" Sebelumnya ibu minta maaf, ibu mau Mala tidak dulu menyela kalimat ibu ,dengarkan ibu sampai selesai".Rayu ibu dengan suara lembutnya yang merupakan cari khas ibu ketika berbicara dengan siapapun.
"Siap..". Lagi-lagi Rasmala menjawab ibu seperti menjawab komandan upacara disekolah.
 Ibu tersenyum dan sekilas mengusap kepala Rasmala.
"Sayang...Rasmala tahu Pak guru Ruslan ?". Rasmala mengangguk karena dia tahu betul terhadap nama yang disebutkan ibu. Pak Ruslan wali kelasnya disekolah.Â
"Beliau ada niat baik.....mau menikah dengan ibu."Ibu diam sejenak sambil memperhatikan ekspresi Rasmala.Â
"Ibu merasa sudah siap menikah lagi dengan harapan kedepannya Pak Ruslan menjadi suami yang baik bagi ibu dan ayah yang baik bagi Rasamala, menurut Rasmala bagaimana? ."Â
Entah apa perasaan yang dirasakan Rasmala, yang pasti ada rasa sedih dan juga rasa kasihan kepada ibu. Sedih yang kalau diberi izin diungkapkan ingin rasanya dia menangis, akan tetapi terhalang rasa sayangnya terhadap ibu, takutnya nanti ibu yang justru menangis. Dengan usianya sekarang dia harus memahami orang dewasa, merasakan keinginan ibu dan mengambil keputusan untuk kebahagiaan ibu. Dia memberanikan diri berbicara.
"Ibu....kalau Mala setuju saja, asal ibu bahagia." Pandangannya menunduk menyembunyikan air mata yang masih tertahan.Â
Ibu memeluk Rasmala, pelukan menyuarakan maaf dan harapan Rasmala dapat menerima keputusannya. Ada sakit didada ibu mengingat ini luka kedua kali bagi Rasmala. Sakit yang pertama ketika Rasmala mengetahui ayahnya menikah lagi, tanpa memberi tahunya. Waktu itu Rasmala memeluk ibu dan menangis dipelukan ibu.Â
Sakit yang tak akan dirasakan oleh anak yang mempunyai orang tua utuh dan bersatu. Sakit yang mendalam seperti luka tak ada obat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H