Mohon tunggu...
Romeyn Perdana Putra
Romeyn Perdana Putra Mohon Tunggu... Dosen - Keterangan Profil

Peneliti PNS Dosen Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

7 Mitos Pendidikan Anak Nan-Menyesatkan

29 Desember 2014   21:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:13 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_387037" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (Kompas.com)"][/caption]

Mitos di dalam penulisan ini digunakan untuk memberikan penekanan pada "nasehat", "cerita orang tua" dan "Stereotype"-pelabelan dalam mendidik anak oleh orang dewasa (tidak hanya oleh orang tua, tapi juga oleh orang diluar lingkungan dan tempat tinggalnya). Jadi 7 mitos ini bisa jadi masih berlaku di masyarakat atau sudah punah. Kemudian, kata "menyesatkan" disini dapat dimaknai sebagai salah kaprah, keliru dan mendekati menjerumuskan.  Pemilihan 7 mitos menyesatkan ini berdasarkan kondisi saat ini, bisa jadi pada waktu lampau penggunaan mitos ini memang bermaksud baik, namun pada perkembangannya saat ini patut dikaji ulang.

#1 Menabung

Menabung sering diembel-embeli dengan: buat nanti kalau ada apa-apa..... Menabung dalam masyarakat di-identik-kan dengan hal-hal dimasa depan yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya darurat dan perlu dana segera. Seperti kalau kecelakaan, nanti kalau sakit dan lainnya yang bersifat negatif. Alih-alih menabung untuk investasi malah kejadian benar-benar untuk hal-hal darurat. Saat ini: menabung sebaiknya berkaitan dengan hal-hal investasi, konsumtif dan rekreasi.

#2 Label Rejeki

Pada beberapa pekerjaan dan profesi, telah dilabeli sebagai pekerjaan yang jauh dari pekerjaan orang kaya. Beberapa contoh dalam pelatihan dan pendidikan, saya pernah dimentahkan semangatnya oleh seorang widyaiswara, bahwa menjadi peneliti itu siap-siap pas-pasan dan tidak akan berlimpah rejekinya, ingin saya protes sang WI, karena mendahului tuhan dalam masalah rejeki. Profesi tertentu telah ditutup pintu rejekinya oleh masyarakat. Di beberapa jabatan profesi selalu di-label-kan tidak akan menjadi orang kaya. Pofesi pilot, akuntan, dokter dan insinyur telah lama mendapat label pekerjaan orang kaya. Sedangkan guru, dosen, peneliti misalnya selalu dilabelkan sebagai pekerjaan yang memiliki "rejeki" tapi belum tentu menjadi orang yang berlebih. Umar Bakrie sebagai legenda guru yang ke sekolah memakai sepeda, tas butut, kemeja buluk dan sepatu lusuh.

#3  Mengikuti karier orang tua

Pada beberapa dekade lalu, anak presiden akan menjadi presiden, anak PNS akan memiliki jatah menggantikan orangtuanya yang PNS, anak tukang cendol akan mewarisi gerobak bapaknya untuk jualan cendol. Tapi hal ini sudah  berubah menjadi pilihan karir yang lebih luas dan populer. Dulu anak-anak bila ditanya cita-citanya akan selalu menjawab profesi orang tuanya. Beberapa siswa sekolah malah bingung bila ditanya cita-cita, karena orang tuanya belum tentu bisa dijadikan panutan. Sekarang anak-anak akan menjawab beragam cita-cita: menjadi pemadam kebakaran, koki dan pemain bola sudah hal yang wajar dijadikan cita-cita.

#4 Menjadi Seniman, Musisi dan Olahragawan siap-siap pensiun "nelangsa"

Baik, sekarang menjadi olahragawan, seniman lukis, seniman pertunjukan dan sejenisnya akan menyongsong hari tua yang jauh dari "golden age". Sebagai orang tua, mitos menasehati anak dengan menjadikan pekerja seni dan olahragawan sebagai hobbi atau sampingan saja. Jangan dijadikan tumpuan masa depan. Hal ini memang mungkin baik, karena pendidikan menjamin seseorang untuk dapat meluaskan wawasannya. Namun perlu dikaji kembali apakah tidak sebaiknya filosofi kelapa sebagai mitosnya: "semakin tua semakin bersantan".

#5  Simbol-simbol baik dan buruk//hitam dan puith

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun