Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Gendis Sugar", Jauh dan Tak Tahu Apa Kembali

24 Maret 2019   10:26 Diperbarui: 24 Maret 2019   10:30 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bab 6

"Apa ada orang yang bisa kutelpon untukmu?"


"Mungkin ayahku? Tapi kau tak perlu repot- repot, dia akan tahu aku dimana sebab dia selalu membayar orang untuk menguntitku dan menculik orang yang bersamaku untuk menjauhkannya dariku sebab dia tak cukup baik untukku. Tak ada yang cukup baik untukku."


Sugara terbangun dari tidurnya. Jam menunjukkan pukul 03:00 dini hari. Sugara tak bisa tidur lagi sebab dia menemukan sesuatu yang janggal dari surat elektronik itu. 

Teman -- teman Reena berkata bahwa pada hari dia menemukan Reena ditinggal kekasihnya di kawasan hutan nasional itu, gadis itu telah kehilangan ayah angkatnya. Lalu mengapa gadis itu masih membicarakan tentang ayahnya dengan mengacu langsung pada ayahnya itu. Tentang ayah protektif yang tak menyukai setiap teman pria putrinya.


Bisa saja yang dimaksud Reena adalah ayah kandungnya, pikir Sugara dengan raut lesu. Selama berbulan -- bulan dia terus dihantui antara percaya atau tidak semua yang dikabarkan dalam surat elektronik itu. Hanya orang hidup yang dapat mengirimkannya entah berupa kebenaran ataupun hoaks dan Sugara tak berdaya mencari tahu sebab dia takkan kembali ke Texas sampai kapanpun jika dia telah ikut bertanggung jawab membuat seorang wanita hamil yang memerlukan persahabatan, dukungan justru mengakhiri hidupnya.

Gendis dan timnya sedang menyelesaikan tugas terakhirnya dalam misi kali ini, berpatroli di sekitar hutan. Sugara berusaha agar dapat dikelompokkan dengan Gendis, tapi dia tidak beruntung. Gendis melambaikan tangan padanya sebelum naik ke mobil patroli. Selesai berpatroli mereka hanya akan singgah di mess untuk makan siang dan setelah itu acara selesai.


Sugara naik ke mobil patroli dengan perasaan enggan. Perasaan yang aneh menjalari hatinya. Dia merasa berat berpisah dengan Alisia. Melepaskan Alisia dari pandangan matanya membuat Sugara cemas seperti saat dia melepaskan Reena pergi untuk mengakhiri hidupnya.


Sugara memaki dirinya sendiri yang bodoh. Alisia bukan Reena yang labil. Alisia gadis yang mandiri dan kuat. Dia ada di rimba raya karena kecintaannya pada alam yang luas dan menyimpan banyak pesona. Tidak seperti Reena yang membutuhkannya, Alisia jelas -- jelas adalah gadis mandiri yang tidak bergantung pada siapapun. 

Tapi Sugara akan sangat menyesal jika setelah hari ini dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Alisia.
Dia sudah terlalu sering melepaskan, seperti dengan Gendis dan Reena. Mungkin itu akan memasukkannya ke dalam kelompok pria yang kejam dan tak punya perasaan.


"Alisia." Sugara menghentikan Alisia yang baru saja mengeluarkan tasnya dari pondokan tempatnya menginap sebulan ini.
'Ray? " Alisia tersenyum. Sugara membantunya dengan barang -- barangnya.


"Aku mempelajarinya di Davy Crockett National Forest, Texas."


"Apalagi yang kau pelajari di sana?" canda Alisia. Dia mengerti Ray ingin mengajaknya berbaikan karena sebelumnya Ray tak menjawab pertanyaannya.


"Banyak hal."


"Apa kau sudah berhasil mempelajarinya dengan baik."


"Kurasa belum, apa kau bisa membantuku?"


"Membantumu apa?"


"Mempelajari yang gagal kupelajari di sana?"


"Apa kau belum bisa berkenalan dengan seorang pengunjung yang hot dan membawanya pulang?"


"Aku lebih suka membawa seorang wanita Indonesia pulang."


"Oke, semoga berhasil."


"Apa aku boleh tahu alamatmu dan nomor teleponmu?"


"Nomorku ada di grup, Ray." jawab Gendis dengan sabar.


"Apa aku boleh menghubungimu setelah kita sampai di rumah masing -- masing?"


Gendis tak menjawabnya, gadis itu justru menurunkan tasnya dan kembali masuk ke pondoknya dengan cepat. Sugara menunggunya sampai gadis itu keluar lagi membawa sebuah foto berpigura yang didekapnya erat -- erat di dadanya.


"Hampir saja aku lupa membawanya pulang."


"Foto siapa sih?"


Gendis meminjamkannya ke tangan Sugara yang memandanginya tanpa berkedip.


"Itu mbak Sukini, dan kudaku."


Sugara tak bisa berkata apa -- apa. Dia terkejut saat Gendis menarik pigura itu dari tangannya.
Sugara bahkan tak berkata apa -- apalagi saat Gendis mengucapkan selamat tinggal dan hilang dari pandangannya bersama deru mobil patroli polisi kehutanan yang membawa Gendis keluar dari kawasan hutan lindung.


Gendis pergi jauh sekali. Sugara merasa mereka mungkin takkan pernah bertemu lagi. Sugara tak mampu mengejarnya sekarang.

 Jika Gendis membencinya untuk apa dia masih selalu menyimpan foto yang diberikannya dengan pesan pendek dibalik foto itu? Itu artinya Gendis belum melupakannya sama sekali.
Mungkin saja mereka bisa berbaikan lagi suatu saat nanti.


"Ya Allah, Ya Allah, mungkinkah ini...Alisia yang cantik adalah Gendis." gumam Sugara belum pulih dari keterkejutannya. Sugara berpikir bahwa lebih dari sebelumnya, dia punya alasan yang  kuat untuk tak membiarkan gadis itu pergi lagi dari hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun