Evi Puji Lestari (029)
Sosiologi A
Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Stabilisasi ekonomi merupakan prasyarat dasar yang dibutuhkan untuk terciptanya kesejahteraan rakyat. Adanya ketidakstabilan akan mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat, baik swasta maupun unit paling kecil yaitu keluarga. Dalam kasus bagaimana suatu daerah menjaga stabilitas sistem sosial masyarakat khususnya sistem ekonomi, penulis mewawancarai seorang narasumber yang dirasa  cocok dan mengetahui mengenai seluk beluk dari struktur desa Bangunreja.Â
Nama narasumber nya  adalah bapak Sugiyono, beliau merupakan kepala desa Bangunreja sekarang. Bapak Sugiyono menjabat sebagai kepala desa sejak 2016, dan akan berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 nanti. Dalam Proses wawancara, penulis datang langsung ke balai desa untuk bertemu dengan bapak Sugiyono, dan selanjutnya meminta izin untuk melakukan wawancara dengan beliau. Penulis mendapat respon yang sangat positif dari Bapak Kades beserta staf stafnya, sehingga bisa langsung melakukan wawancara tanpa hambatan yang berarti. Wawancara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, dan selesai kira kira jam 10.45 WIB.
Alasan Penulis memilih narasumber tersebut adalah penulis merasa  narasumber pasti paham akan kondisi sistem sosial desa dimana dia memimpin dan beliau pastinya memiliki informasi terkini seputar sistem sosial di desa Bangunreja.  Apalagi dengan adanya krisis ekonomi yang lumayan berat di awal -awal pandemi covid -19, tentu saja beliau pasti sudah lumayan berpengalaman dalam mengatasi paceklik yang melanda desa. Itulah alasan yang paling utama mengapa penulis memilih narasumber tersebut. Penulis juga ingin men challenge diri sendiri,  Dengan melakukan wawancara dengan orang nomer satu di desa, yaitu kepala desa, penulis berharap akan bisa membuka diri dengan lingkungan sekitar dimana penulis tinggal serta akan meningkatkan self esteem penulis agar keluar dari zona nyaman.
Mengenai data data yang di dapat dari informan seputar sistem sosial terutama ekonomi, penulis mengetahui bahwa sektor perekonomian di desa Bangunreja sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat adanya covid-19. Khususnya bagi masyarakat kecil seperti petani, pelaku usaha mikro, pengrajin batu bata, pekerja serabutan, dan yang lainnya. Bagi usaha mikro masalah muncul lantaran tidak bisa berjualan , sehingga tidak ada pemasukan padahal kebutuhan akan selalu ada.Â
Bagi para petani, hasil panen yang menurun serta anjloknya harga jual padi menjadi alasan menurunnya penghasilan. Belum lagi kesulitan dalam mendapatkan pupuk juga menjadi alasan petani semakin susah, semakin langka pupuk maka akan semakin mahal pula pupuk yang tersedia. Masalah lain muncul ketika banyak orang yang pulang ke Desa akibat di kehilangan pekerjaan atau diberhentikan secara paksa di tempat perantauan mereka, sehingga menambah jumlah pengangguran di desa.
Kebijakan yang dilakukan desa untuk menjaga kestabilan perekenomiannya antara lain dengan melakukan penyuluhan kepada pelaku usaha mikro untuk melakukan perdagangan secara online, sehingga mereka bisa beradaptasi dengan keadaan yang baru dan tidak berhenti berjualan sehingga tetap mendapat penghasilan.Â
Saat masa pandemi seperti ini, pertanian adalah sektor penopang bagi ketahanan pangan ( food security ), Setidaknya masyarakat tidak akan kekurangan pangan dengan bertahannya sektor pertanian. Bagi sektor pertanian, desa merupakan wadah bagi para petani sehingga desa sebisa mungkin  memenuhi semua kebutuhan pertanian, seperti pupuk, benih, dll dengan bekerja sama dengan dinas terkait agar kebutuhan pertanian tercukupi dan memudahkan petani dalam memperoleh pupuk sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam pemupukan, yang mana akan sangat berpengaruh terhadap tanaman padi. Selain itu, desa juga mengadakan sensus untuk pembuatan kartu tani, dimana kartu tersebut berfungsi sebagai syarat penerimaan bantuan pupuk atau garem yang diberikan oleh pemerintah secara rutin minimal satu tahun sekali.Â
Sebelum adanya pandemi Covid-19, desa Bangunreja juga pernah beberapa kali mengalami paceklik parah. Diantaranya adalah saat kemarau panjang dan desa mengalami kekeringan parah, saat itu kira kira sekitar tahun 2018. Air bersih sangat langka karena sebagian besar masyarakat Bangunreja masih menggunakan sumur sebagai sumber mata air yang utama, kekeringan berlangsung lumayan lama hampir 6 bulan lebih, dan pada saat itu yang bisa desa lakukan adalah dengan memberikan air bersih gratis setiap beberapa hari sekali.Â
Mobil bertangki yang membawa air akan berkeliling desa, dan masyarakat akan antri didepan rumah masing-masing menunggu giliran. Paceklik lainnya terjadi karena adanya banjir besar, hampir 50 % petani gagal panen karena tanaman padi terendam banjir. Lamanya banjir yang hampir setengah bulan membuat tanaman padi yang hampir panen mati. Sejak saat itu, Desa melakukan normalisasi kali secara rutin dengan mengeduk kali sehingga mengurangi peluapan air, minimal satu tahun sekali. Dan terbukti, banjir sudah jarang terjadi dan meskipun terjadi pasti tidak akan lama.Â
Karena mayoritas warga Bangunreja berprofesi sebagai petani, maka mempertahankan sektor pertanian menjadi hal yang sangat penting, selain untuk mencegah bertambahnya pengangguran, ketersediaan pangan juga menjadi faktor penting, bukan hanya untuk warga Bangunreja saja, tetapi untuk diluar Desa Bangunreja juga. Pertanian memang menjadi faktor paling utama yang harus dipertahankan, namun bukan menjadi satu-satunya. Â
Setiap komponen harus bisa bersinergi supaya bisa berjalan dengan baik, ada banyak sektor diluar pertanian yang harus dipertahankan karena menjadi kekuatan dan identitas desa Bangunreja, seperti produksi batu bata. Desa Bangunreja terkenal akan produksi batu batanya, ada lebih dari 300 pengrajin batu bata di sekitar kali cibereum, dan hal tersebut juga patut untuk dijaga agar pengrajinnya bisa terus sejahtera dan menjadi ikonik dari desa Bangunreja.
Berdasarkan hasil wawancara diatas, penulis mengaitkannya dengan salah satu teori sistem sosial, yaitu miliki Talcot Parsons. Alasannya adalah didalam sebuah sistem, terdapat sub sistem-sub sistem yang saling terkait dan berhubungan, juga saling mempengaruhi satu sama lain. Sebuah sistem sosial bisa berjalan dengan syarat adanya AGIL ( Adaptation, Goal, integration, latency).Â
Dalam hal ini, adanya perubahan sosial akibat pandemi mengakibatkan sistem harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru  dan mengadaptasi lingkungan tersebut guna memenuhi kebutuhannya dan bisa terus bertahan. Sebuah sistem pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai dan akan berusaha untuk mencapainya, selama masa pandemi, masyarakat hanya memiliki satu tujuan yaitu bertahan hidup dan mempertahankan kestabilan ekonominya.Â
Dan untuk mencapai tujuan tersebut, mereka akan berusaha sekuat mungkin untuk mewujudkannya. Jika sistem ingin bertahan di masa yang sulit ini, maka dia juga harus bisa mengatur hubungan kesaling-ketergantungan antar komponen pembentuk masyarakat supaya bisa berfungsi dengan baik, dalam hal ini pemerintahan desa berusaha sebaik mungkin menjaga kestabilan ekonomi masyarakatnya agar bisa tetap hidup  dengan melakukan berbagai cara seperti penyuluhan, pemberian subsidi pupuk dan benih, dll. Dan setiap masyarakat harus mempertahankan , memperbaiki , dan memelihara pola-pola yang sudah ada sehingga kestabilan yang sudah dibangun akan terus berlangsung.
Skema tindakan dari teori sistem Talcot Parsons adalah adanya aktor, tujuan, situasi, standar standar normatif. Dalam kasus ini, aktor adalah masyarakat dan pemerintahan desa. Yang keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kestabilan ekonomi ditengah situasi Pandemi. Dan untuk mewujudkan tujuan tersebut, harus memenuhi standar-standar normatifnya terlebih dahulu.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI