Mohon tunggu...
Evi PujiLestari
Evi PujiLestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Evi Puji Lestari ( 029)

Bismillah..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Randall Collins: Sebuah Teori Konflik Mengenai Stratifikasi

25 November 2021   22:20 Diperbarui: 25 November 2021   22:24 2984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Evi Puji Lestari (029)

Sosilogi 

Ilmu sosial dan humaniora

UIN SUKA YOGYAKARTA

Randals Collins lahir pada tanggal 29 juli 1941. Menurut sketsa autobiografis Randall Collins yang terdapat di Buku George Ritzer,  Ayahnya merupakan seseorang yang bekerja di intelejen militer pada akhir perang dunia 2 dan kemudian bergabung dengan Departemen Negara sebagai Perwira yang bertugas di luar negeri. Ketika Collins mulai memasuki masa sekolah, dia dimasukan ke sekolah dasar di New England. 

Dan pada saat itulah Collins mendapatkan suatu pembelajaran mengenai adanya realitas sosiologis lainnya yang hebat, yaitu adanya stratifikasi. Adanya para anak-anak menteri, duta besar di sekolah menyadarkan Collins bahwa status mereka dengannya itu berbeda. Collins melanjutkan pendidikannya di Harvard, di sana dia berungkali mengganti fokus pelajarannya. Akhirnya Collins memilih jurusan dalam relasi sosial, yang mencakup psikologi, sosiologi, dan antropologi.  Dan berakhir dengan mengikuti perkuliahan-perkuliahan dari Talcot Parsons.  

Talcot Parsons sedikit banyak berpengaruh kepada pola pikir Randall Collins, Collins tidak belajar mengenai teori dari Parsons, melainkan teladan mengenai apa yang dapat dilakukan oleh sosiologi ( Ritzer, 2012: 866-867). Collins juga belajar banyak pada teori Erving Goffman, dan Collins mulai melihat bagaimana semua aspek masyarakat - konflik, stratifikasi, dan semua lainnya- dikonstruksi dari ritual-ritual interkasi kehidupan sehari-hari ( Ritzer,2012:868). Karya-karya dari Randall Collins di antaranya Conflict sociology (1975) dan The credential society (1979) yang menjelaskan status inflasioner sistem yang menjerat kita semua. 

Penulis mengenal lebih dalam mengenai teori konflik versi Randall Collins melalui buku karya George Ritzer yang berjudul "Teori Sosilogi : dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern". Hal-hal yang diuraikan dalam buku karya Ritzer antara lain dalam karya Collins yang berjudul conflict sosiology, konflik lebih berorientasi pada level mikro dibandingkan dengan level makro seperti teoritis-toeritis lainnya. 

Seperti yang diungkapkan Collins "sumbangan utama saya kepada teori konflik adalah menambahkan suatu level mikro kepada teori-teori level makro tersebut. Khususnya saya berusaha menunjukan bahwa stratifikasi dan organisasi didasarkan pada interaksi-interaksi kehidupan sehari-hari " (1990:72). Pertama-tama, Collins tidak menggap konflik berdasarkan benar atau salah, lebih tepatnya dia menjelaskan memilih konflik sebagai fokus berdasarkan alasan realitis bahwa konflik mungkin adalah proses sentral di dalam kehidupan sosial ( Ritzer, 2012: 459). Alasan kuat mengapa Collins lebih berfokus kepada individu alih alih masyarakat adalah karena akar-akar teoritis Collins berangkat dari fenomenologi dan etnometodologi. 

Menurut Collins, orang-orang bersifat mementingkan diri; oleh karena itu perbenturan mungkin karena sekumpulan kepentingan pada dasarnya bertentangan ( Ritzer,2010: 462). Pada dasarnya semua orang memiliki kepentingan yang ingin dicapai dan diraih supaya bisa mendapatkan kepuasannya masing-masing. Namun, kita tau sendiri bahwa kepentingan masing-masing orang berbeda-beda sehingga dalam mewujudkan tujuannya, akan dapat mendatangkan konflik di dalamnya. 

Dari pendekatan konflik kepada stratifikasi dapat direduksi menjadi tiga prinsip dasar ( Ritzer,2012: 462), yang pertama adalah Collins percaya bahwa orang hidup di dalam dunia- dunia subjektif yang di bentuk sendiri. Yang kedua, orang lain mungkin memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi, atau bahkan mengendalikan pengalaman subjektif individu. Yang ketiga adalah orang lain sering mencoba untuk mengendalikan individu yang melawan mereka. Hasilnya mungkin adalah konflik antar pribadi

Berangkat dari tiga prinsip dasar di atas, Collins mengembangkan prinsip -prinsip analisis seputar stratifikasi sosial (Ritzer,2012:462), yang pertama adalah Collins percaya bahwa teori konflik harus fokus pada kehidupan nyata dari pada rumusan-rumusan abstrak. 

Kedua, Collins percaya bahwa teori konflik mengenai stratifikasi harus memeriksa susunan-susunan material yang mempengaruhi interaksi. Ketiga, Collins beragumen bahwa di dalam suatu situasi ketidaksetaraan, kelompok-kelompok yang mengendalikan sumber- sumber daya besar kemungkinan mencoba untuk mengeksploitasi kelompok-kelompok yang memiliki sumber daya yang sedikit. Keempat, Collins ingin sang teoritisi konflik melihat fenomena budaya seperti kepercayaan-kepercayaan dan ideal-ideal dari sudut pandang kepentingan, sumber daya, dan kekuasaan.  

Menurut pemahaman penulis, Meskipun Collins lebih berorientasi pada level mikro dan pada level individu, Collins tidak menampik bahwa keduanya baik level mikro dan level makro memiliki proporsinya sendiri-sendiri. sosiologi tidak akan bisa berhasil hanya dengan salah satu nya saja. seperti yang dikemukakan oleh Ritzer ( Ritzer,2012:465), orientasi Collins yang berskala kecil adalah permulaan yang sangat membantu menuju pengembangan suatu teori konflik yang lebih terpadu. 

Mengenai prinsip dasar stratifikasi, orang pada dasarnya hidup di dalam dunia dunia subjektif yang dibentuknya sendiri, di dalam dunianya tersebut tentu orang memiliki tujuan-tujuan, kepentingan yang ingin dicapai demi meraih kepuasan. Untuk meraih kepuasan tersebut, orang akan melakukan apa saja untuk mewujudkannya , entah dengan mempengaruhi, atau bahkan mengendalikan individu lainnya dengan sumber-sumber daya atau kekuatan yang dimiliki demi mewujudkan tujuannya tersebut. 

Meskipun Collins berpendapat orang harus berusaha mewujudkan keinginan, tujuan, kepentingan supaya bisa meraih kepuasan, Collins melihat manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya rasional. Mereka terkadang lemah terhadap daya tarik emosional di dalam usaha mereka menemukan kepuasan ( Ritzer,2012: 462). 

Collins juga berpendapat bahwa aktor dengan sumber daya yang kuat dapat melawan dan mengendalikan paksaan-paksaan material yang dialaminya, aktor dengan sumber daya yang kuat juga dapat mengeksploitasi aktor dengan sumber daya yang lemah demi keuntungan yang ingin dicapainya. Aktor dengan sumber daya yang kuat tadi juga bisa memaksakan ide ide mereka kepada aktor ber sumber daya lemah. 

Contohnya adalah pemerintah dapat memaksa seluruh  rakyatnya supaya mengikuti seluruh peraturan yang dibentuk oleh pemerintah, misal rakyat diwajibkan membayar pajak. Dari contoh tadi aktor yang bersumber daya kuat yakni pemerintah dapat mengendalikan, mengeksploitasi, dan memaksakan ide ide kepada aktor ber sumber daya lemah yaitu rakyat. Collins juga memperluas cakupan stratifikasi kepada ranah-ranah sosial yang lain, misalnya Collins memperluas analisisnya mengenai stratifikasi kepada jenis kelamin dan kelompok usia ( Ritzer,2012: 464). Contohnya, di dalam keluarga, laki laki akan mendominasi perempuan. 

Contoh kasus stratifikasi dalam kehidupan penulis adalah ketika penulis masih duduk di bangku SMA, di dalam sekolah tersebut siswanya  masih sangat mementingkan senioritas ( dalam hal negatif), misalnya  siswa junior dianggap masih baru dan harus hormat kepada senior. Tidak jarang banyak senior yang bertindak sewenang-sewenang seperti melabrak juniornya bahkan untuk masalah yang sebenarnya sepele. 

Tidak jarang juga senior memanfaatkan masa orientasi sekolah ( MOS) sebagai ajang untuk mengerjai juniornya sebagai wujud balas dendam atas tindakan yang pernah mereka alami dulu oleh seniornya juga. Tujuannya jelas, untuk menunjukan power nya sebagai senior dan menganggap dia memiliki hak untuk melakukan hal seperti itu.  Junior memang seharusnya menghormati seniornya, tetapi tidak seharusnya senior memanfaatkan "status senior" hanya untuk ajang menindas dan menunjukan powernya kepada juniornya. Padahal sebenarnya semua siswa adalah sama, dan senior seharusnya menunjukan sikap yang baik supaya dicontoh oleh juniornya.

Referensi

Ritzer, George. 2012. "Teori sosiologi: dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern". Yogyakarya : Pustaka Pelajar (edisi ke delapan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun