"Selamat malam, Pak," Bu Silvi membalas salam, "saya kira suami dan anak lanangku Pak."
Petugas itu menuntun Bu Silvi keluar rumah.
"Ada apa ya, Pak?" Bu Silvi khawatir.
"Ibu... mohon maaf kami mengantar suami dan anak Ibu," Petugas itu menjelaskan dengan nada sangat lirih.
Seketika dunia gelap, melihat kedua orang yang ditunggu-tunggu tinggallah kenangan.
Sudah 40 hari sejak kejadian itu, Pak Hadi dan Rizki selalu berkelebat di benak Bu Silvi. Rasa perih dan sesak di dada selalu menggelayuti Bu Silvi. Bu Silvi mencoba menyalakan kandil semangat hidup, tetapi tetap lekas padam. Tiada kejelasan siapa harus bertanggung jawab atas kejadian itu. Anak dan suaminya telah direngut oleh fakta campur tangan penguasa tak matang mengatur masalah. Penguasa saling menyalahkan satu sama lain. Melemparkan harapan ke sana ke mari. Tanpa ada yang berani menunjuk diri bahwa dialah dalang dalam tragedi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H