Mohon tunggu...
Eveline Yulianti Bayu
Eveline Yulianti Bayu Mohon Tunggu... Akuntan - Ibu rumah tangga yang tinggal di outback Australia, mencintai budaya dan traveling.

Always look at the bright side https://evelinegoesholiday.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ragam Cerita Kue Cucur

22 November 2017   08:28 Diperbarui: 22 November 2017   15:18 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Eveline Y. Bayu

Kue Cucur, siapa yang tidak kenal. Jajanan tradisional ini sudah tersebar di pulau Jawa, Madura, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Mengenai cerita dan asal usul kue cucur pun beragam. Keberadaan kue cucur juga terdapat di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Srilanka dan India. Di Malaysia dikenal dengan nama kuih cucur, tetapi di daerah Sabah lebih dikenal dengan nama pinjaram, di daerah Sarawak lebih dikenal dengan nama penyaram. Jenis kuih cucur di Malaysia ada beberapa, antara lain cucur badak, cucur berlauk, cucur gula merah dan cucur jawa. Di Brunei Darussalam dikenal dengan nama kuih pinyaram. Di Thailand dikenal dengan nama khanom fak bua (, baca k.nm fk ba) atau khanom chuchun (atau ). Di India dikenal dengan nama neyyappam. 

Di Indonesia sendiri, kue cucur awalnya dibawa oleh bangsa asing yang datang kala itu. Sayangnya tidak ada literatur yang menyebutkan berasal dari bangsa mana dan kapan. Karena bahannya yang mudah didapat (tepung beras) dan cara pembuatannya yang mudah yaitu digoreng, keberadaan kue cucur diterima oleh masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu jajanan tradisional, terutama untuk upacara adat. 

Adonan dan penggorengan kue cucur (Foto oleh Fenti T.)
Adonan dan penggorengan kue cucur (Foto oleh Fenti T.)
Di Betawi, konon disebut kue cucur karena cara membuatnya dengan meneteskan dalam jumlah banyak adonan tersebut di atas loyang. Bahasa Betawinya ngocor, tapi oleh para pendatang, pengucapannya dihaluskan menjadi ngucur,jadilah cucur. Kue cucur disajikan saat upacara tradisional seperti upacara potong rambut bayi dan acara pernikahan.

Di Jawa, kue cucur digunakan sebagai salah satu hantaran pengikat tali kasih (peningset pelengkap) dari pihak pria kepada pihak wanita, setelah lamarannya diterima oleh pihak wanita. Di Jogjakarta, kue cucur juga dijadikan sajian bagi tamu yang berkunjung ke rumah, selain sebagai sesajen saat acara slametan. 

Di Madura kue cucur disebut kocor. Kocor digunakan sebagai salah satu makanan hantaran dari pihak lelaki kepada pihak perempuan pada upacara pernikahan.

Di Sumatra Barat, setelah acara akad nikah, pihak perempuan wajib berkunjung ke rumah mertua atau disebut dengan upacara manjalang mintuo, Batandang, mahanta nasi, manyaok kandangatau mahanta nasi katunduakan, mahanta bubue. Pada upacara ini, pihak keluarga wanita wajib membawa kue yang berbentuk bulat seperti pinyaram (cucur). Ada pula tradisi maanta juadah, yaitu pihak wanita mengantarkan juadah kepada pihak pria. Adapun juadah terdiri dari enam macam kue yang salah satunya ialah  pinyaram.

Di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, para nelayan biasa mengadakan upacara ritual dan jamuan laut yang bertujuan untuk melindungi nelayan ketika menangkap ikan dan melindungi daerah tersebut dari wabah penyakit. Para nelayan menyiapkan persembahan berupa kue-kue yang melambangkan suku-suku yang ada di daerah tersebut. Salah satu kue yang dibuat persembahan ialah kue cucur. Kue cucur digunakan sebagai lambang suku Keling. Berdasarkan perlambang ini, diduga kue cucur dibawa oleh pedagang India yang datang ke pulau Sumatra. 

Di Sulawesi Utara terdapat cerita bahwa seorang gadis yang tidak dapat membuat kue cucur dengan baik, dia tidak diperkenankan untuk menikah. Di Gorontalo, kue cucur disajikan saat panen padi. Para petani menikmati kue cucur bersama-sama, bahkan terjadi barter yaitu kue cucur ditukar dengan beberapa ikat padi.

Suku Mandar di Sulawesi Barat memiliki perahu tradisional dengan bentuk haluan yang meruncing, layarnya meruncing dan bercadik, disebut perahu sadeq. Mulai dari proses pengumpulan bahan baku untuk perahu sadeq (proses penebangan), pembuatan perahu sadeq hingga peluncuran ke laut, selalu diiringi doa dan upacara. Dalam upacara ini disiapkan sesaji yang diletakkan di atas nampan. Salah satu sesajinya ialah kue cucur. Kue cucur dipercaya sebagai simbol harapan agar pekerjaannya berbuah manis. 

Di Sulawesi Tenggara, tepatnya desa Ara dan Tanah Beru, Kabupaten Bontobahari, juga memiliki tradisi yang mirip dengan Suku Mandar. Mereka juga melakukan ritual bagi perahu pinisi. Dimana upacara diawali dengan kaum ibu yang meletakan kue dumpi (cucur). 

Di Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Katingan terdapat acara hinting pali. Hinting pali ialah pemasangan rambu-rambu atau tanda larangan, biasanya tanda itu dipasang (berupa daun sawang dan rotan) oleh penyelenggara upacara ritual agama Hindu Kaharingan di depan pintu rumah atau tempat sekitar upacara Tiwah. Salah satu sesajen yang disiapkan untuk upacara hinting pali ialah kue cucur.

Di Kalimantan Tengah, tepatnya Sampit, terdapat tradisi Mandi Safar. Mandi Safar dilakukan dengan cara menceburkan diri ke Sungai Mentaya. Ini dilakukan agar terdapat saling menghargai, mengakrabkan dan menguatkan rasa persatuan antar masyarakat. Setelah mandi, masyarakat berkumpul dan berdoa. Lalu dilanjutkan dengan memperebutkan aneka makanan yang dibentuk seperti gunungan, terdiri dari empat puluh satu jenis kue tradisional, diantaranya kue cucur.

Jadi siapa sangka kue cucur yang bentuknya sederhana, tidak hanya memberikan rasa yang enak, tetapi juga menjadi pelengkap upacara adat di berbagai daerah.

Sumber :

Amirullah, Muhammad, Representasi Makna Simbolik dalam Ritual Perahu Tradisional Sandeq SukuMandar di Sulawesi Barat,Universitas Hasanudin, 2015.

Fardayanti, Yanti dan Nurman, Jurnal Humanus,  Eksistensi Tradisi Juadah Melestarikan Solidaritas dalam Upacara Perkawinan, Humanus Vol. XII, No. I , 2013.

Kamal, Fahmi, Perkawinan Adat Jawa dalam Kebudayaan Indonesia, Jurnal Khasanah Ilmu Vol. 5, No. 2, September 2014.

Kurniasari, Nendah, Christina Yuliaty, dan Nurlaili, Dimensi Religi dalam Pembuatan Pinisi, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 2012

Mariatie,Hinting Pali dalam Upacara Tiwah (Perspektif Hukum Hindu),Satya Dharma Vol III No. 1 Oktober 2015.

Sartini,Ritual Bahari di Indonesia antara Kearifan Lokal dan Aspek Konservasinya, Jurnal Jantra Vol VII, Hal 42-50, 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun