Mengasuh anak di era modern bukanlah perkara mudah. Teknologi yang berkembang pesat, perubahan nilai sosial, serta tekanan dari lingkungan membuat pola asuh menjadi lebih kompleks dibandingkan generasi sebelumnya. Orang tua sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti kurangnya pengetahuan parenting, perbedaan pola asuh dengan pasangan, hingga pengaruh lingkungan yang semakin kuat.
Menurut laporan terkini Radar Solo, banyak orang tua milenial dan Gen Z merasa bingung antara memberikan kebebasan eksplorasi kepada anak dan menjaga mereka dari pengaruh negatif dunia digital. Di sisi lain, Kasandra Putranto, psikolog forensik dari Universitas Indonesia, menekankan pentingnya orang tua menyelaraskan pola asuh dengan tantangan zaman agar anak tetap berkembang secara optimal.
Praktisi dan peneliti neuroscience, dr. Aisyah Dahlan, juga menekankan bahwa orang tua harus memahami karakteristik anak sesuai dengan perkembangan otaknya. Menurutnya, mendidik anak harus dilakukan dengan kelembutan, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 159:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal." (QS. Ali Imran: 159)
Ayat ini mengajarkan bahwa kelembutan dalam mendidik anak lebih efektif dibandingkan dengan sikap keras dan kasar. Oleh karena itu, pola asuh yang penuh kasih sayang dan komunikasi yang baik akan lebih berhasil dalam membentuk karakter anak.
Lantas, bagaimana cara orang tua menghadapi tantangan ini?
Kurangnya Pengetahuan Parenting
Di tengah derasnya arus informasi, ironisnya, banyak orang tua masih mengandalkan pola asuh berdasarkan pengalaman masa lalu atau sekadar mengikuti tren tanpa memahami prinsip parenting yang benar. Akibatnya, pola asuh yang diterapkan bisa tidak sesuai dengan perkembangan psikologi anak.
Dampaknya? Anak mungkin mengalami tekanan emosional, kurang percaya diri, atau bahkan kesulitan bersosialisasi karena metode pengasuhan yang tidak tepat. Sebagai contoh, banyak orang tua yang masih menggunakan pola asuh otoriter dengan alasan "dulu saya juga dididik seperti ini dan baik-baik saja," padahal penelitian menunjukkan bahwa pendekatan yang terlalu keras bisa menurunkan rasa percaya diri anak.
Menurut dr. Aisyah Dahlan, memahami perkembangan otak anak menjadi kunci dalam pola asuh yang lebih efektif. Orang tua harus menyelaraskan cara mendidik dengan cara berpikir anak dan memberikan bimbingan tanpa kekerasan.
Solusi: Orang tua perlu meningkatkan pengetahuan tentang parenting melalui buku, seminar, atau komunitas yang kredibel. Dengan memahami tahap perkembangan anak, orang tua dapat menerapkan pola asuh yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai fundamental keluarga.