Memenuhi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan yaitu tujuan dari aktifitas ekonomi islam, dan usaha untuk pencapaian tujuan tersebut merupakan salah satu kewajiban dalam agama. Siddiqi (1979) menyatakan, bahwa tujuan aktifitas ekonomi yang sempurna menurut islam antara lain:
Memenuhi kebutuha hidup seseorang secara sederhana
Memenuhi kebutuhan keluarga
Memenuhi kebutuhan jangka panjang
Menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan dan
Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan allah.
Beberapa pandangan tersebut mempunyai satu tujuan yaitu, untuk mewujudkan kemaslahatan dalam kehidupan kemasyarakatan.
Adapun beberapa sifat maslahah antara lain:
Maslahah bersifat subyektif, dalam arti setiap individu menjadi hakim masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Kriteria maslahah ini ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu. Misalnya jika bunga bank memberi maslahah bagi diri dan usahanya namun syariah telah menetapkan keharaman bunga bank tersebut. Maka penilaian individu tentang kemaslahatan itu menjadi gugur.
Maslahah orang per orang akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep pareto optimum yaitu keadaan optimal dimana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraanya tanpa menyebabkan penuruna kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
Dalam konteks ini konsep maslahah sangat tepat untuk diterapkan bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang mencakup kebutuhan dlaruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Masing-masing tujuan yang ingin dicapai oleh islam yaitu penjagaan terhadap lima hal, yaitu, agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. Dengan cara memenuhi kebutuhan kelima hal diatas yang apabila tidak tercukupi akan membawa kerusakan bagi kehidupan manusia.
Penentuan dan pengukuran maslahah bagi konsumen
Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang bermaslahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi.Â
Dalam al-quran allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (kebaikan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji sawi. Dengan demikian dapat ditafsirkan maslahah yang diterima merupakan perkalian antar pahala dan frekuensi kegiatan tersebut.Â
Demikian pula dalam hal konsumsi, besarnya berkah yang diteriam oleh konsumen tergantung frekuensi konsumsinya. Semakin banyak barang atau jasa halal-tayyib yang dikonsumsi. Maka akan semakin besar pula berkah yang diterima.
Daftar Pustaka:
Rivai Zainal. Viethzal, Huda. Nurul, Ekawati. Ratna, Vandayuli Riorini. Sri. 2018. EKONOMI MIKRO ISLAM. Jakarta. Bumi Aksara.
Aziz. Abdul. 2008. Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Yogyakarta. Graha Ilmu.
(P3EI) Pusat Pengkajian dan Pengebangan Ekonomi Islam. 2008. EKONOMI ISLAM. Jakarta. PT RajaGrafido.
Yunia Fauzia. Ika. 2014. PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM PRESPEKTIF MAQASHID AL- SYARI'AH. Jakarta. PRENAMEDIA GROUP.
Fordebi. Adesy. 2016. Ekonomi dan Bisnis Islam : Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta. PT RajaGrafindo.