MENILIK KISAH CANDI BOROBUDUR DI MASA LALU
Oleh : Eveline Y. Bayu
[caption id="attachment_333454" align="alignnone" width="800" caption="Patung Budha di Candi Borobudur"][/caption]
Sunrise from the top of the Boroboedoer
temple is one of the most
beautiful sights imaginable..... (page 59)
….....
The ruins of Boro-Boedoer, the most remarkable and magnificent
monument Buddhism has ever erected in this country built in the
eighth or ninth century in purely Buddhistic style, are the most
remarkable of the many ancient relics that are to be found at Java....(page 70)
Tulisan diatas merupakan pujian atas keindahan candi Borobodur dari buku Java The Wonderland (Guide and Tourist Handbook) yang diterbitkan pada tahun 1900. Kala itu wisatawan yang mengunjungi Candi Borobudur menggunakan kereta dari Jogjakarta menuju Muntilan. Dari Stasiun Muntilan, perjalanan ditempuh selama 1,5 jam menggunakan kendaraan menuju Candi Borobudur. Sepanjang perjalanan tampak sawah dan perkebunan tembakau di kanan kiri jalan, serta sungai Progo. Sebelum sampai ke Borobudur, wisatawan dapat melihat candi Mendoet (Mundut). Jarak antara candi Mendoet dengan candi Borobudur sekitar 1,25 miles (sekitar 2 km). Itulah gambaran berwisata ke candi Borobudur kala itu.
Candi Borobudur dirancang oleh seorang arsitek yang berasal dari India yaitu Gunadharma dan dibangun pada masa pemerintahan Raja Smaratungga. Raja Smaratungga memerintah pada tahun 782 – 812M di masa dinasti Syailendra. Pada awal mula didirikan, candi Borobudur dicat berwarna putih dan berada di sebuah danau serta dikelilingi pegunungan. Pada tahun 1006 Gunung Merapi meletus dan menutupi seluruh Candi Borobudur.
Pada tahun 1814 Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles memerintahkan ilmuwan dari Belanda bernama H. Cornelius untuk meneliti candi Borobudur. Sebanyak dua ratus tenaga kasar dikerahkan untuk menggali teras candi Borobudur yang terkubur oleh tanaman liar dan material letusan Gunung Merapi. Mereka bekerja selama empat puluh lima hari. Selain itu, Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles juga memerintahkan untuk dilakukan pengukuran dan membuat gambar dari hasil penggaliannya. Sebanyak dua belas gambar dihasilkan oleh team dari Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles.
Setelah pemerintah Belanda menduduki Jawa, para arkeolog Belanda menaruh perhatian terhadap candi Borobudur. Mereka melakukan penggalian lebih lanjut dan menemukan bagian candi Borobudur yang lebih luas lagi. Para ilmuwan Belanda menghabiskan waktu bertahun tahun untuk meneliti candi Borobudur. Penelitian tersebut menghasilkan sekitar empat ratus gambar dan dipublikasikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1874.
Setelah candi Borobudur ditemukan oleh Raffles pada tahun 1814, candi Borobudur telah mampu menarik perhatian asing. Ini terbukti dengan buku Java The Garden of The East karangan Eliza Ruhamah yang diterbitkan pada tahun 1898. Buku ini menceritakan kekaguman Eliza terhadap candi Borobudur (Boro Boedor) yang dibangun tanpa menggunakan perekat apapun, tanpa semen, kolom ataupun pilar dan tampak sebagai suatu keajaiban. Selain itu, buku ini bercerita tentang relief dan patung yang terdapat di candi Borobudur.
Dr Groneman pendiri Archceologische Vereeniging le Djokjakarta (Archeological Society of Djokjakarta) juga tertarik dengan candi Borobudur secara kebetulan. Saat itu para pejabat dan kaum bangsawan mengambil patung dan relief untuk hiasan di taman atau rumah mereka. Selain itu para petani tanpa sadar juga merusak candi Borobudur dengan mengambil batu batu untuk hal hal sepele. Akhirnya mereka diminta untuk menghentikan kegiatan tersebut. Team Dr Groneman meneliti candi Borobudur dan menerbitkan buku berjudul De Tjandi Baraboedoer op Midden-Java pada tahun 1902.
Pada awal tahun 1900an sudah terdapat pasanggrahan (penginapan) di kaki candi Borobudur. Penginapan tersebut untuk menampung arkeolog, seniman dan turis yang ingin menikmati candi Borobudur. Pasanggrahan yang besar menyediakan beberapa kamar, bekal makanan untuk turis sesuai tarif yang ditentukan. Pasanggrahan umumnya dikelola oleh camat atau tentara dari Eropa yang telah pensiun. Selain menyediakan pasanggrahan, camat juga menyediakan kuda, sadel, guide dan kuli.
Candi Borobudur merupakan bukti kejayaan dan kehebatan nenek moyang bangsa Indonesia. Dimasa lalu, bangsa asing mau menggali, meneliti dan mempelajari candi Borobudur karena kemegahan dan keindahannya. Kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepatutnya menjaga dan melestarikan candi Borobudur sebagai warisan dari nenek moyang.
Only the ruins of Angkor Wat, in French Indo-China,can rival Boro Budur in grandeur. (Cabaron, 1914)
Sumber:
Scidemore, Eliza Ruhamah, Java The Garden Of The East, 1898
Vereeniging Toeristenverkeer, Batavia, Java The Wonderland (Guide and Tourist Handbook), Official Tourist Bureau, 1900
Cabaron, A, Java, Sumatra and the Other Island of The Dutch East Indies, Charles Scribner’s Son, New York, 1914.
Acara Mutiara Nusantara BBS TV pada tanggal 26 Oktober 2014 pukul 09.00.
Tulisan ini juga dimuat di blog saya https://evelineseva.wordpress.com/2014/11/04/menilik-kisah-candi-borobudur-di-masa-lalu/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H