Mohon tunggu...
Eva Yunita Kartika Sari
Eva Yunita Kartika Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Dampak Psikologi Anak yang Sering di Bentak Orang Tua?

6 Juni 2024   19:40 Diperbarui: 6 Juni 2024   19:45 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring bertambahnya usia anak dan seiring berkembangnya zaman, ada saja tingkah laku seorang anak yang l bisa menguji kesabaran. Terkadang, wajar bila satu atau dua tingkah bisa membuat emosi orang tua jadi terpancing, apalagi jika anak tidak bisa dinasihati dengan baik.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa memarahi, meneriaki, atau mungkin dengan membentak anak bukanlah solusi yang tepat. Bahkan, kalimat dari orang tua yang tidak disangka dapat menyakiti hati anak dan bisa berdampak buruk pada anak. Alih-alih memahami maksud nasihat ibunya, anak malah bisa mengalami trauma psikis yang dapat mengganggu perkembangan mental dan kecerdasannya.

Berikut ini adalah dampak buruk yang bisa terjadi pada anak bila anak sering dimarahi dan di bentak. 

1. Anak menjadi penakut dan tidak percaya diri

Saat anak melakukan kesalahan, bukan berarti orang tua berhak untuk memarahi dan membentaknya. Karena ketika orangtua marah. anak mungkin akan diam. Namun, ia diam karena merasa takut dan terancam. Hal tersebut bisa menyebabkan anak menjadi pribadi yang penakut. Selain itu, terlalu sering dimarahi juga bisa menurunkan rasa percaya diri anak, lantaran apa yang ia lakukan selalu salah di mata orang tua. 

2. Perkembangan otak anak terganggu

Orang tua mungkin berpikir bahwa memarahi maupun membentak saja tidak akan berefek secara fisik seperti memukul. Namun, terkadang orang tua tidak tahu menahu bahwa otak anak yang sering dimarahi bisa mengalami hambatan perkembangan hingga ukurannya menjadi lebih kecil dibanding rata-rata. Jadi, ketika terlalu sering memarahi anak benar-benar bisa berdampak secara fisik. Otak anak cenderung lebih mudah memproses informasi dan peristiwa yang negatif dibandingkan yang positif. Dengan kata lain, bagian otak ini menjadi “tumpul” karena lebih sering mencerna informasi yang tidak memicu perkembangan.

3. Anak mengalami depresi dan gangguan mental

Memarahi anak mungkin bisa membuat orang tua merasa didengar atau dihargai. Namun, sebenarnya dengan dimarahi, anak melakukan apa yang diperintahkan kepadanya atas dasar rasa takut, bukan karena menghargai. Ini bisa dikatakan tergolong seperti perilaku bully. Selain rasa takut, anak juga bisa merasa tidak berharga, sedih, kecewa, dan terluka hatinya. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap kesehatan mentalnya. Lama-kelamaan, anak yang sering dimarahi bisa mengalami depresi. Di kemudian hari, anak bisa saja mencari pelampiasan untuk menuangkan luapan emosi negatifnya dengan merusak dirinya sendiri, misalnya menggunakan obat-obatan terlarang.

4. Menjadi sosok pemarah 

Ditempa dengan amarah secara terus-menerus bisa menyebabkan anak memiliki masalah mental dan perilaku di kemudian hari, misalnya anak bisa menjadi sosok yang lebih agresif. Selain itu, anak juga berpikir bahwa marah atau memaki adalah respons yang normal saat menghadapi masalah. Jadi, anak akan meniru hal tersebut baik pada teman, guru, atau orang di sekitarnya. Bahkan, anak bisa jadi gemar berkelahi atau sering memukul bila sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun