Mohon tunggu...
Evianty Yusup
Evianty Yusup Mohon Tunggu... Guru - A spontaneous, strategic, maximizer, believer!

Dosen, guru, pendidik, coach, hipnoterapis yang tertarik mendalami pengembangan diri khususnya untuk perempuan, ibu dan anak.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ini Kata Hatiku

8 Juli 2020   00:10 Diperbarui: 7 Juli 2020   23:58 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Atau ayat lain yang menyampaikan pesan bahwa Allah sudah memberikan kepada setiap manusia pendengaran, penglihatan dan hati serta akal untuk dipergunakan. Namun sedikit yang bersyukur. Sedikit yang memahami. Sedikit yang melakukan. Sedikit yang mampu meneruskannya kepada keluarganya. Sungguh malang...

Di luar sudah tak terdengar lagi suara. Langit gelap. Mulai tampak gemerlap lampu berwarna-warni. Malam tiba membawa warna tersendiri. Manakah yang lebih baik, siang atau malam? . Manakah yang lebih indah  siang atau malam?  Manakah yang lebih nyaman, siang atau malam? Setiap orang bisa menjawab berbeda. 

Namun mari kita tanyakan kepada hati, apa jawaban dari semua pertanyaan itu? Bahwa setiap momen memiliki keindahan tersendiri, bila perilaku saat itu sesuai dengan kondisi. Bahwa setiap kesempatan memiliki kebesaran tersendiri, bila perilaku saat kesempatan datang itu sesuai dan mampu meraihnya . Bahwa kehidupan memiliki dinamika tersendiri, dan  saat setiap tangga kehidupan berhasil dinaiki akan memunculkan rasa bangga dan bahagia, begitukah? But again, setelah itu apa? 

Spiritual being, dalam matrix ESQ 165, di puncaknya adalah penemuan diri akan Tuhannya manusia. Dimana kehidupan di level bawahnya sudah tidak menjadi penting. 

Hati, pikiran dan tubuhnya sudah terkoneksi hanya kepada Sang Pencipta. Tak ada keinginan, selain memberi manfaat kepada sesama karena meyakini saat mereka mengurus sesama maka Tuhan akan mengurus mereka. Sehingga tidak muncul kekhawatiran sekecil apapun tentang diri maupun tentang keluarganya. Dan mereka berhenti melihat ke atas. Karena mereka sudah tiba di sana, di tempat tertinggi dalam kehidupan di dunia. 

Sama halnya seperti burung-burung yang bersarang di pohon kurma, kita tak akan pernah mampu menyelami malam dengan selamat karena malam bukan milik manusia. Kita tak mungkin melawan alam karena sebagai mahluk spiritual seharusnya kita bersanding dengan alam memelihara semesta. Saat itulah manusia berjaya dan menjadi pintar, terhindar dari kebodohan.  Pilihannya ada pada kita.# 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun