Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemenangan Tanpa Piala

12 Agustus 2023   16:35 Diperbarui: 12 Agustus 2023   16:43 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Piala hanya simbol, Rul. Hal terpenting adalah apa yang kita lakukan dengan benar pada diri kita sendiri, orang lain, dan lingkungan kita" ayah mengakhiri nasehatnya dengan senyuman yang ditanggapi biasa oleh semua yang ada di meja makan. Jelas anggota keluarga yang lain tak mengerti apa serunya tanpa piala.

Selepas makan, Anton kembali ke kamarnya. Dia harus menyiapkan lomba yang akan diikutinya mewakili kampusnya, Sahrul masuk ke kamar kakaknya dan tidur di ranjang kakaknya. Anton membiarkan adiknya karena dia sedang menyelesaikan kumpulan puisi yang akan diikutkan lomba. Sahrul melihat kamar kakaknya yang penuh dengan piala.

"Mas Anton, banyak sekali pialamu!" kata adiknya itu.

"Ambil saja kalau kau mau, Dik. Sana bawa ke kamarmu."

"Tapi ini pialamu, Mas. Aku ingin pialaku sendiri!"

"Kalau sudah kuserahkan padamu, artinya kan jadi milikmu, Bocil. Benarkan?" Anton menatap mata adiknya yang sedang berpikir. Beberapa detik kemudian mata itu mengedip. Sepertinya sudah selesai memutuskan pikirannya.

"Iya juga ya? Oke aku bawa pialanya ke kamarku ya." kata Sahrul dengan nada yang cukup gembira, " Tapi Mas, ini semua tulisannya tingkat smp, trus yang ini tingkat sma, tidak ada ya yang tingkat SD?" tanya Sahrul sambil memegang-megang piala kakaknya.

"Itu, pilih yang warna hijau di belakang itu Dik, itu tingkat SD waktu aku menang lomba pidato bahasa Jawa."

"Tapi aku tak bisa bahasa Jawa, Mas. Kan waktu aku belum lahir keluarga kita sudah pindah ke Jakarta. Aku tak bisa Bahasa jawa. Aku tak mau pialamu!" tukas Sahrul hampir menangis. Anak laki-laki itu lalu keluar dari kamar kakaknya dengan membanting pintu. Anton geleng-geleng dan cepat-cepat mencari ibunya ke dapur untuk melaporkan kelakukan adiknya.

"Ibu, aneh sekali si Sahrul." lapor Anton pada ibunya yang sedang mencuci piring di dapur.

"Kenapa, Nton?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun