Guru adalah aktor pembelajaran yang berperan penting menyediakan lingkungan belajar dan manajemen kelas yang dibutuhkan siswa. Berdasarkan Modul dalam PPGP tentang pembelajaran berdiferensiasi didapatkan pemahaman baru mengenai pembelajaran berdiferensiasi dan penerapannya di kelas-kelas. Pembelajaran berdiferensiasi adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menantang guru dan membuka pikiran guru tentang pentingnya setiap individu siswanya sebagai pemelajar yang dapat mengembangkan dirinya dan mencapai kemajuan dalam pendidikan apabila disediakan lingkungan belajar yang tepat bagi mereka. Jika selama ini guru hanya menyediakan lingkungan tepat untuk siswa yang dinilai pintar yaitu orang-orang yang unggul dalam literasi dan numerasi, maka dengan filosofis dan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi guru juga dapat mengharapkan siswa-siswa yang unggul dalam kecerdasan kinestetik, spasial, musik, naturalistik, interpersonal, dan intrapersonal untuk berkembang sesuai teori tentang multi kecerdasan yang digagas Howard Gardner (1983).
Pembelajaran berdiferensiasi dapat diterapkan di kelas yang kecerdasan dan kemampuan siswanya heterogen bila tidak dikatakan bahwa itu adalah sebuah keharusan. Kecuali pada kelas dengan kecerdasan dan kemampuan serta minat yang sama bahkan dengan kecepatan bekerja yang sama, maka pembelajaran berdiferensiasi menjadi sebuah keharusan. Penyediaan lingkungan belajar yang hanya mewadahi kesiapan siswa yang baik atau hanya menyediakan pembelajaran dengan satu ragam kegiatan dan satu cara penilaian menjadi tidak tepat untuk memberikan penilaian yang otentik. Penilaian yang didasarkan pada kompetensi siswa dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan metakognitif siswa membantu guru mengarahkan siswanya berkembang lebih baik.
Kebutuhan belajar siswa tidak dapat disamaratakan meskipun tidak pula harus diindividualkan. Melalui salah satu ketrampilan abad 21 dalam kolaborasi dan komunikasi, pembelajaran berdiferensiasi dapat membangun komunitas belajar. Dengan lingkungan pembelajaran berdiferensiasi semua orang merasa diterima di kelas belajarnya. Lingkungan ramah anak dalam strategi pembelajaran berdiferensiasi konten, proses, maupun produk memberi kesempatan kepada anak untuk bekerja dan belajar dalam suasana yang mendukung sebab mereka memiliki hubungan dan kontribusi yang saling menerima dan saling menguatkan.Â
Pemberian apresiasi tidak hanya didasarkan satu kriteria. Anak memiliki kesempatan yang luas untuk mendapatkan apresiasi atas sikap, ketrampilan, pengetahuan, maupun karya nyatanya secara adil sebab setiap pencapaian dinilai sebagai suatu kesuksesan di kelas. Guru tidak hanya menilai untuk satu kriteria yang selama ini diterima secara umum, misalnya dalam ranah pengetahuan saja. Sebaliknya dalam pembelajaran berdiferensiasi guru dapat memperkenalkan anak tentang nilai menghargai dan bergotong royong dalam komunitas belajarnya.
Penerapan di Kelas
Pada minggu ini kelas saya akan memasuki materi matematika tentang pengukuran. Bagi sebagian anak mereka telah mengenal beberapa pengukuran dan menggunakannya dalam percakapan seperti berat, ringan, sempit, tinggi, dan pendek. Pada materi ini saya ingin seluruh anak menguasai kompetensi esensial yaitu membandingkan dua benda dalam hal berat dan panjangnya menggunakan satuan tidak baku. Anak akan mengenal pula apa pentingnya sebuah pengukuran dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
Saat saya mulai menyusun skenario pembelajaran, hal pertama yang saya ingat adalah kemampuan literasi siswa saya yang beragam termasuk beberapa kesulitan belajar dan kebutuhan khusus pada salah seorang siswa. Saya ingin merancang pembelajaran yang melibatkan semua anak dan membuat mereka senang.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru harus memperhatikan kesiapan, minat, profil belajar dan lingkungan belajar yang akan mendukung siswa secara efektif. Saya telah memiliki profil siswa saya termasuk kompetensi literasi mereka. Dalam materi pengukuran saya ingin menggunakan strategi "mengkomunikasikan matematika" yang pada pembelajaran sebelumnya pada materi nilai tempat berhasil membuat siswa saya menguasai kompetensi esensial dalam materi nilai tempat.
Untuk mengetahui kesiapan siswa saya akan memberikan pertanyaan pemantik dan mencatat reaksi mereka.Â
Saya mengetahui beberapa siswa saya yang enggan memberikan jawaban secara lisan untuk menunjukkan pemahaman mereka, maka saya beranjak pada kegiatan berikutnya. Menarik minat anak artinya melibatkan mereka dalam pembelajaran. Anak-anak suka saat mereka menjadi pusat perhatian. Saya akan membuat setiap anak memasang foto dan pita/kertas berwarna pada tinggi badan mereka di dinding. Setelah mengalihkan tema pembicaraan pada jati diri mereka, saya akan meningkatkan peluang lebih banyak anak akan berpartisipasi dalam diskusi. Kali ini saya akan memperkenalkan satuan tidak baku yaitu jengkal. Beberapa pertanyaan pemantik disiapkan untuk menggali pemahaman dan menuntun mereka berpikir kritis.
Untuk mendukung percaya diri dan kenyamanan dalam belajar, saya mempersiapkan strategi pembelajaran berdiferensiasi proses. Hal tersebut saya desain saat anak belajar dengan metode think pair share. Secara berpasangan mereka akan mengelompokkan benda ke dalam kategori berat dan ringan. Setiap pasangan kemudian memberikan pertanyaan kepada temannya untuk memperdalam pemahaman dan mencapai kesepakatan pasangan. Anak-anak suka berkelompok dan mulai belajar bersosialisasi dan berbagi.
Strategi pembelajaran berdiferensiasi proses ini dapat mengajarkan mereka tentang gotong royong dan kerukunan. Saat masing-masing kelompok memajang hasil kesepakatan dan mendapat apresiasi dari pasangan lain, anak-anak juga belajar untuk menghargai karya dan prestasi temannya. Menakjubkan bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat menanamkan nilai kebaikan universal dalam pembelajaran.
Diferensiasi proses dalam materi ini juga dilakukan saat anak menggunakan timbangan sederhana dari gantungan pakaian dan plastik untuk membandingkan berat benda dengan satuan tidak baku. Dalam prosesnya anak akan berdiskusi dan melatih kemandirian serta motivasi intrinsik. Selanjutnya ada pula permainan lompat papan untuk mewadahi gaya belajar kinestetik.
Guru juga menyiapkan anak untuk dapat menunjukkan pemahamannya melalui "mengomunikasikan matematika" sebagi penilaian formatif di sepanjang pelajaran. Untuk menambah kesenangan anak sekaligus menguatkan kemampuan literasinya, guru menyiapkan kuis yang dapat dilakukan secara mandiri. Kuis ini memerlukan koneksi internet. Guru akan menggunakan layar proyektor untuk membuat anak bekerja bersama kelompoknya dan melakukan kegiatan "membaca bersama".
Guru memberi kesempatan kepada anak-anak yang masih pasif atau belum menunjukkan perilaku belajar yang diharapkan dengan memberikan keiatan jelajah galeri lewat video atau gambar dan memandu mereka memahami materi esensial yang diharapkan. Pada akhir pelajaran (mungkin setelah beberapa kali pertemuan dengan materi yang sama), guru akan memberikan latihan sumatif untuk mengukur kemampuan esensial yang diharapkan dikuasai oleh siswa.
Keterkaitan Pembelajaran Berdiferensiasi dengan Pendidikan Berpihak pada Anak (Kesimpulan)
Menjadi guru membuat kita menjadi orang paling dekat dengan siswa kita setelah orang tua, keluarga, dan sahabatnya. Kita akan menjadi orang dalam daftar orang kepercayaan siswa kita ketika kita dapat membantu kesulitan mereka dalam berkembang secara moral, perilaku, akademis, sosial, dan emosional. Ki Hadjar Dewantara menghendaki pendidikan yang mengembangkan lahir batin siswa. Hal tersebut mustahil tanpa kita mengenal siswa. Menghadirkan pembelajaran berdiferensiasi membuat guru harus melewati beberapa proses penuh pertimbangan dan tanggung jawab.
Pertama, kita mempercayai bahwa setiap siswa dapat berkembang. Kita harus menyelidiki kesiapan, minat, profil belajar, dan lingkungan belajar yang membuat mereka nyaman dan senang belajar. Kita tahu bahwa antara satu anak dengan anak lainnya memiliki ciri khas yang harus kita kenali. Semakin dekat dan semakin detil pengetahuan kita mengenai harapan belajar anak maka akan membantu kita mengembangkan mereka di sekolah. Pembelajaran berdiferensiasi memberi lebih banyak ruang kepada guru memandu siswa merefleksi pengalaman belajar mereka untuk menjadi pemelajar yang lebih tangguh dan memiliki daya lenting yang lebih baik.
Kedua, guru dituntut untuk menghargai siswanya dengan potensi dan perjuangan mereka dalam berkembang sesuai panggilan hatinya. Hal ini sekaligus tantangan bagi guru untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif mengakomodasi kebutuhan siswa yang beragam. Guru yang ingin memberikan pembelajaran berdiferensiasi bagi siswa hendaknya mempersiapkan skenario pembelajaran agar setiap hari dalam kelasnya dia dapat mengembangkan siswa secara efektif sesuai kebutuhannya.
Berikutnya guru harus senantiasa melakukan penilaian formatif untuk mengetahui kebutuhan siswanya dan bagaimana dia dapat merancang skenario yang lebih baik di hari berikutnya sesuai kebutuhan siswa-siswa di kelasnya.
Akhirnya harapan kita mengutip dari Ki Hadjar Dewantara untuk dapat membantu siswa mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya (baca: suka belajar dan suka hari-hari di sekolah) akan menjadi kenyataan yang dekat dengan kita. Salam Guru Penggerak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H