Mohon tunggu...
Evi Erlinda
Evi Erlinda Mohon Tunggu... Bio-Human Medicine -

Menetap di Baton Rouge, USA.\r\nBekerja di Our Lady of the Lake Regional Medical Center. Hospital.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Stereotype Asia: Penghasilan Tinggi, Pintar Berhitung, Tak Pandai Memimpin

3 Mei 2016   18:35 Diperbarui: 3 Mei 2016   20:29 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Grafik-01. Index posisi executive pada industry teknologi tinggi di Silicon Valley, California (Sumber: Ascend Foundation, 2015)

Di Amerika Serikat, setiap etnik punya stereotype masing-masing (satu etnik memberikan penilaian subjektif terhadap etnik lainnya). Ada yang positif, ada pula yang negatif. Khusus untuk Asia, di mata etnik lain, dipandang sebagai etnik yang berpenghasilan tertinggi karena “pintar berhitung.” Tapi, kelemahannya  kurang leadership (tak pandai memimpin). Sehingga posisi executive dan manager diborong orang orang kulit putih.

Padahal, semua orang tahu kalau turunan Asia itu di sekolah atau kuliah selalu unggul dalam hal nilai dan indek prestasi kumulatif (IPK). Memiliki ijazah di bidang medical, hukum dan engineering, sehingga gajinya melampaui etnik manapun di Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Ascend Foundation tahun 2015, kalau ada pelamar, Asia dan kulit putih dengan kualifikasi sama persis atau bahkan kualifikasi Asia lebih unggul, maka yang kulit putih yang dianggap punya potensi untuk mendapatkan posisi eksekutif, bahkan manajer di kemudian hari.

Dari Grafik-01 di atas, posisi ekskutif didominasi oleh kulit putih (pria dan wanita), kemudian pria turunan latin. Lelaki Asia malah kalah dibandingkan dengan perempuan kulit putih. Data ini diambil dari ekskutif yang bekerja di Silicon Valley, koridor industri teknologi tinggi.  

Sebelum saya lanjutkan tulisan ini, harus dibedakan antara stereotype dan diskriminasi. Steoreotype lebih kepada generalisasi suatu etnik. Contohnya, maaf, tidak bermaksud menyinggung etnik manapun. Dulu waktu kuliah di Unpad, Bandung, teman dari Sulawesi selalu bilang: ”Dia kan orang jawa, kerisnya di belakang.” Terus, teman Jawa menjawab: ”Gimana nusuknya, kalau keris di belakang? Main dari belakang mana enak.”

Teman Kompasianer, Boyke Abdillah, dalam komennya di salah satu artikel saya: ”kalau nawar sama orang minang lebih separuh harga bisa digebuk.” Tjiptadinata, Kompasianer senior dalam salah satu komennya : ”bukan orang Minang, kalau tidak berbisnis.”

Itulah yang dimaksud dengan stereotype. Padahal, mana ada orang Jawa bawa-bawa keris. Tergantung cara kita menawar dengan orang Minang, bisa saja dilepas lebih separuh harga (kalau itu harga pokok atau sudah lama barangnya nggak laku laku). Ternyata teman saya yang orang Minang, menjual restoran agar bisa menyogok untuk jadi PNS. Banyak orang Minang bangga menjadi diplomat.

Apa yang dikatakan teman Sulawesi, Boyke Abdillah, dan Tjiptadinata adalah stereotype atau generalisasi. Anggapan umum terhadap etnik tertentu. Bisa menguntungkan, bisa pula merugikan. Tegantung situasi, kondisi, apa tujuannya dan kasus per kasus.  

Penghasilan Etnik Asia Paling Tinggi

foto02-57288b6fdd937314096b81b6.jpg
foto02-57288b6fdd937314096b81b6.jpg
Grafik-02. Gaji rata rata etnik Asia unggul dibandingkan dengan etnik lainnya (Sumber: www.aauw.org)

Kecuali untuk suku Indian, semua etnik (putih, hitam, Latin, Asia, Yahudi, Arab dan sebagainya) adalah immigrant (pendatang). Bangsa penumpang di negeri orang. Persaingan sangat ketat diantara para pendatang ini. Tapi, stereotype tertentu yang ada pada etnik tertentu “menghalangi” etnik tertentu tersebut untuk mengisi posisi tertentu.

Meskipun etnik Asia dianggap tidak berbakat menjadi pemimpin, tapi gaji mereka mengungguli etnik lainnya (lihat Grafik-02 di atas).  Penghasilan rata rata etnik Asia setahun adalah AS$ 60.425 (Rp 785 juta), sedangkan kulit putih hanya AS$ 53.267 (Rp 692 juta).

Pendapatan etnik Asia lebih besar sekitar Rp 200 juta dibandingkan dengan kulit putih. Penghasilan terendah adalah turunan Spanyol (Latin), sebesar AS$ 32.272 (Rp 420  juta), bandingkan dengan kulit hitam sebesar AS$ 37.570 (Rp 486 juta).

Pengalaman Pribadi

foto03-57288c38dd937390096b81a6.jpg
foto03-57288c38dd937390096b81a6.jpg
Boneka yang bisa menangis (Sumber: dokpri)

Dulu waktu kuliah, ada nama mata kuliah pharmacology. Diantara materi kuliah adalah menghitung jumlah dosis obat yang akan disuntikkan ke pasien. Teman teman Amerika sangat “kerepotan” bagaimana mengubah angka-angka dari system imperial (British) ke system metrik (internasional). Maksudnya mengkoversi dari jumlah sendok, gelas dan pound ke angka mg, ml, dan kg. Kemudian menghitung obat yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi pasien (sakit, usia, tekanan darah, berat tubuh, dan sebagainya.)

Sebelum ke pasien, tentu saja dipraktekkan ke boneka. Lihat boneka di atas, dia bisa menangis, tersedu sedan atau meraung.  Setiap mahasiswa diberi kesempatan mendiagnosa sakit si boneka, kemudian menghitung dosis obat. Jika sakit si boneka, jenis obat dan dosisnya tepat diketahui, maka setelah disuntik si boneka akan diam.

Umumnya teman teman salah dalam menghitung dosis obat. Si boneka bukannya diam, tapi meraung raung. Giliran saya, selalu professor akan bilang: ”See Evi, what she did.” Anehnya, di tangan saya si boneka itu “diam” tak berbunyi. Teman teman kemudian serentak bilang: ”Ms.Evi is an Asian. Excellent in math”

Rupa rupanya, memang benar bahwa “stereotype” orang Asia itu di mata orang Amerika adalah “pintar” berhitung. Dan kebetulan tepat ketika ke saya! Setiap materi kuliah yang ada hitung hitungnya, professor selalu bilang : ”Evi.. teach your friends!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun