Mohon tunggu...
Evelyn Gabriella Suliantoro
Evelyn Gabriella Suliantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang gadis penyuka matcha dan senja Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Implementasi Project-Based Learning Melalui Assessment New 7 Tools Sebagai Studi Kasus Dalam Dunia Pendidikan terhadap Permasalahan Natuna

29 Mei 2024   14:26 Diperbarui: 29 Mei 2024   14:34 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konflik di Laut Natuna (Fauzan et al., 2019)

Implementasi Project-Based Learning Melalui Assessment New 7 Tools Sebagai Studi Kasus Dalam Dunia Pendidikan terhadap Permasalahan Natuna

Pendahuluan

Indonesia dan Cina pada awalnya memiliki hubungan diplomatik yang erat, khususnya sebagai mitra dalam bidang ekonomi. Banyak barang asli Cina yang beredar di pasar Indonesia, salah satunya barang elektronik. Sayangnya, hubungan diplomatik yang dibangun puluhan tahun dengan segala pasang surutnya tersebut sedikit terusik oleh adanya sengketa di Laut Cina Selatan. Teori nine dash line yang menjadi dasar klaim Cina atas Natuna ternyata menyentuh batas-batas kedaulatan negara ASEAN, termasuk Indonesia. Klaim sepihak dari Cina yang langsung memasukkan perairan Natuna sebagai wilayah mereka hanya didasarkan berdasarkan perspektif historis semata. Padahal, menurut hukum laut internasional UNCLOS 1982, Natuna merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Hal serupa juga terjadi pada negara ASEAN yang lain seperti Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia yang memperebutkan kepemilikan atas Laut Cina Selatan disebabkan oleh besarnya kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan memiliki posisi strategis sebagai jalur perdagangan internasional (Novianto dkk., 2020). Penarikan dari garis nine dash line juga tidak berdasarkan hukum laut internasional dengan konsep yang masih berubah-ubah sehingga tidak dapat dijadikan landasan yang sah dan resmi dalam gugatan Cina. Selain itu, berdasarkan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) yang telah disepakati oleh ASEAN dan Cina tahun 2002, salah satu poinnya berisi penegasan komitmen pada hukum PBB, UNCLOS 1982, dan prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan antarnegara (Toruan, 2020).

Konflik di Laut Natuna dimulai dari peristiwa masuknya kapal asing dari Cina ke Indonesia. Dilansir dari BBC News Indonesia, pada periode 2019-2020, terlihat kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai memasuki wilayah Natuna tanpa izin. Meninjau permasalahan tersebut, Indonesia memprakarsai pembentukan COC atau Code of Conduct untuk mengantisipasi kemungkinan konflik di masa depan. COC sendiri sebagai tindak lanjut dari DOC yang lebih aplikatif dan konkret untuk membatasi perilaku suatu negara untuk tidak melakukan penyelewengan tindakan terhadap hukum internasional yang berlaku (Prayuda dan Angeli, 2020).

Dalam usaha pertahanan dan keamanan negara melalui sishankamrata dengan TNI dan polri sebagai kekuatan utama, sementara rakyat sebagai kekuatan pendukung. Kekuatan TNI pun juga perlu dibangun sebagai pertahanan di kepulauan Natuna seperti membangun pangkalan Sukhoi, menambah 1 batalion infantri, menyiapkan helikopter AH-64E Apache dan patroli skuadron jet untuk bersiaga di wilayah Natuna (Ruyat, 2017). Sementara itu, salah satu wujud nyata dari rakyat sebagai kekuatan pendukung sishankamrata adalah pengimplementasian inovasi berbasiskan IPTEK melalui kegiatan pengabdian, penelitian, pelatihan, dan lain sebagainya untuk memaksimalkan konservasi perlindungan terhadap laut Natuna. Bagi generasi muda, selain melalui media sosial, upaya lain yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keutuhan negara Indonesia termasuk mempertahankan pulau-pulau terluar dari sengketa internasional adalah melalui pendidikan untuk mengikutsertakan peran generasi muda dalam mengatasi permasalahan Natuna sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi pemangku kebijakan atas segala daya upaya yang telah dikerahkan selama ini dengan menggunakan dasar New 7 Tools.

Isi 

Sebagai salah satu negara pendiri ASEAN, Indonesia memiliki keterlibatan secara langsung dalam menyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan. Hal tersebut juga didukung dengan salah satu tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 alinea keempat yang berbunyi, “melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Tidak hanya untuk menyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan, tetapi juga mempertahankan kedaulatan wilayah perairan Indonesia. Perjuangan demokrasi melalui perjanjian demarkasi landas kontinen untuk menyelesaikan konflik Laut Timur di bagian Selatan pada 2003 silam rupanya menemui hambatan saat diterapkan pada kasus Natuna mengingat potensi kekayaan alamnya yang lebih besar sehingga klaim yuridiksi antarnegara menjadi lebih tegang (Yanto, 2023).

Natuna rupanya bukan pulau pertama Indonesia yang diperebutkan oleh negara lain. Menelusuri sejarah, Indonesia rupanya pernah kehilangan dua pulaunya yaitu Pulau Lipadan dan Sigitan tahun 2002 yang akhirnya diambil alih oleh Malaysia. Dilansir dari kompas.com, salah satu pertimbangan Mahkamah Internasional yang melandasi kegagalan Indonesia untuk mempertahankan dua pulau tersebut adalah inisiatif dari Malaysia untuk melakukan pemeliharaan dan penguasaan dengan membangun sanggraloka, menetapkan peraturan terkait, dan operasi mercusuar. Berkaca dari peristiwa tersebut, perlindungan, perawatan wilayah, dan penguatan arsip kepemilikan untuk pulau-pulau terluar Indonesia menjadi penting untuk dilakukan sesegera mungkin dan dievaluasi secara berkala, khususnya untuk kelengkapan berkas-berkas terkait. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh generasi muda yang kelak akan meneruskan semangat perjuangan untuk menjaga kedaulatan NKRI adalah melalui gerakan yang diusung mulai dari aspek pendidikan untuk menegaskan bahwa Natuna adalah milik Indonesia sampai selama-lamanya. Gerakan tersebut dapat berupa gerakan edukasi, sosialisasi, sekaligus gerakan pengabdian untuk merawat Natuna dan mengembangkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan sumber daya alamnya. Selain peran pendidikan yang mengedukasi, pendidikan juga dapat menjadi bahan evaluatif untuk menghadirkan solusi-solusi di masa depan berdasarkan analisis upaya yang telah dan akan dilakukan.

Dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan kewarganegaraan yang diajarkan mulai dari jenjang SD hingga kuliah, kasus Natuna tersebut dapat dijadikan bahan untuk penyelenggaraan Project Based Learning (PjBL) untuk meningkatkan keaktifan, inovasi, kreativitas, kemampuan critical thinking, kolaboratif, dan kemampuan lain yang dibutuhkan peserta didik di abad ke-21 ini. Saat ini, banyak platform internasional yang dapat digunakan sebagai wadah aspirasi, tidak hanya untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan kesadaran akan identitas nasional sebagai satu kesatuan yang utuh tetapi juga untuk meningkatkan dukungan dari negara lain terhadap upaya mempertahankan kedaulatan wilayah perairan Indonesia. Melalui model PjBL, siswa diharapkan tidak hanya menjadi pembaca sejarah, tetapi juga mengambil bagian menjadi agent of change melalui pemikiran dan inovasinya yang dapat dituangkan dalam banyak bentuk seperti tulisan, foto, video, maupun lisan yang disampaikan dalam forum-forum internasional. Selain itu, penting bagi generasi muda untuk melek terhadap hukum, tidak hanya hukum nasional tetapi juga hukum internasional.

Lingkup PjBL yang diterapkan dapat menggunakan New 7 Tools dalam implementasinya. Sebagaimana yang diketahui, New 7 Tools biasanya digunakan dalam pengendalian mutu dan dalam lingkup manajemen. Adapun beberapa alat pengolahan data yang dapat digunakan dalam assessment tersebut seperti affinity diagram, tree diagram, interrelationship diagram, matrix diagram, activity network diagram, matrix data analysis, dan process decision program chart (Aziza dan Setiaji, 2020). Pertama, affinity diagram. Alat tersebut biasa digunakan untuk mengorganisir ide, opini, masalah, dan solusi ke dalam kelompok-kelompok yang berkorelasi sehingga membutuhkan banyak pihak untuk berpartisipasi, mulai dari pemerintah, TNI AL, akademisi, dan lainnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, affinity diagram dapat diinisiasi melalui media sosial untuk mengumpulkan beragam tanggapan, opini, gagasan, dan solusi yang sudah disortir terlebih dahulu untuk berdasarkan reliabilitas dan relevansinya. Kemudian, melalui diskusi panel, dapat dikelompokkan tiap solusi/gagasan yang diberikan dalam bentuk kategori-kategori untuk lebih lanjut diproses menjadi fishbone diagram sehingga dapat diketahui celah/kekurangan dari upaya yang sudah dilakukan dan visi misi jangka panjang yang dapat diterapkan di masa depan. Contohnya dalam permasalahan Natuna, studi kasus dapat difokuskan pada poin-poin tertentu seperti kapal asing yang melakukan illegal fishing. Setelah ditentukan permasalahan spesifik yang akan dibahas, orang-orang yang terlibat akan memberikan ide-ide solutif yang akan dikelompokkan dalam kategori-kategori, misalnya kategori sumber daya manusia, kategori teknologi bidang kelautan, kategori hukum, dan lain sebagainya. Kedua, interrelationship diagram yang dapat menganalisis hubungan sebab-akibat sehingga dapat ditemukan main driver (pemicu utama) dan outcome utama yang mungkin dihasilkan. Contohnya, untuk klaim nine dash line dari Cina yang mengancam teritori ZEE laut Indonesia. Primary cause yang mungkin adalah keinginan Cina untuk menguasai sumber daya alam dan jalur perdagangan strategis yang menguntungkan bagi perkembangan ekonomi negaranya. Sedangkan, secondary and tertiary cause dapat disebabkan oleh persaingan antara Cina dan Amerika Serikat. Interrelationship diagram juga berpotensi memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang selanjutnya akan terjadi dalam sebuah pengambilan keputusan berdasarkan efek sebab-akibat tersebut. Ketiga, tree diagram. Alat ini dapat membantu memecahkan sebuah tugas kompleks ke dalam item/task yang dapat dikelola dan ditugaskan sehingga upaya yang direncanakan tidak menjadi sesuatu yang abstrak tetapi menjadi sebuah aksi nyata yang layak. Pertama, permasalahan/tujuan/project dapat ditulis pertama kali. Setelah itu, pertanyaan 5W+1H dapat dijadikan bahan brainstorming untuk memetakan strategi yang memadai. Sebagai contoh pertanyaan kasus, “Bagaimana code of conduct yang telah disepakati dapat menjaga Natuna dari sengketa internasional maupun potensi masuknya kapal asing di masa depan?”, “Apa tindakan yang harus dilakukan jika hal tersebut terjadi?”, dan lain sebagainya. Keempat, matrix diagram untuk membantu menganalisis hubungan antar variabel. Contohnya, mengenai upaya perlindungan pulau-pulau terluar Indonesia sejauh ini. Solusi apa saja yang berkorelasi kuat dengan keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan pulau-pulau terluarnya dan solusi apa yang berkorelasi lemah atau tidak memiliki korelasi dengan keberhasilan tersebut. Kelima, matrix data analysis. Alat tersebut dapat menjadi assessment kuantitatif untuk pengambilan keputusan berdasarkan skala prioritasnya dengan menentukan prioritization factor. Contoh kasusnya adalah dalam konservasi kekayaan biodiversitas, khususnya di perairan Natuna maupun perairan Indonesia yang termasuk dalam ZEE, dari oknum-oknum yang tidak bertanggung baik dalam negeri maupun luar negeri. Project-project sebagai upaya perlindungan kekayaan alam yang sebelumnya diusulkan oleh berbagai pihak diberikan faktor prioritas dalam bentuk persentase dengan kriteria yang ditentukan bersama seperti feasibility, possible long-term impact, waktu yang dibutuhkan untuk realisasinya, dan lain sebagainya sehingga dapat diurutkan skala prioritas dari project yang memiliki total skor tertinggi. Keenam, activity network diagram. Alat tersebut dapat digunakan ketika akan mengeksekusi sebuah proyek dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas proses yang dapat dilihat dari durasi dan proses-proses pendahulu yang dibutuhkan. Contohnya dalam penguatan pertahanan keamanan di Natuna, terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh sebelumnya seperti penguatan alat tempur dan persenjataan, pembuatan aturan yang tegas bagi yang melanggar, memperkuat keberadaan kapal patroli, dan lain sebagainya. Dari alur kegiatan tersebut, berpotensi dihasilkannya diskusi lebih lanjut mengenai pemilihan prosedur yang tepat sasaran, efektif, dan efisien di antara banyaknya kemungkinan prosedur. Ketujuh, process decision problem chart (PDPC) sebagai perencanaan skenario dan alternatif yang harus dilakukan apabila skenario yang dirancang sebelumnya menemui kegagalan. PDPC secara sistematis mencakup rencana tindakan, masalah potensial, dan upaya penanggulangan yang paling mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun