Mohon tunggu...
Evelyn Gabriella Suliantoro
Evelyn Gabriella Suliantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang gadis penyuka matcha dan senja Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Analisis Akumulasi Karbon Harian Dalam Sepiring Makanan

27 Juni 2023   19:56 Diperbarui: 27 Juni 2023   20:03 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: ©CHRISTIAN HORZ - STOCK.ADOBE.COM from Food Business News (www.foodbusinessnews.net) 

jejakkarbonku.id Dalam urusan keuangan, kalkulator adalah alat bantu hitung yang cukup dibutuhkan. Berapa pendapatan yang masuk, pengeluaran bulanan, persentase laba ataupun rugi, dan lain sebagainya. Lalu, apakah kalkulator yang sama dapat digunakan untuk memperkirakan akumulasi karbon harian yang kita hasilkan?

Sebelum hitung-hitungan masalah umur bumi, ada satu kawan yang harus aku perkenalkan kepada kalian. Dengan empat tangan dan menduduki nomor atom 6 dalam tabel periodik, karbon akan membantu hitungan kita dengan kalkulator karbon miliknya.

Karbon dapat lahir darimana saja dan terakumulasi di atmosfer. Kelahiran karbon berbanding lurus dengan peningkatan aktivitas manusia yang memanfaatkan energi dalam jumlah besar. Berdasarkan U.S.Environmental Protection Agency, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor transportasi menempati posisi teratas, disusul oleh tenaga listrik, industri, sektor komersial, dan agrikultur. 

Uniknya lagi, karbon dapat lahir dan berlipat ganda hanya dari sepiring makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Bahkan, dilansir dari BBC News Indonesia, 35% dari semua emisi gas rumah kaca disebabkan oleh produksi pangan global. Mari kita lihat berapa besar kontribusi isi piring harian kita dalam emisi karbon di udara.

Ketergantungan manusia terhadap produk olahan dari ruminansia atau mamalia herbivora merupakan salah satu contoh bagaimana jejak karbon dapat dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sabate et al. (2015), produksi 1 kilogram protein dari daging sapi membutuhkan lahan 18 kali lebih banyak, air dan pestisida masing-masing 10 kali lebih banyak, bahan bakar 9 kali lebih banyak, dan pupuk 12 kali lebih banyak apabila dibandingkan dengan produksi 1 kilogram protein dari kacang merah. 

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), konsumsi daging global mengalami peningkatan signifikan mencapai dua kali lipat sejak awal tahun 1960-an. Padahal, fermentasi enterik ruminansia menghasilkan emisi CO2 yang cukup banyak sekitar 41% dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor pertanian. 

Selain itu, alih fungsi hutan menjadi lahan penggembalaan maupun industri pengolahan daging turut berperan dalam pelepasan karbon sekitar 20%. Ditinjau dari segi konsumen, pola makan tinggi daging menghasilkan emisi karbon dua kali lebih tinggi daripada pola makan vegetarian. Maka dari itu, perubahan pola konsumsi dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan diperlukan untuk mengurangi total emisi karbon harian. 

Pengganti daging sebagai sumber protein dapat diperoleh dari mikroba seperti mikoprotein maupun dari tumbuhan seperti alga (Gonzalez et al., 2020). Dilansir dari BBC News Indonesia, produksi keju dan susu yang mayoritas dihasilkan dari hewan ruminansia juga berkontribusi terhadap jejak karbon sebanyak 10,8 kg CO2 per 100 g protein.

Untuk memenuhi kebutuhan protein harian sekitar 0,8 gram protein per kilogram berat badan, ada beberapa alternatif yang dapat menjadi pilihan. Alga dengan kemampuan penyerapan CO2 dalam proses fotosintesisnya memiliki kemampuan adaptasi yang baik dan laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat dikembangkan di rawa, air payau, kolam buatan, dan sungai dengan cara budidaya yang paling efektif. 

Kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam dan ikan memungkinkan alga dapat diolah menjadi produk pangan seperti mie dan es krim dari Spirulina. Strain mikroalga seperti Nannochloropsis memiliki sumber asam lemak omega tiga sekitar 39% yang baik untuk perkembangan janin dan mendukung fungsi otak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun