Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Papua, 1 Desember 2014: Panggil Saya Yudas!

1 Desember 2014   20:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:20 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_379770" align="aligncenter" width="624" caption="Sejumlah massa dari masyarakat Papua yang membentangkan bendera bintang Bintang kejora dalam aksi unjuk rasa mendukung simposium para petinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam mempresentasekan perjuangan masyarakat Papua Barat. Hari ini adalah hari lahirnya OPM (KOMPAS.com)"][/caption]

1 Desember, setiap tahunnya pada tanggal ini ada kesibukan yang tidak biasa bagi sebagian orang di Papua. Ya, 1 Desember selalu dikenal sebagai hari lahir kelompok separatis Papua, Organisasi Papua Merdeka (OPM). Biasanya pada tanggal ini di setiap tahunnya, tokoh-tokoh dan kelompok-kelompok turunan OPM akan berlomba untuk unjuk eksistensi merayakan hari lahir OPM ini, bisa lewat pengibaran bendera, wawancara dengan media, upacara atau aksi unjuk rasa. Sedangkan tokoh-tokoh Papua pro Indonesia berharap agar masyarakat Papua tidak merayakan 1 Desember demi menjaga keamanan di Papua.

Konflik ini Memisahkan Kami

Selalu ada pertanyaan bagi orang-orang Papua, apakah ia pro Indonesia atau pro OPM, suka Garuda atau suka Cenderawasih, hatinya merah putih atau bintang kejora. Pertanyaan tersebut begitu menghantui orang Papua. Bahkan dalam pergaulan sosial juga seringkali dibedakan antara kedua pertanyaan tersebut, ada pembagian antara mana individu yang pro Indonesia dan pro OPM. Bagi orang Papua yang pro OPM, maka orang Papua yang “terlihat” pro Indonesia maka dakan dipanggil sebagai Yudas, bahkan orang Papua yang mencoba bersikap netral dianggap orang Papua yang apatis.

Konflik ini, benar-benar sudah memecah orang Papua. Bila melihat sejarah, konflik di Papua memang sudah memisahkan orang Papua, bahkan diantara sanak saudara yang berbeda prinsip. Sebut saja antara Frans Kaisiepo dan Markus Kaisiepo, dua tokoh Papua tahun 40-an ini merupakan saudara sepupu yang “sayangnya” berseberangan prinsip, Frans Kaisiepo pro Indonesia sedangkan Markus Kaisiepo pro merdeka atau ketika itu dapat disebut juga pro Belanda. Di akhir cerita, Frans Kaiseipo diangkat menjadi Gubernur Papua, memimpin pembangunan Papua, sedangkan Markus Kaisiepo pergi ke Belanda setelah sempat mengklaim sebagai Presiden Nieuw Guinea Raad tahun 1961.

Frans dan Markus Kaisiepo, 2 dari beberapa tokoh cemerlang asli Papua yang merupakan saudara sepupu, dipisahkan karena keduanya memilih jalan yang berbeda dalam konflik Papua di masa-masa awal. Kedua saudara sepupu ini, ketika masa kecilnya, mungkin tidak mengira bahwa konflik di Papua akan membawa mereka menjadi tokoh yang saling berhadapan.

Konflik ini Melelahkan Kami

Sebenarnya, banyak yang salah mengerti dengan apa yang dimaksud dengan OPM. Ketika ada pertanyaan siapa pemimpin provinsi Papua, maka jawabannya adalah Lukas Enembe. Tetapi ketika ada pertanyaan siapa pemimpin OPM, maka jawabannya sangat bervariasi, OPM yang mana dulu? Ada banyak kelompok faksi OPM ada West Papua National Council (WPNCL) pimpinan Andy Ayamiseba di Pasifik Selatan, ada Free West Papua Campaign (FWPC) pimpinan Benny Wenda di beberapa negara di Eropa, ada West Papua National Authority (WPNA) pimpinan Jacob Rumbiak di Australia, ada KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dan ada NRFPB (Negara Republik Papua Barat) di Papua serta kelompok-kelompok lainnya.

Semuanya berkata bahwa “kamilah organisasi sah yang mewakili suara rakyat Papua”. Ketika 1 Desember tiba, biasanya kelompok-kelompok ini berlomba mengibarkan bendera bintang kejora di negara-negara masing-masing untuk disombongkan kepada rakyat Papua bahwa kelompoknya “sudah berjuang demi Papua”.

Kalimat “sudah berjuang demi Papua” mungkin lebih tepat diberikan kepada Yan Karowa. Kepala Distrik Iniyandit yang berhasil membangun masyarakat yang ia pimpin keluar dari kemiskinan lewat Koperasi bersama yang dinamakan Koperasi Nonggup. Semua tokoh dari berbagai kelompok faksi politik OPM di luar negeri sibuk teriak “merdeka”, tokoh-tokoh dari kelompok faksi militer OPM sibuk teriak “angkat senjata”. Mereka sama-sama berkata, “kami mewakili dan berjuang untuk rakyat Papua”, tetapi hanya sedikit sekali yang benar-benar turun menyingsingkan lengan bajunya, seperti Yan Krowa, untuk rakyat Papua.

Papua, 1 Desember 2014

Hari ini, saya tidak peduli ada berapa bintang kejora yang bisa dikibarkan di luar negeri, hari ini saya tidak peduli aksi unjuk rasa untuk teriak “merdeka Papua” di luar negeri. Selama tokoh-tokoh yang menyebut diri mereka sebagai “pemimpin rakyat Papua” ini tidak lakukan apa-apa untuk mensejahterkan rakyat Papua, maka mereka layak malu menyebut diri mereka “pemimpin rakyat Papua”. Sebut saya apatis, sebut saya Yudas…saya tidak peduli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun