Berlatarkan tentang catur, The Queen's Gambit sebenarnya tiidak menceritakan secara spesifik tentang olahraga otak tersebut. Buktinya, saya yang tidak mengerti catur pun bisa sangat menikmati serial yang dirilis oleh Netflix pada 23 Oktober 2020 silam.Â
Dari Ke-7 episode nya justru memperlihatkan bagaimana Beth Harmon, seorang anak perempuan jenius berambut merah yang hidup di tahun 50an mencoba untuk survive namun sayangnya terperangkap akibat pola hidup yang salah.
Selama rentang waktu mulai Beth kecil, beranjak remaja dan diadopsi, sampai akhirnya menjadi pecatur dunia di tengah diskriminasi gender saat itu, tersirat bahwa Beth sebenarnya mencoba semua yang dapat diupayakan untuk bertahan hidup walaupun tidak menyadari bahwa sebagian yang dilakukannya adalah keliru.Â
Tapi Beth juga tidak bisa disalahkan karena nyatanya tidak ada yang memberitahu tentang mana yang benar atau salah. Â
Lalu, dimana peran orang dewasa saat itu? Dalam skenario yang diadaptasi dari novel bertajuk sama karya Walter Tevis tersebut diceritakan bahwa orang-orang di sekitar Beth sama kacaunya. Dan jadilah sosok Beth yang kuat, berani, namun tersesat.
Dengan brillian, Anna Taylor-Joy merepresentasikan sosok Beth yang ketergantungan obat penenang berbentuk pil hijau akibat pengaruh teman di asrama yatim piatu tempat dia tinggal setelah kecelakaan dengan indikasi bunuh diri merenggut nyawa ibunya.Â
Mulai dari sebutir, tiga butir, sampai segenggam obat penenang ditenggak Beth sebelum tidur agar dia bisa berhalusinasi, bermain berbagai trik di atas papan catur ilusi yang muncul di langit-langit kamar.Â
Puncak dari ketergantungan obat ini terindikasi pada saat Beth mulai merasa resah saat asrama tidak lagi memberikan pil hijau tersebut dan dia memutuskan untuk mencuri satu toples besar dari ruang penyimpanan, menjejalkan puluhan butir ke mulutnya dan jatuh pingsan 1 detik kemudian. Epic scene! Oh, Beth, lucky you're still alive!
Titik balik hidup Beth adalah saat dia memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi obat penenang dan minum minuman keras. Pengalaman pahit kalah melawan Borgov akibat kelalaian Beth tidak menjaga fisik dan kestabilan mentalnya menjadi pukulan besar saat dia bertanding di Paris.Â
Pasca peristiwa tersebut, si genius terpuruk namun berhasil bangkit memilih hidup secara lebih positif. Kemenangan brilianpun diraih olehnya saat melawan orang yang sama beberapa bulan kemudian di Rusia. Â
Jika dirunut, siapa yang sebenarnya punya peranan paling besar atas kerumitan hidup Beth? Apakah asrama yang memberikan masing-masing sebutir obat penenang kepada setiap siswanya setelah makan siang?Â
Teman asrama yang pertama kali memberitahu bahwa obat penenang paling 'oke' diminum sebelum tidur? Â Ibu kandungnya yang menanamkan afirmasi negatif lalu meminta Beth menutup mata sebelum kecelakaan maut terjadi? Atau justru Beth sendiri yang membiarkan dirinya memelihara kebiasaan buruk?
Tidak ada jawaban yang benar atau sepenuhnya salah. Setiap orang dalam lingkungan sekitar berkontribusi terhadap apa yang terjadi dan kualitas hidup seperti apa yang terbentuk.Â
Seharusnya, 'Good starting, good ending'. Setiap anak, terlebih yang memiliki talenta menonjol perlu lingkungan yang dapat mengakomodir keunikannya , membantu menyeimbangkan pasokan jiwa, mental, dan spiritual, Â karena sudah jelas dia bisa memenuhi hasratnya akan pengetahuan.Â
Untungnya kisah Beth berakhir damai, 'Bad starting but good ending'. Beth akhirnya menemukan bahwa dirinya dihargai, dicintai, dan menemukan kebahagiaan dari hal-hal sederhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H