Mohon tunggu...
Evi Ghozaly
Evi Ghozaly Mohon Tunggu... Konsultan - | Penulis | Praktisi pendidikan | Konsultan pendidikan |

Tebarkan cinta pada sesama, melalui pendidikan atau dengan jalan apapun yang kita bisa.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Joker

5 Oktober 2019   17:28 Diperbarui: 5 Oktober 2019   20:31 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: batman-news.com

Rabu malam lalu saya dan anak mertua nonton  film Joker ini. Hari pertama pemutaran, tiga studio penuh nuh. Setelah seharian manggung, ropat rapat dan konsultasi, saya pengin donk tidur didalam.

Dingin, kenyang, saya lalu bersiap nyender di bahu sebelah kanan. Eits, ternyata nggak bisa. Dari awal sampai akhir, film ini membuat saya mikir dan terus ingin melek. Sutradaranya pinter banget menyeret emosi hingga naik turun ngepot, lalu mengaduk-aduk perasaan hingga ngambleh.

Geram, melihat Arthur berkali dibully kanan kiri. Dilecehkan, disiksa. Kasihan, mengikutinya bertahan dalam trauma. Nelangsa, ketika luka-luka masa lalu itu dia simpan rapi demi agar bisa mengabdikan diri pada sosok yang sangat dia cintai, ibunya. Namun ternyata, satu-satunya alasan yang membuat dia terus merawat akal sehat itu, melukainya dengan sangat telak.

Arthur meradang. Semua lukanya kembali menganga. Hingga dia memutuskan untuk menghempaskan diri dalam kegilaan yang paling dalam. Semua yang pernah menyakiti, dia habisi. Dengan tenang, sangat tega, sambil tertawa. Sahabat dekat ditusuk gunting, orang yang baru dikenal ditembak, ibunyapun dia bekap hingga kehabisan nafas.

Sesekali saya merem karena ketakutan melihat Arthur enteng banget menujah. Tapi kemudian ikut merasa ngilu. Perih.

Benar, akibat bullying itu sangat dahsyat. Benar, justru orang terdekat yang paling kita sayangilah, yang memiliki kesempatan luas untuk menyakiti kita. Benar, kekerasan dan kebencian itu menular. Bahkan seperti kayu bakar kering, segala dendam dan sakit hati akan sangat mudah tersulut. Menumpahkan darah. Membakar kota. Menghanguskan peradaban.

Dan benar, keluar dari studio, saya nggliyeng. Jedhug-jedhug. Butuh dua hari untuk saya bisa menulisnya, disini. Itupun dengan drama ketakutan setiap sendirian.

Nah. Kalau panjenengan orang dewasa, pendidik, psycholog, terapis, konselor, pernah meremehkan dampak bullying, silakan nonton film ini. Jangan sendirian ya. Karena panjenengan butuh tangan untuk dipegang, dipithes, dan nutup mulut saat hendak menjerit.

- MBK, 05.10.2019 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun