Mohon tunggu...
Eve S
Eve S Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mengeksplorasi sejarah, arkeologi, dan budaya adalah sebuah petualangan melintasi dimensi ruang dan waktu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tahun Tanpa Musim Panas, Jejak Kuasa Gunung Tambora

29 Agustus 2020   00:07 Diperbarui: 28 Agustus 2020   23:58 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada hal yang membedakan tahun 1816 dengan tahun lainnya, yaitu musim panas. Tak seperti tahun lainnya, pada tahun 1816, hampir seluruh wilayah di bumi tak dapat merasakan musim panas dan matahari, salah satu penyebabnya adalah letusan Gunung Tambora yang sangat dahsyat.

Letusan dari gunung yang terletak di Bima, Nusa Tenggara Barat tersebut tercatat sebagai letusan gunung api terbesar selama 1500 tahun terakhir. Gunung Tambora telah kehilangan sekitar 1,578 meter tingginya, dari yang semula memiliki ketinggian 4,300 meter di atas permukaan laut, kini berkurang menjadi 2,722 meter di atas permukaan laut.

Meletusnya Gunung Tambora pada 10 April 1815 telah memberikan dampak yang begitu besar dalam sejarah peradaban dunia. Tercatat ada puluhan ribu korban jiwa yang tewas akibat terkena dampak langsung dari letusan, tsunami menerkam wilayah di sekitar Gunung Tambora seperti Maluku dan Jawa bagian timur, kelaparan dan wabah penyakit merajalela, terjadi kegagalan panen, dan kerugian lainnya.

Tak hanya itu, letusan tersebut juga menjadi salah satu penyebab kekalahan Napoleon Bonaparte dalam melawan Inggris di Belgia akibat bencana kelaparan yang melanda Eropa saat itu. 

Pada 5 April 1815, Gunung Tambora mulai mengeluarkan isi perutnya secara perlahan. Awalnya, suara letusan tersebut dianggap sebagai suara letusan meriam oleh Sir Thomas Raffles yang saat itu tengah menjabat sebagai Gubernur Jenderal sehingga ia memerintahkan pengiriman satu datasemen tentara dari Yogyakarta ke Bogor.

Erupsi terus terjadi hingga pada tanggal 10 April 1815, gunung tersebut memuntahkan seluruh isinya. Dampaknya, partikel-partikel besar yang dikeluarkan oleh letusan Gunung Tambora telah meruntuhkan rumah dan bangunan di sekitarnya, abu dari letusan tersebut juga menyebar dengan cepat ke atmosfer.

Abu tersebut tertahan di lapisan stratosfer selama beberapa waktu dan menutupi cahaya matahari sehingga keadaan langit pada saat itu menjadi gelap. Akibat dari tertutupnya cahaya matahari selama beberapa bulan pasca letusan, suhu di bumi berubah menjadi lebih dingin, bahkan suhu diperkirakan turun antara 1-2,5 derajat lebih rendah dari biasanya.

Perubahan iklim global tersebut disebabkan oleh pelepasan sulfur dioksida di atmosfer. Selain itu, tertutupnya cahaya matahari oleh abu juga menyebabkan terjadinya kegagalan panen di seluruh belahan bumi bagian utara. Kegagalan panen tersebut mengakibatkan terjadinya kemerosotan ekonomi dan kelaparan.

Bahan makanan menjadi "barang mewah" bagi sebagian orang saat itu, gandum yang merupakan makanan pokok bagi masyarakat Eropa pun mengalami kenaikan harga yang sangat drastis. Kuda sebagai sarana transportasi utama pada saat itu banyak yang mati karena kelaparan akibat krisis.

Tak hanya dikenal sebagai "Tahun Tanpa Musim Panas", tahun 1816 juga dikenal sebagai "Tahun Kemiskinan" oleh bangsa Eropa.

Musim panas yang seharusnya menjadi musim yang menyenangkan bagi sebagian orang pun berubah menjadi musim yang tak diinginkan. Hujan yang tak kunjung berhenti juga turut memperburuk keadaan, banjir telah menenggelamkan beberapa kota di Eropa. 

Letusan Gunung Tambora yang terjadi 192 tahun lalu telah mengubah dan mempengaruhi banyak hal. Dahsyatnya akibat dari letusan gunung api tersebut berhasil mengguncang dunia dalam berbagai bidang.

Meskipun peristiwa tersebut terjadi sekitar dua abad yang lalu, tetapi kita harus tetap waspada terhadap aktivitas dari Gunung Tambora, mengingat statusnya yang masih aktif hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun