Mohon tunggu...
Evi Safitri
Evi Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi lebih kepada menulis dan berkelana ke dunia aksara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Poskolonial, Sastra, Sosiokultural

29 Mei 2022   12:29 Diperbarui: 29 Mei 2022   12:36 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ARTIKEL TENTANG " POSKOLONIAL, SASTRA, SOSIOKULTURAL "

Poskolonial umumnya didefinisikan sebagai teori yang lahir sesudah kebanyakan negara- negara terjajah memperoleh kemerdekaannya. Poskolonial sebagai kumpulan strategi teoretis dan kritis yang memiliki asumsi untuk mempersoalkan posisi subjek kolonial  dan pasca kolonial. Istilah poskolonial difokuskan pada produksi budaya masyarakat yang mengalami imperialisme eropa, dan dipergunakan secara luas dalam bidang sejarah, politik,sosiologi, komunikasi dan analisis ekonomi, karena berbagai bidang tersebut  juga dipengaruhi oleh imperialisme. Teoroi poskolonial teori yang digunakan untuk menganalisis berbagai gejala kultural seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra. Yang terjadi khususnya di negara bekas koloni Eropa.

Dalam upaya memahami karya sastra, teori poskolonial dapat diterapkan terutama terhadap teks -- teks dari khazanah sastra bangsa yang pernah mengalami kekuasaan imperial, sejak awal periode kolonisasi hingga masa kini. Dengan demikian, sejumlah tulisan yang lahir di wilayah yang dinamakan negara -- negara frankofon pun, dapat menjadi objek kajian yang menarik, karena di sana dapat ditemukan beragam permasalahan seperti  krisis identitas, perbudakan, pengasingan, hegemoni, dan berbagai bentuk invasi kultur lainnya.

Poskolonialisme juga tidak hanya terbatas pada upaya perlawanan terhadap pencarian kemerdekaan sebuah negara maupun perlawanan terhadap pencarian kemerdekaan sebuah negara maupun perlawanan terhadap dominasi kolonialisme dan warisan -- warisannya. Dalam hal ini budaya juga ikut berperan sebagai elemen resisten, karena kenyataannya budaya merupakan manifestasi yang bersifat ideologis atau idealis dari realitas sejarah dan fisik masyarakat ( bangsa ) yang mengalami dominasi.

Pada budaya terdapat sintesis yang dinamis, yang dibuat dan dibangun oleh kesadaran sosial untuk menyelesaikan konflik pada setiap tahapan evolusi, yaitu konflik yang ditimbulkan oleh adanya pengaruh faktor eksternal yaitu dominasi dan tekanan dari budaya penjajah, untuk bertahan hidup serta mencari kemajuan. Said ( 1995 : 12 ) mengatakan disamping suatu praktik, kebudayaan adalah komunikasi dan representasi, bahkan memiliki nilai estetis. Oleh karena itu sejalan dengan pemikiran tentang diferensi budaya tersebut.

Poskolonialisme menolak pandangan monosentris terhadap pengalaman manusia, dan sebaliknya mengakui dan menghargai keberadaan pluralisme serta multikulturalisme budaya melalui sinkretisasi dan hibriditas. Pluralisme kemudian didefinisikan sebagai suatu keyakinan, dimana di dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok politis, etnis, ideologis, kultural tidak ada satu kelompok pun yang dominan, yang di dalamnya terdapat penghargaan akan diferensi.

Dalam pluralisme budaya tersebut, diakui adanya keyakinan akan hak hidup dan ruang ekspresi yang sama dan sejajar bagi setiap kelompok budaya yang ada di dalamnya. Sementara multikulturalisme adalah gerakan bagi pengakuan dan penerimaan akan keanekaragaman, perbedaan, dan identitas, khususnya dalam sebuah negara yang terdiri dari berbagai kelompok minoritas, akan tetapi dikuasai oleh kelompok kultural dominan.

Dalam sebuah karya sastra salah satunya novel yang berjudul Bumi Manusia dan novel tersebut sudah diangkat menjadi Film layar lebar di bioskop dan salah satunya saya sudah pernah menonton film Bumi Manusia yang kisahnya mengangkat tentang kolonialisme pada zaman penjajahan belanda yang menggambarkan betapa kekuasaan yang begitu besar dari barat telah mengecilkan bahkan meniadakan pribumi yang dianggap begitu hina dan tidak berarti, kekuasaan yang digambarkan bukan hanya dari segi harta benda atau keturunan, tetapi juga dari sisi hukum, dimana pribumi sama sekali tidak mempunyai kekuatan atau hak dalam kedudukan hukum. Dalam novel Bumi Manusia sikap budaya dapat dilihat dari segi bentuk atau model perilaku yang terjadi pada wanita pribumi. Di dalam ceritanya terdapat campuran dalam berbahasa yaitu bahasa Jawa dan Belanda.

Dalam istilah pribumi yaitu menggambarkan sistem kekuasaan yang ada pada masyarakat. Bangsa Belanda menyebabkan pribumi berlomba -- lomba mencuri perhatian Eropa Belanda agar mendapatkan hasil atau mempertahankan status sosial, naik jabatan sesuai dengan kepentingan pribumi pada masa itu. Adanya kolonial Barat yang berlaku superior daripada bumiputera salah satunya dijelaskan oleh Edward Said dalam bukunya berjudul Orientalisme. Ia memaparkan bahwa orang-orang Barat (Eropa) selalu menganggap inferior orang Timur karena bagi mereka, Timur adalah sesuatu yang eksotis, penuh takhayul, dan tidak rasional. 

Oleh karena itu, Barat menganggap bahwa mereka memiliki peradaban yang jauh lebih tinggi daripada Timur. Nilai harkat kemanusiaan Pribumi pun dipandang sebelah mata, khususnya para Nyai, namun ada nilai kemanusiaan yang masih dipegang erat oleh Pribumi, yaitu kasih sayang kepada anak, dan sikap sopan santun kepada yang lebih tua. Nilai-nilai ini yang bisa menjadi cermin untuk berbenah bagi para pembacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun