Bayangkan mendapatkan makan siang gratis bergizi dengan anggaran Rp10.000 per-orang nya. Menarik, bukan? Tetapi pertanyaannya, apakah itu mungkin? Dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan, kebijakan makan siang gratis yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi perhatian. Salah satu hal yang mencuri perhatian adalah penurunan biaya makan siang gratis dari Rp15.000 menjadi Rp10.000. Kebijakan ini tentu menjadi bukti efisiensi pengelolaan anggaran, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar: bagaimana memastikan kualitas makanan tetap terjaga?
Kebijakan ini tidak muncul begitu saja. Sebelum menjabat, Prabowo berkomitmen menciptakan pemerintahan yang lebih pro-rakyat. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan keinginannya untuk mengurangi beban hidup masyarakat berpenghasilan rendah. Salah satu wujud nyata dari komitmen ini adalah program makan siang bergizi gratis.
“Presiden telah memerintahkan uji coba selama satu tahun di beberapa kota sebelum memutuskan kebijakan ini,” ujar Hariqo Wibawa Satria, juru bicara kepresidenan. Dengan anggaran Rp10.000, pemerintah mengklaim bahwa kebutuhan gizi penerima manfaat tetap dapat terpenuhi.
Target utama dari program ini adalah masyarakat berpenghasilan rendah, seperti pekerja kasar, pelajar, dan mahasiswa, terutama yang tinggal di daerah perkotaan. Dengan makan siang gratis, kelompok ini dapat menghemat pengeluaran sehari-hari dan lebih fokus pada pendidikan atau pekerjaan mereka. Selain itu, program ini memberikan akses kepada makanan bergizi untuk sektor-sektor prioritas, seperti anak-anak sekolah dan tenaga kesehatan di daerah terpencil.
Bagi pelajar, misalnya, manfaat ini bisa sangat besar. Ketimbang membeli makanan mahal di kantin atau warung, mereka dapat mengandalkan program ini untuk mendapatkan asupan gizi yang lebih terjangkau. Hal ini diharapkan bisa membantu mengurangi tingkat kelaparan di kalangan pelajar yang berasal dari keluarga prasejahtera.
Namun, ada tantangan yang tak bisa diabaikan. Penurunan biaya makan siang menimbulkan kekhawatiran tentang kualitas makanan. Dalam banyak kasus, ketika anggaran ditekan terlalu rendah, kualitas bahan baku makanan bisa terganggu. Apakah Rp10.000 cukup untuk menyediakan makanan bergizi lengkap?
Sebagai perbandingan, di warung makan sederhana, uang Rp10.000 mungkin hanya cukup untuk mendapatkan nasi dengan satu jenis lauk dan sedikit sayur. Jika ini menjadi acuan, maka pemerintah harus sangat kreatif dalam menyusun menu agar memenuhi kebutuhan gizi penerima manfaat.
Hal ini menambah tantangan bagi program makan siang gratis untuk memastikan bahwa kualitas dan keberlanjutan tetap terjaga meskipun biaya ditekan rendah, adapun juru bicara kepresidenan menuturkan "Pemerintah sudah memastikan dengan anggaran Rp10.000 itu gizinya terpenuhi," ujar juru bicara kepresidenan, Hariqo Wibawa Satria, Sabtu (30/11/2024).