Mohon tunggu...
Evelyn Sutedjo
Evelyn Sutedjo Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

Hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merawat Kerukunan di Era Media Sosial

22 Agustus 2016   22:11 Diperbarui: 22 Agustus 2016   22:23 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Era Media Sosial sekarang ini memang  ‘Dunia ada di tangan kita’.

Lihatlah hampir setiap orang yang kita temui mempunyai telepon genggam (handphone).

Dan sering kita jumpai di rumah makan orang selfie dulu sebelum menyantap makanannya. Mereka memfoto makanan tersebut dan mengirimkan atau ‘share’ ke teman di group mereka. Sehingga siapapun dan dimanapun orang di group itu berada akan menerima kiriman foto tersebut.

Ya, gambar maupun tulisan sekarang ini bisa langsung dilihat dan dibaca, tidak lagi terbatasi oleh jarak.

Siapapun bisa menikmati dan memanfaatkan Media Sosial yang sudah ada.

Tinggal pilih, ingin tergabung dalam Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Yahoo, Gmail atau lainnya. Bahkan seorang bisa saja tergabung dalam semuanya, hanya dengan ‘daftar’ atau ‘sign in’ saja.

Dunia ini setiap harinya penuh dengan berita. Berita baik maupun berita buruk. Dan hanya berbekal telepon genggam dan jaringan internet didalamnya, satu berita dalam hitungan detik sudah bisa dilihat siapapun juga di seluruh dunia. Istilahnya berita tersebut telah tersebar di Dunia Maya. Bahkan TV sering kali ketinggalan dalam pemberian informasi yang sama.

Di Era Media Sosial ini, Indonesia yang kaya dengan ragam agama, ragam suku, ragam budaya, juga diperhadapkan pada banyaknya berita baik dan berita buruk yang ada didalamnya.

Bila toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai berpedaan di-kedepan-kan, maka berita baik yang akan terbaca. Karena kesatuan keberagaman adalah suatu suguhan yang indah untuk seluruh umat manusia.  Tiap insan yang senang berselancar di Dunia Maya secara tidak langsung berperan aktif dalam terbentuknya ‘Kerukunan’ atau ‘Perpecahan’ antar Umat Beragama. Berita Baik atau Berita Buruk, Hal Positif atau Hal Negatif yang disampaikan. Mereka bisa menjadi  alat pemersatu ataupun pemecah dengan apa yang di  ‘unggah’ ke berbagai Media Sosial yang tersedia itu.

Alangkah baiknya kalau kita memperhatikan dan mengingatnya lagi yang berikut sekalipun kita telah mengetahuinya.

  • Satu hal yang tidak dapat manusia pilih adalah dia dilahirkan di Negara mana, Suku apa, jadi Anak siapa.  Tiap bayi yang lahir adalah laksana selembar kertas kosong. Lingkungan sekitarnya dan dengan siapa dia sehari-harinya yang akan membentuk dia. Hanya karena kehendak yang Maha Kuasa kita sekarang ini ada di mana, jadi tidak ada yang perlu dibanggakan atau disesali karena semuanya itu baik menurut-Nya. Karena semua manusia sama dimata-Nya.
  • Tentang beragama juga tentunya secara tidak langsung diajarkan dari kecil oleh orang tua anak tersebut. Kalau orang tuanya Muslim tentulah ajaran Muslim yang diberikan ke anaknya. Kalau orang tuanya Kristen tentulah ajaran Kristen juga yang diajarkan. Demikian juga dengan agama yang lain pastilah anak akan bersama orang tuanya dalam menjalankan ibadahnya. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan, karena dalam beribadah yang paling penting adalah niat dari hatinya.

Media Sosial sebenarnya sudah mewartakan ‘Bhineka Tunggal Ika’  tanpa disadarinya. Lihatlah pada tanggal 17 Agustus 2016 lalu, tatkala Tontowi dan Liliyana mempersembahkan medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Seluruh dunia menyaksikan bagaimana mereka begitu memenangkan pertandingan menyatakan syukur pada Tuhan. Cara mereka berbeda tetapi tujuannya sama. Bersyukur.

Dan sungguh menggembirakan, saya menemukan tiga tempat di Indonesia ini yang membangun 5 tempat ibadah berdampingan (tentu saja saya temukan dengan bantuan Google).  Bisa dikatakan ini satu bentuk ‘Toleransi Era Media Sosial’.

  •  ‘Puja Mandala’ yang ada di Nusa Dua Bali. Di tempat ini dibangun 5 tempat ibadah yang berdampingan yaitu  Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katholik Maria Bunda Segala Bangsa,Vihara Budha Guna, Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Doa,dan Pura Jagatnatha.
  • ‘Kawasan Mojosongo’ yang juga menjadi kantor Pemkab dari kota yang dikenal dengan slogan ‘Boyolali Tersenyum’, juga menjadi pusat dan sentral keagamaan masyarakat Boyolali dengan dibangunnya 5 tempat ibadah dari umat Islam, Kristen, Hindu, Katolik, dan Budha.
  • ‘Bukit Kasih’di desa Kanonang kabupaten Minahasa yang merupakan salah satu tempat pariwisata di provinsi Sulawesi Utara. Bukit Kasih ini merupakan bukit belerang yang masih alami. Ditempat ini perasaan kasih wisatawan akan digugah. Bukit kasih dibangun pada tahun 2002 sebagai pusat keagamaan dimana semua pemeluk agama bisa berkumpul dan beribadah di bukit tropis yang rimbun dan berkabut. Dinamakan bukit kasih karena tempat ini menimbulkan rasa keharmonisan antar umat beragama. Terdapat lima rumah ibadah di Bukit Kasih, yaitu gereja Katolik, gereja Kristen, kuil Buddha, Mesjid, dan candi Hindu.

Sahabat, di Era Media Sosial ini sangat penting bagi tiap orang untuk menyaring informasi yang diterima. Jangan asal ‘share’.  Apalagi kalau berita itu terbilang ‘sensitif’.

Mari dengan berbekal toleransi yang dipupuk dan dengan berkarya bersama bagi Bangsa,  kita satukan perbedaan jadi ‘Pelangi’ yang indah. 

Ingat peribahasa ‘Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh’.

Facebook | Twitter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun