Mohon tunggu...
Evi Erlinda
Evi Erlinda Mohon Tunggu... Bio-Human Medicine -

Menetap di Baton Rouge, USA.\r\nBekerja di Our Lady of the Lake Regional Medical Center. Hospital.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Antara Asuransi Kesehatan Obama dan Jokowi

22 Juli 2015   04:01 Diperbarui: 22 Juli 2015   04:01 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Paul Krugman, pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi menulis sebuah artikel yang berjudul “Hooray for Obamacare” di koran the New York Times yang diterbitkan baru baru ini.

Obamacare adalah istilah yang dipakai untuk program asuransi kesehatan yang dicanangkan oleh Presiden Obama. Dengan Obamacare diharapkan 100% penduduk Amerika Serikat akan memiliki asuransi kesehatan dalam waktu dekat.

Menurut Paul Krugman setelah setahun, sekitar 16,4 juta orang mendaftar program Obamacare. Semula penduduk yang memiliki asuransi kesehatan sekitar 79,7%, meningkat menjadi 87,5%. Diharapkan, beberapa tahun mendatang akan segera tercapai target, dimana semua penduduk bisa mengakses kesehatan murah.

Paul Krugman mencatat ada beberapa hal menarik dengan berjalannya program Obamacare, diantaranya harga premium asuransi menjadi lebih murah dari yang diestimasi, biaya berobat murah (bisa ditutup dengan menggunakan kartu asuransi), dan yang paling penting adalah ekonomi tumbuh dengan penyediaan lapangan kerja sebanyak 240 ribu orang pertahun.

CBO, Congressional Budget Office, mengestimasi bahwa dengan asuransi kesehatan program Obama bisa mengurangi defisit sekitar 353 Milyar dolar Amerika Serikat (setara Rp4.589 Triliun) sampai tahun 2025 atau hamper sama dengan 2,5 tahun APBN Indonesia.

JokowiCare
Ada banyak istilah yang merujuk ke asuransi kesehatan di negeri kita. Ada istilah KIS (Kartu Indonesia Sehat), BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan Askes (Asuransi kesehatan). Hanya untuk maksud tulisan ini, penulis sengaja menyebutnya dengan istilah “Jokowicare” (Jokowi peduli) sebagai rujukan kepada program kesehatan presiden Jokowi.

Banyak sekali berita yang “bersilerewan” tentang “Jokowicare” dengan judul judul yang bombastis, ditulis di media media “mainstream” maupun media sosial. Ada beberapa esensi yang penulis tangkap dari berbagai sumber berita, diantaranya:
1.Premium “Jokowicare” akan meningkat sekitar 43% pada tahun 2016
2. Fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik, dan dokter praktek ) banyak yang menolak program “JokowiCare”
3. PNS, pekerja swasta dan perusahaan merasa keberatan dengan program “Jokowicare”

Anehnya, berita berita di seputar “Jokowicare” ini lebih banyak ditanggapi oleh politisi bukannya pejabat berwenang, sehingga yang awalnya samar samar, malah menjadi semakin membingungkan, dan bahkan semakin menambah “gelap” rakyat yang mendengarkan penjelasan politisi yang tak jelas.

Economic of scale
Dari beberapa sumber data yang penulis dapatkan, saat Jokowi dilantik sebagai presiden tahun 2014 lalu, jumlah orang Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan sekitar 131 juta jiwa. Setelah program JokowiCare, pemilik asuransi kesehatan menjadi 147 juta. Bertambah sekitar 16 juta jiwa. Sebenarnya cukup fantastis, mengingat Jokowi belum setahun bekerja.

Karena jumlah peserta asuransi bertambah, maka seharusnya berdasarkan konsep “economic of scale,” premium asuransi dan biaya berobat semakin murah. Itu yang terjadi dengan ObamaCare, tapi kenapa paradok pada JokowiCare?. Kenapa JokowiCare menjadi lebih mahal, akan dinaikkan 43%?

Apa yang harus dilakukan Presiden Jokowi?
Kenapa ObamaCare lebih murah dibandingkan JokowiCare ?. Jawaban sederhananya adalah efisiensi pengelolaan asuransi kesehatan itu sendiri. Biasanya “mahal” itu terletak di birokras penyelenggaraan asuransi kesehatan, prosedural di fasilitas fasilitas kesehatan, dan biaya obat.

Efisiensi ini yang harus “diuraikan” oleh Jokowi (dan tim tentunya) terlebih dahulu, ketimbang hanya mengejar target 100% rakyat ikut program JokowiCare. Penyelenggara asuransi kesehatan sebaiknya tidak dimonopoli oleh pemerintah, tapi dikombinasikan (dilelang/kontrak) ke swasta, sehingga akan terjadi baik kompetisi pelayanan dan harga, juga akan memotong birokrasi.

Efisiensi prosedural di fasilitas kesehatan misalnya dengan melakukan “open access,” sehingga data pasien dapat diakses oleh semua rumah sakit di seluruh tanah air. Pasien yang berasal di Papua misalnya, kebetulan berobat di Riau, maka fasilitas kesehatan di Riau akan bisa mengakses “sejarah data kesehatan” pasien yang tersimpan di Rumah Sakit Papua. Tak perlu melakukan tes yang sudah dilakukan oleh Rumah Sakit di Papua secara berulang. Menghemat waktu dan uang.

Insentif perlu diberikan kepada pabrik pabrik obat untuk memproduksi obat murah. Kalau perlu, bagi perusahaan farmasi yang memproduksi obat seribu rupiah untuk penyakit massal (yang banyak diderita rakyat) diberi insentif pajak dan pinjaman kredit tanpa bunga.

Efisiensi akan menyemarakkan industri asuransi, pertumbuhan fasilitas kesehatan dan menggeliatnya industri perobatan. Inilah diantara alasan kenapa ObamaCare menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 240 ribu orang pertahun, dan mengurangi beban anggaran pemerintah. Semoga JokowiCare juga sukses !!.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun