“Bu Sinta, terimakasih banyak mau datang menemui Aji” air mata nya meleleh dipipinya yang sudah dari tadi terlihat basah
“Aji pasti senang sekali melihat ibu datang, tungggu sampai Aji bangun ya bu” pintanya
“Pasti bu, saya pun sangat merindukan nya. kelas saya sepi ketika beberapa hari ini dia tidak masuk” jawabku
“mamaaaaa” ibu nya beranjak tergesa menuju ranjang nya
“liat nih Ji, siapa yang datang” ucapnya sembari mengusap air mata
aku menghampirinya, mengecup pipi nya lalu berdiri disamping ranjang
“cepat sembuh ya sayang, cepat kembali ke sekolah, semua teman menunggu mu Ji, mereka semua merindukan kamu” bisik ku ditelinganya
“Bu, maapkan Aji ya bu, Aji selalu membuat keributan dikelas”
“tidak apa apa Ji, semua murid juga melakukan hal seperti itu.”
“Bu, sekarang kaki Aji sudah tidak ada, Aji sudah tidak bisa lari lari didalam kelas, mulai sekarang, Aji pasti akan duduk manis Bu” ucap nya
Aku hanya tersenyum padanya, berusaha menyembunyikan kesedihan yang tertahan dikerongkongan, berusaha membuat pertahanan untuk air mata agar tak pernah mengalir dihadapan nya, berusaha menjadiguru yang selalu menenangkan hatinya.
Seandainya kanker tulang itu tak pernah membuat kaki kiri Aji meradang dan harus diamputasi, seandainya aku punya kesempatan kedua untuk mengejar ngejar nya didalam kelas, seandainya aku mempunyai kesabaran yang lebih dari ini semua…
ah Aji, maafkan ibu… maafkan untuk hal yang tak pernah ibu cari tahu tentang mu, maafkan untuk setiap perintah agar kamu duduk manis dikursi mu, maafkan untuk ketidak sabaran ibu ketika mengajarmu. maafkan…
“kenapa ibu diam?” tanyanya lirih
aku tak menjawab, langsung memeluk nya, dengan seluruh hatiku.
*cimahi,26 januari 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H