Kembali ke Pak Satpam, seraya menggosok-gosok batu cincinnya, ia mengeluhkan harga-harga yang naik dampak BBM. Ujung-ujungnya pak satpam mau minjam duit: 500rb. Anaknya mau ambil raport, biasanya ada sumbangan atau biaya-biaya tak terduga, alasannya. Saling pandang-pandangan kamipun saling lirik dan mengiyakan kalo tuh duit 200ribu kasih ke pak Satpam aja. Pak satpam gak mau begitu aja menerima kebaikan, ia bilang hutang kok, bukan minta. Sebagai wong kere, kami salut akan kekayaannya. Mentalnya bukan mental orang kere, dia mau minjam bukan minta katanya. Ya sudah kami juga bukan mau minjamin, kami mau ngasi amal....begitu kalo gak mau disebut 'Sedekah'. Takut pak satpam lebih tersinggung dibilang sedekah. Dengan sigap ia mencopot cincin dijari tangannya dan memberikan kepada saya. Ini beli cincin saya aja ya pak, silakan bapak mau pake atau bapak mau jual, tapi pesan saya jangan dikasi ke orang lagi. Dijual boleh, dipake boleh tapi jangan dikasih ke orang pesannya.
Duh berat amat pak satpam, cincin kayak gini saya gak tau nilainya. Sekilas bentuk cincin sangat sederhana, ya udah saya pake aja, kebetulan itu cincin pas banget dan manis dijari saya. Rapat disudahi bahwa saya mendapatkan cincin berbatu sungai dareh diikat dengan logam yang sangat menarik, ringan dan kokoh (punya pak satpam yang aseli dari minang).
Sudah seminggu saya pake cincin sungai dareh warna hijau kristal itu. Teman saya makin banyak karena semua orang sedang senang-senangnya membicarakan batu-batu akik. Sampai satu hari seorang teman menawar cincin tersebut dengan harga 2 juta, dia memaksa dan berani membayar sisanya 3 juta lagi kalo saya berkenan. Duit dua juta langsung ditangan , 3 juta lagi menyusul.
Duit dua juta ada ditangan, ........... Nemu 2000
Salam 2000,
r
TO BE CONTINUED
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H