktu lagi sendiri", canda saya sama si teman yang ditanggapi dengan pukulan gulungan koran (pukulan penuh kasih tapi...;-)
Tidak ada keraguan buat saya hingga kini tentang status ke"singl"an saya, karena saya percaya Tuhan pasti menyediakan apa yang menjadi bagian saya. Saya sendiri bingung dan heran dengan diri saya sendiri, kenapa diusia yang sudah matang ini saya tidak ada ragu, tidak kuatir saya masih single. Meskipun disekeliling saya sudah wanti-wanti kapan saya menikah. Terkadang saya pengen dramatisir, kalau saya sedang galau, seperti si polan yang galau usia 27 sudah merasa seperti usia 47 tapi masih single, atau si bunga yang merasa diintimidasi keluarga karena belum nikah-nikah padahal teman SD nya sudah punya anak yang sudah SMP.
Tapi ternyata itu bukan bagian saya, saya merasa diperkuat dan diyakinkan bahwa tidak ada yang perlu dikuatirkan. Sehingga saya menjalani ke'single"an saya tanpa beban.
Suatu ketika, saya menemani adik saya mengantar titipan temannya ketika kami mudik. Saat tiba dirumah orangtua teman si adik, ternyata baru saya tau kalau orangtua teman si adik adalah"tukang urut legitimasi dari oppung mereka"karena kebetulan waktu kami datang ada "pasien"sedang berobat. Ibunya yang sedang bicara dengan pasiennya meminta kami menunggu. Demi kesopanan, kami menunggu hingga pasiennya pulang, adik saya saat itu berbisik, kalau yang ngomong sama kami itu bukan ibu temannya, tapi oppungnya yang sudah tiada, "Oh my God, really?"sedikit kaget saya balik bertanya tapi didiamin si adik.
Akhirnya setelah menunggu hampir 1 jam, si pasien pulang dan kami disambut, tiba-tiba oppungnya si teman yang tubuh ibunya dipakai menanyakan saya, apakah saya sudah menikah dan saya jawab"belum nantulang" adik saya kembali berbisik, bilang oppung, bulan nantulang.
"Maunya kamu kulihat jodohmu?"tiba-tiba saya ditanya, jujur saat itu saya kaget, seperti membaca isi hati saya, pertanyaannya diulang kembali dan dengan mantap saya jawab, tidak usah oppung, mauliate".