Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tahun Tanpa Tuhan : Suara Gereja Dalam Realitas Politik Papua

18 Juni 2014   21:13 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:13 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Menyedihkan”, itu kata yang keluar dari mulut saya bila teman-teman kampus atau gereja saya menanyakan tentang kondisi Papua. Lihat saja, sepanjang tahun 2014 ini, banyak sekali hal-hal menyedihkan yang terjadi di Papua. Penembakan oleh kelompok sipil bersenjata, perang antar suku memperebutkan sumber ekonomi, sampai yang terakhir korupsi bupati Sorong hanya setelah beberapa bulan dilantik. Semua terjadi di Papua, aktornya orang asli Papua dan victim-nya, secara langsung maupun tidak langsung, juga orang Papua. Melihat fenomena tersebut di Papua, kekerasan, manipulasi yang jauh dari ajaran agama yang sarat akan kedamaian, seakan tidak menggambarkan jejak Tuhan di tanah ini. Lalu dimanakah posisi gereja, sebagai salah satu agen penyebar pesan dari Tuhan yang sarat akan nilai kedamaian?

Berbagai pihak banyak yang menkampanyekan perdamaian dan kesejahteraan rakyat Papua. Beberapa menyuarakan ketidakberhasilan Pemerintah pusat dengan otsus Papua karena dana otsus yang melimpah, tidak sampai ke akar rumput rakyat Papua. Entah apa yang harus dikata, ketika kasus korupsi Bupati Sorong mencuat, milyaran rupiah disita KPK, hanya beberapa bulan setelah dilantik, anak asli Papua ini nampaknya lupa terhadap sumpah jabatan diatas kitab sucinya. Beberapa lainnya menuntut penarikan aparat keamanan dari Papua, saya kemudian bertanya pada diri sendiri, bagaimana aparat keamanan ditarik ketika penembakan oleh kelompok sipil bersenjata marak terjadi dan perang antar suku dengan korban berjatuhan dari kedua pihak.

Aneh, ketika orang-orang Papua meneriakan suara tuntutan demi Papua, orang-orang Papua lainnya lah yang menjadikan tuntutan-tuntutan tersebut menjadi tidak relevan.

Bagaimana Seharusnya Gereja Bersikap.

Papua bukan tanah tanpa agama, Papua bukan tanah tanpa Tuhan. Ribuan Gereja tersebar di Papua, rakyat Papua pun saya nilai rajin untuk menghadiri Gereja, oleh karena itu di Papua, Gereja punya kesempatan untuk menyampaikan pesan perdamaian, gereja harus aktif dalam menyampaikan pesan perdamaian di Papua. Beberapa pemuka gereja sudah mengemukakan buah pikirannya tentang pentingnya gereja yang aktif dalam persoalan-persoalan sosial.

-Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo (Uskup Belo, Timor Leste) pernah berkata “Gereja merasa diri identik dengan rakyat, Gereja dalam menjalankan misinya tidak pernah serta tidak boleh bersikap acuh tak acuh kepada rakyat”. Apa yang dikatakan Belo adalah sikap dan pendirian Geraja. Gereja memegang kendali kebenaran, keadilan dan perdamaian[1].

-Uskup Monsinyur Oskar Romero (Uskup El Salvador) menyampaikan “Geraja dianiaya sebab ia mengecam dosa. Gereja berkata : Jangan berbuat dosa dengan menyalahgunakan uangmu, jangan menyalahgunakan politikmu, jangan menyalahgunakan senjatamu. [2]

-Dr. Benny Giay, Ph.D (Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Papua) menyampaikan “Gereja dan masyarakat di Papua tidak hanya menicintai damai, tapi juga diberi amanat oleh Kristus untuk menjadi pendamai. Oleh karena itu, dalam memperjuangkan emansipasi ini, Gereja dan semua unsur masyarakat mengharapkan agar orang Papua menempuh jalan damai. [3]

Gereja, sebagai lembaga yang lepas dari pemerintah, bukan hanya harus berani mengkritik pemerintah, tapi juga harus mengkritik gembalanya. Ketika gembalanya melakukan kekerasan, Gereja harus berani mengecam, karena itu adalah salah satu wujud tidak acuhnya gereja terhadap gejolak sosial. Mengutip perkataan Jonathan Rumbiak, seorang aktifis ELSHAM “jika Gereja diam, siapa lagi yang akan diam”.

[1] Camara, Dom Helder. Spiral Kekerasan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2000 hal : 60

[2] Berman, Susan, ed. Para Martir, Kisah-kisahKontemporer Pergumulan Iman Dalam DUnia Modern. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2009 hal: 85

[3] Giay, Benny dalam Charles Farhadian. Kisah Hidup Tokoh-Tokoh Papua. Jakarta:Deiyai West Papua, 2007

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun