Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pertemuan IPWP di London, Apa yang Dapat Diambil?

19 Mei 2016   20:31 Diperbarui: 19 Mei 2016   21:04 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa minggu terakhir, begitu banyak media massa nasional, cetak maupun elektronik yang mengabarkan tentang pertemuan IPWP (International Parllementariants for West Papua) di London, 3 Mei 2016 lalu. Terkait dengan hal tersebut, beberapa rekan kerja saya tiba-tiba banyak bertanya kepada saya tentang IPWP, Benny Wenda atau kelompok-kelompok Separatis Papua lainnya. 

Seakan-akan, kalau menurut saya, bila ada even seperti ini sajalah, orang-orang baru mau “memalingkan mata” sedikit mengenai hal-hal yang terkait dengan Papua. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “memang semua orang Papua ingin pisah dari Indonesia?” atau pertanyaan “kenapa politikus negara asing banyak memihak ke kelompok Separatis Papua?” pun terlontar kepada saya. Oleh sebab itu, mari kita bahas sedikit, mengenai hal tersebut.

 Pergerakan Kelompok Separatis Papua, dalam usahanya memisahkan Papua dari Indonesia telah berlangsung lebih dari 40 tahun dan hingga saat ini, pergerakan tersebut terus berevolusi. Kelompok Separatis Papua, bukan merupakan satu kelompok dengan satu pimpinan. Ada belasan organisasi-organisasi pergerakan Papua, dengan tujuan dan metode mencapai tujuan yang sangat jauh berbeda. Akan tetapi, secara garis besar, kelompok separatis Papua dapat dibagi menjadi 2 faksi, yaitu faksi politik dengan faksi militer. 

Tahun lalu, kelompok-kelompok dari faksi politik OPM mencoba menyatukan organisasi di bawah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), salah satunya adalah IPWP dan KNPB (Komite Nasional Papua Barat). Akan tetapi, pembentukan ULMWP ini pun tidak bisa dikatakan berhasil, jika yang dimaksudkan untuk menyatukan seluruh organisasi separatis Papua dari faksi politik. Geliat ULMWP pun hanya terlihat di MSG saja, sedang dikancah lain, kelompok-kelompok ini tetap berjalan sendiri-sendiri. 

Pertemuan IPWP di London lalu, yang notabene-nya “mengibarkan” nama Benny Wenda adalah salah satu buktinya. Oleh sebab itu, dukungan rakyat Papua terhadap IPWP ini pun terlihat sepi, hanya KNPB dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), yang merupakan underbowKNPB lah yang bersuara. Jika dibandingkan dukungan terhadap ULMWP yang datang dari berbagai pimpinan Kelompok Separatis Papua, bahkan dari faksi militer –walaupun dukungan dari faksi militer bertepuk sebelah tangan-, dukungan terhadap IPWP sangat kecil. Bahkan di Sentani, ratusan warga Papua dipimpin Sarlen LS Dobondoy berunjuk rasa menolak KNPB, sambil membakar bendera Bintang Kejora.[1]

 Walaupun sepihak dan sepi dukungan dalam negeri, akan tetapi pertemuan IPWP tersebut, dapat dijadikan pembelanjaran tersendiri, terutama untuk pemerintah Indonesia, dalam menangani isu pemisahan Papua dari Indonesia. Salah satu pemebelajaran itu hadir dari sebuah pertanyaan, kenapa para politikus negara asing ini bersikeras mendukung pemisahan Papua dari Indonesia?. 

Menurut saya, salah satu alasan kenapa ada dukungan para politisi negara asing terhadap pemisahan Papua dari Indonesia adalah karena ketimpangan informasi. Selama ini para politikus tersebut hanya mendapatkan informasi dari satu pihak, yaitu Kelompok Separatis papua faksi politik yang berada di luar negeri. Kemungkinan besar para politikus tersebut tidak tahu mengenai keberadaan Puron Wenda, Goliath Tabuni, atau “Jendral-jendral” kelompok separatis faksi militer lainnya yang gemar memuntahkan peluru dari senapannya di tanah Papua. Para politikus negara asing ini juga kemungkinan tidak tahu pembangunan atau usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua. 

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa “Harus diperhatikan pula bahwa negara-negara yang simpatisan pada Benny Wenda itu seperti Vanuatu. Kalau dilihat GDP Vanuatu, mencapai sekitar USD800 juta. Sedangkan dana pembangunan Papua mencapai sekitar USD8 miliar per tahun. Jumlah dana pembangunan di Vanuatu jelas beberapa puluh kali lipat punya Vanuatu”. Ia melanjutkan, “Jadi negara-negara ini, intinya mereka tidak menyadari kemajuan yang ada di Papua. Dibandingkan pembangunan di negara mereka”[2]. Hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah politikus negara asing tersebut mengetahui hal ini?

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyeimbangan informasi terkait isu Papua di luar negeri dengan cara Information Warfare.Hal ini perlu dilakukan terkait isu Papua, sehingga informasi mengenai Papua di luar negeri tidak didominasi oleh kelompok separatis Papua di luar negeri saja. Pemberitaan mengenai usaha Pemerintah Indonesia membangun Papua, atau usaha Pemerintah Indonesia menjaga kedamaian Papua dengan meredam aksi kelompok faksi militer Separatis Papua, yang sering dibahasakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata, perlu disebarluaskan. 

Dengan cara ini, maka diharapkan informasi yang diterima dunia internasional mengenai isu Papua dapat berimbang. Menurut saya, hanya dengan cara ini lah, pemerintah Indonesia dapat menghambat pergerakan Kelompok Separatis Papua. Kedatangan Luhut Pandjaitan menemui Lord Harries -salah satu pendukung IPWP-, didampingi oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dan Kepala BNPT Tito Karnavian, di Gedung Parlemen Inggris, di London, pada 11 Mei lalu merupakan contoh kongkrit hal tersebut.[3] Akan tetapi hal tersebut, perlu dilakukan secara terus menerus dan sistematis, sehingga dampaknya pun bisa lebih terlihat.

Pertemuan Rombongan Luhut dengan Lord Haries (Sumber : http://www.satuharapan.com/read-detail/read/luhut-temui-tokoh-gereja-inggris-pendukung-papua-merdeka)
Pertemuan Rombongan Luhut dengan Lord Haries (Sumber : http://www.satuharapan.com/read-detail/read/luhut-temui-tokoh-gereja-inggris-pendukung-papua-merdeka)
 Alkisah Rio, seorang anak kelas 6 SD berlari keluar dari rumahnya, menangis sambil berteriak “Ibu jahat...ibu jahat”. Tetangga rumah pun bertanya kepada Rio, kenapa ia menangis, Rio menjawab bahwa ibunya memaksa Rio untuk tinggal di kamarnya. Mendengar hal tersebut, tetanggapun marah, menuduh sang Ibu melakukan kekerasan terhadap anak kepada Rio. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun