Mohon tunggu...
Evin
Evin Mohon Tunggu... Tutor - Writer

Tertarik pada konten yang menarik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pentingnya Edukasi Adab, demi Menghindari Kekerasan di lingkungan Sekolah

8 Oktober 2024   16:52 Diperbarui: 8 Oktober 2024   16:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa edukasi adab dan budi pekerti begitu penting dipelajari?  Tentunya, kita nggak mau kan sekolah jadi arena tinju atau ajang bully-membully.

Coba bayangkan, masa sekolah yang harusnya jadi tempat kita nambah ilmu malah jadi tempat yang bikin kita takut? Nggak enak kan! Tapi sayangnya, akhir-akhir ini banyak nih berita tentang kekerasan di sekolah. Mulai dari tawuran antar pelajar, bullying, sampai kasus-kasus yang bikin kita geleng-geleng kepala.

Sering terdengar ada murid jadi korban bully di sekolahnya. Katanya, dia sampai nggak mau masuk sekolah gara-gara takut sama temen-temen sekelasnya. Lah, kok bisa gitu? Nah, ini nih yang bikin kita mikir, ada apa sebenernya sama dunia pendidikan kita?

Ngomongin soal adab, mungkin ada yang mikir "Ah, paling cuma sopan santun aja". Tapi sebenarnya, adab itu lebih dari sekedar bilang 'permisi' atau 'terima kasih' lho. Adab itu tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain dengan hormat dan baik.
Saya inget betul, waktu masih sekolah dulu, ada guru yang selalu ngajarin kita buat saling menghargai. Beliau bilang, "Kalau kamu mau dihargai, hargai dulu orang lain". Simpel kan? Tapi efeknya luar biasa. Kelas kita jadi paling kompak seangkatan!

Mengapa Kekerasan Masih Terjadi?

Nah, pertanyaannya sekarang, kalau adab itu penting, kenapa masih banyak kekerasan di sekolah? 

Ada yang bilang karena kurangnya pengawasan dari orang tua dan guru. Ada juga yang nyalahin pengaruh media sosial dan game online yang penuh kekerasan. Tapi menurut saya, akar masalahnya lebih dalam dari itu.
Kita hidup di zaman di mana nilai-nilai kayak empati dan toleransi kadang dianggap sepele. Anak-anak zaman sekarang lebih sering ngeliat contoh kekerasan di TV atau internet daripada contoh orang yang berbuat baik. Jadinya, mereka mikir kalau hal semacam itu merupakan hal yang normal.

Nah, sekarang pertanyaannya, siapa sih yang bertanggung jawab buat ngajarin adab ke anak-anak? Orang tua? Guru? Atau mungkin influencer di sosmed?

Jawabannya, semua pihak punya peran masing-masing. Orang tua jelas punya peran paling penting. Mereka yang pertama kali ngajarin anak-anak tentang baik dan buruk. Tapi guru juga nggak kalah penting. Mereka yang ngeliat langsung gimana anak-anak berinteraksi di sekolah.

Nah, sekarang kita udah tau nih pentingnya edukasi adab. Tapi gimana caranya biar anak-anak tertarik buat belajar? Masa iya kita cuma ceramah aja? Bosen kan ya!

Ada beberapa ide yang mungkin bisa dicoba:

Role-playing, bikin drama singkat tentang situasi bullying atau konflik di sekolah. Suruh anak-anak main peran dan cari solusinya bareng-bareng.

Proyek Sosial, ajak anak-anak bikin proyek yang bermanfaat buat orang lain. Misalnya, bersih-bersih lingkungan atau bantu panti asuhan. Ini bisa ngajarin mereka empati dan kerja sama.

Diskusi Film, nonton bareng film yang punya pesan moral bagus, terus diskusiin bareng-bareng. Bisa jadi cara asik buat bahas nilai-nilai kayak persahabatan dan toleransi.

Mentor Sebaya, bikin program di mana kakak kelas jadi mentor buat adik kelasnya. Ini bisa ngajarin tanggung jawab dan kepemimpinan.

Media Sosial Positif, ajak anak-anak bikin konten positif di sosmed. Misalnya, video singkat tentang anti-bullying atau quotes inspiratif.

Tapi, kita juga harus realistis nih. Mengubah budaya dan kebiasaan itu nggak gampang. Pasti ada aja tantangan yang harus dihadapi.
Salah satu masalah terbesar adalah konsistensi. Percuma kita ngajarin adab di sekolah kalau di rumah atau di lingkungan sekitar anak-anak masih ngeliat contoh yang nggak baik. Makanya, kerjasama antara sekolah dan orang tua itu penting.

Terus, ada juga masalah keterbatasan sumber daya. Nggak semua sekolah punya guru BK atau program khusus buat ngajarin adab. Belum lagi kalau gurunya sendiri nggak paham gimana cara ngajarin adab yang efektif.

Nah, di era digital kayak sekarang, teknologi juga bisa jadi alat yang powerful buat ngajarin adab. Coba, kita bikin game edukasi yang seru tentang adab. Atau mungkin aplikasi yang bisa ngasih reward tiap kali anak-anak ngelakuin perbuatan baik.
Saya pernah denger ada sekolah di Bandung yang bikin sistem poin digital. Jadi, setiap murid punya akun, dan mereka bisa dapet poin kalau ngelakuin hal-hal positif kayak nolongin temen atau aktif di kelas. Seru kan?

Akan tetapi, yang paling penting sebenernya bukan cuma ngajarin adab, tapi juga membangun komunitas yang peduli. Sekolah harus jadi tempat di mana semua orang merasa aman dan dihargai.

Nah, kita udah bahas panjang lebar nih soal pentingnya edukasi adab di sekolah. Intinya, ini bukan cuma tugas guru atau orang tua aja. Kita semua punya peran.

Buat kalian yang masih sekolah, cobalah mulai dari hal-hal kecil. Sapa temen yang biasanya sendirian, tolongin yang kesulitan, atau sekedar senyum ke orang yang berpapasan di koridor. Percayalah, hal-hal kecil kayak gitu bisa bikin perubahan besar.

Dan buat yang udah nggak sekolah, kita juga bisa lho jadi contoh yang baik. Inget, adab itu bukan cuma buat anak sekolah. Di dunia kerja, di jalanan, bahkan di sosmed, kita tetep harus jaga adab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun