Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengintip Halaman Depan Ujung Timur Indonesia

9 Desember 2014   17:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_381582" align="aligncenter" width="576" caption="Perbatasan Indonesia-Papua Nugini, Skouw-Wutung. Terlihat bangunan megah milik Papua Nugini (dok.pri)"][/caption]

Seperti yang kita sudah tahu bahwa salah satu permasalahan Indonesia adalah perbatasan negara. Sebenarnya Jokowi sendiri sudah memiliki concern terhadap permasalahan perbatasan dengan mengganti paradigma bahwa perbatasan bukan merupakan halaman belakang, tetapi adalah halaman depan Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan perbatasan menjadi hal penting karena dengan perubahan paradigma tersebut, perbatasan menjadi “reklame” keberhasilan suatu negara.

Seperti yang dikatakan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono usai mengikuti rapat dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, bulan lalu. Ia menyampaikan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkan seluruh jajaran menteri terkait untuk segera memerhatikan dan memenuhi segala kebutuhan masyarakat di perbatasan wilayah Indonesia. Bahkan, Jokowi menginstruksikan agar seluruh daerah paling luar tersebut dapat bersaing dengan negara tetangga.

Terkait dengan hal tersebut, beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu perbatasan Indonesia di Skouw-Wutung, Papua, salah satu perbatasan halaman depan Indonesia di bagian timur yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Setelah terakhir kali saya mengunjungi tempat ini 4 tahun lalu, begitu banyak perubahan yang terjadi. Perbatasan itu kini terlihat begitu megah, sayangnya bukan di sisi Indonesia, tetapi di sisi Papua Nugini.

[caption id="attachment_381565" align="aligncenter" width="576" caption="Gedung megah milik Papua Nugini di perbatasan Skouw-Wutung, Papua (dok.pri)"]

14180943702112183553
14180943702112183553
[/caption]

[caption id="attachment_381567" align="aligncenter" width="576" caption="Papua Nugini, dilihat dari perbatasan Skouw-Wutung (dok.pri)"]

14180945261818921762
14180945261818921762
[/caption]

Gedung yang terlihat megah di sisi Papua Nugini tersebut adalah Gedung yang berguna untuk “one stop service” yang berisi unsur militer, kepolisian, imigrasi, custom house, dan karantina. Serta, menurut penjaga perbatasan dari Papua Nugini, bahwa di belakang gedung tersebut ada kompleks asrama untuk kediaman petugas-petugas Papua Nugini yang berjaga di perbatasan tersebut.

[caption id="attachment_381569" align="aligncenter" width="576" caption="Bandingkan, Penampakan perbatasan sisi Indonesia (dok.pri)"]

14180947131589471342
14180947131589471342
[/caption]

[caption id="attachment_381572" align="aligncenter" width="576" caption="Indonesia, terlihat dari perbatasan Skouw-Wutung (dok pri)"]

14180948081150699006
14180948081150699006
[/caption]

Membangun perbatasan, mungkin niat yang tepat bukanlah untuk "unjuk gigi" kepada negara tetangga. Tetapi dengan membangun perbatasan, menyediakan kantor pelayanan yang layak, menyediakan kesejahteraan bagi rakyat di perbatasan yang layak akan membangun kebanggaan rasa keindonesiaan pada rakyat yang tinggal di perbatasan. Akan ada rasa bangga menjadi orang Indonesia. Sehingga menjadi orang Indonesia, tidak hanya sebatas karena "kebetulan" lahir di wilayah Indonesia saja, tetapi merasakan juga kecintaan menjadi orang Indonesia. Pembangunan harus dilakukan merata oleh pemerintah di setiap jengkal wilayah Indonesia, pembangunan juga harus dirasakan oleh setiap warga Indonesia, sampai di Skouw-Wutung, "halaman depan" di timur Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun