Mohon tunggu...
Evi Indrawanto
Evi Indrawanto Mohon Tunggu... Entrepreneur -

Menulis agar tak melupakan. http://eviindrawanto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Kondenya Aja yang Gede!

21 April 2011   11:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_103946" align="alignleft" width="282" caption="Hari Kartini yang identik dengan Konde dan Kebaya"][/caption] Hari ini 21 April 2011. Salon-salon sejak subuh pasti penuh anak-anak, remaja puteri dan ibu-ibu yang mau cantik hari ini.  Sasak rambut, konde dan make up sasaran utama. Mbak-mbak yang kurang trampil tapi nekat kerja di salon pasti gemetaran  kerja dibawah pengawasan berpasang mata kritis. Harap maklum hari ini semua wanita ingin tampil cantik. Harap maklum hari ini  baju bodo, kebaya dan baju dari seluruh nusantara akan berkibar dimana-mana. Lalu sekolah membuat upacara yang penuh pidato. Mengenang jasa wamota kelahiran Jepara 21 April 1879. Bagaimana surat-suratnya yang penuh kegelisahan memprovokasi pemikiran pendidikan untuk perempuan. Dia beragumen  bahwa kesempatan mendapat pendidikan antara lelaki - perempuan mestinya sama. Selesai upapacara ada lomba masak, merangkai bunga, atau membuat ketrampilan tangan lainnya. Sekitar pukul 12 seluruh upacara selesai. Anak-anak bubar untuk kembali mengulang hal serupa tahun berikutnya.

Hanya itu?

Iya begitulah. Peringatan hari Kartini  memang hanya soal upacara, pidato, kebaya, konde dan lomba masak. Jika pendidikan kaum wanita sama dengan buah mangga, festival mengenang gagasan Kartini cuma di kulit saja. Ide kesetaraan gender   jarang bahkan tidak pernah disentuh.

Mungkin perasaan saya saja,  pada hari Kartini, sekolah jarang  mengadakan lomba karya ilmiah bagi para remaja puteri. Atau  lomba membuat proyek  yang  sifatnya merangsang intelektualits. Seperti meminta ide dalam memajukan pendidikan bangsa.  Lomba memasak dan merangkai bunga bukan tidak bermanfaat. Namun lihat  realita sekeliling. Wanita-wanita diseluruh dunia terutama mereka yang memegang kunci-kunci penting dalam kepemimpinan masyarakat, tidak harus pandai disektor domestik untuk menyandang predikat wanita baik-baik.

Sekolah sebagai satu institusi resmi dalam transfer ilmu mestinya lebih cerdik. Memanfaatkan  momen Hari Kartini untuk merubah cara berpikir para peserta didiknya. Sekolah mestinya  mampu melihat dan merumuskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bahwa Indonesia yang berbasisnegara agraris baru beranjak sedikit ke era industry tapi sekarang dipaksa masuk ke era teknologi dan informasi. Gak aneh dunk kalau kemudian termegap menelusuri lorong peradaban.

Dalam jaman kegelapan ini tuntunan terhadap peran perempuan semakin rumit. Rahim dan kelenjar air susunya menghendaki mereka tetap di sektor domestik. Disisi lain pendidikan membuka pintu terhadap berbagai kesempatan yang tidak terbayang sebelumnya. Kondisi itu menuntut perempuan meninggalkan rumah.

Dari sinilah sekolah seharusnya masuk. Diantara peran domestik dan publiknya itu perempuan tidak perlu seperti pelanduk yangterjepit ditengah.Sekolah lah yang mestinya memprovokasi pemikiran baru. Misalanya dalam rumah tangga peran lelaki dan perempuan berimbang. Yang kebanyakan terjadi sekarang, bila rumah tangga memerlukan pengayom maka perempuanlah yang dianggap “pantas” mengorbankan aktivitasnya di luar rumah.

Halnya peran publik, perempuan seharusnya  mendapatjabatan resmilewat ajang kapasitasnya. Baik  intelektual maupun kepemimpinan. Bukannya jatah-jatahan quota seperti  yang terjadi sekarang.

Eranyanya sudah datang bahwa  memperingati Hari Kartini tidak lagi sebatas hari kebaya dan konde nasional . Momen tanggal 21 April dimanfaatkan sebagai “Hari Pencerahan Wanita Indonesia”. Hari ini kaum puteri dibawa melihat dirinya dalam kancah sosial. Dimana posisi mereka,  peran apa yang dimainkan agar berdampak postif. Tak hanya bagi kemajuan karakter  pribadi tapi juga keluarga dan bangsa.

Keterdidikan kaum perempuanakan berdampak hebat pada cara kita berbangsa. Dan saya yakin bila perempuan  mendapat kesempatan belajar secara merata tidak akan ada kisah memilukan seperti penyiksaan TKW di luar sana. Sebab hanya tenaga  kerja terampil yang akan dikirim keluar.

Salam,

-- Evi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun