Mohon tunggu...
Evi Lia Suryaningsih
Evi Lia Suryaningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru

Nama saya Evi Lia Suryaningsih, sering dipanggil Evi. Dalam bidang pekerjaan, saya menggelutinya selama 7 tahun. Saya sehari-hari menjadi guru bahasa Indonesia dan daerah di SMAN 7 Malang. Kedua bidang mata pelajaran tersebut membuat saya menggeluti dua hal yang berkesinambungan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan menumbuhkan jiwa-jiwa nasionalisme. Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah menumbuhkan nilai-nilai tradisi dan lokal bagi peserta didik. Pembelajaran pada masa kini, memerlukan banyak hal di samping hal-hal konvensional seperti komunikasi antara peserta didik dengan pendidik. Hal-hal tersebut adalah digitalisasi pada pembelajaran. Saya menghadirkan dalam pembelajaran digitalisasi berupa penggunaan berbagai laman web. Kegiatan belajar mengajar dihadirkan dengan PowePoint dan video-video pembelajaran seperti YouTube dan Disney+. Hal-hal tersebut tentu sangat dekat dengan peserta didik yang akrab dengan dunia digital. Untuk evaluasi saya pun menggunakan media digital seperti Instagram, tiktok, dan Quizizz. Bagi saya, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang juga mengikuti perkembangan peserta didik dan perkembangan zaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lilin yang Padam

3 Desember 2022   09:56 Diperbarui: 3 Desember 2022   10:03 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Selamat malam, Pak," Bu Silvi membalas salam, "saya kira suami dan anak lanangku Pak."

Petugas itu menuntun Bu Silvi keluar rumah.

"Ada apa ya, Pak?" Bu Silvi khawatir.

"Ibu... mohon maaf kami mengantar suami dan anak Ibu," Petugas itu menjelaskan dengan nada sangat lirih.

Seketika dunia gelap, melihat kedua orang yang ditunggu-tunggu tinggallah kenangan.

Sudah 40 hari sejak kejadian itu, Pak Hadi dan Rizki selalu berkelebat di benak Bu Silvi. Rasa perih dan sesak di dada selalu menggelayuti Bu Silvi. Bu Silvi mencoba menyalakan kandil semangat hidup, tetapi tetap lekas padam. Tiada kejelasan siapa harus bertanggung jawab atas kejadian itu. Anak dan suaminya telah direngut oleh fakta campur tangan penguasa tak matang mengatur masalah. Penguasa saling menyalahkan satu sama lain. Melemparkan harapan ke sana ke mari. Tanpa ada yang berani menunjuk diri bahwa dialah dalang dalam tragedi itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun