Di zaman sekarang, siapa yang tidak mengenalt atau mengerti dengan penggunaan media sosial atau yang sering disingkat sosmed/medsos. Beragam jenis media sosial yang kita tahu bukan? Sebut saja seperi instagram, facebook, twitter, dan lain sebagainya. Aplikasi media sosial semacam ini bukanlah suatu hal yang baru, dari anak anak kecil sampai orangtua pun tidak ketinggalan 'berselancar' di media sosial.Â
Betapa tidak, banyak sekali yang bisa didapatkan melalui media sosial, seperti mulai dari berita terhangat akhir-akhir ini, bisa tahu apa aktivitas yang sedang dikerjakan teman, bahkan sampai berita hoax pun banyak yang bermula dari sosial media.Â
Berbicara mengenai berita hoax, seringkali kita dengan sadar maupun tidak sadar, menyebarluaskan kembali berita yang bahkan kita sendiri belum tahu kebenarannya. Kekuatan sosial media ini sedikit banyak telah mengubah kehidupan kita, baik dalam bersosial maupun dalam pola dan gaya hidup.
Dampak akibat kecanduan sosmed ini sering kita temui di kehidupan sehari-hari. Misalnya saja dimulai dari pagi hari setelah bangun tidur, aktivitas yang biasanya pertama kali kita lakukan adalah melihat handphone dan mengecek sosial media kita dan mulai terbiasa melakukannya setiap hari, dengan adanya kebiasaan ini biasanya kita cenderung melupakan apa kegiatan prioritas yang seharusnya kita lakukan.Â
Contoh lain yang juga dirasakan khususnya di kalangan remaja yaitu bisa mengganggu proses belajar mereka, seperti contohnya ketika mereka sedang dalam pembelajaran, notifikasi dari media sosial yang masuk ke handphone mereka seringkali membuat mereka tidak fokus dan yang kerapkali terjadi adalah mereka belajar sambil bermain handphone yang kadang dalam obrolan mereka pun bukan membicarakan soal pelajaran.Â
Jika kita amati lebih dalam, secara sadar maupun tidak, media sosial ini mempunyai dampak terhadap kesehatan mental kita. Mengapa demikian? Contohnya saja, misalnya ketika orang lain membuat postingan di media sosial mereka, hanya ada dua reaksi yang umumnya timbul, jika bukan reaksi positif maka negatif.Â
Ketika kita melihat postingan teman kita di media sosial, di satu sisi kita bisa mengetahui apa aktivitas yang mereka lakukan dan bagaimana kabar mereka, namun di sisi lain hal ini bisa menjadi seperti bumerang bagi diri kita sendiri. Melihat postingan yang estetis yang kemudian disukai oleh banyak orang, membuat mindset atau framing dalam diri kita bagaimana caranya agar kita bisa menjadi seperti mereka.Â
Banyaknya 'like'pada postingannya tersebut membuat kita berlomba-lomba untuk merancang sedemikian rupa sehingga bagaimana kita bisa menampilkan sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan orang untuk melihat kita.Â
Karena pada dasarnya manusia selain 'berinteraksi', juga memerlukan 'eksistensi'. Namun terkadang kita juga tidak aware dan sadar, bahwa ketika kita memposting sesuatu, dapat menimbulkan reaksi dari yang melihat postingan tersebut. Terkadang komentar yang ditulis di posingan kita itu tidak selalu menyenangkan hati kita, namun juga kadang bisa menyakiti hati kita, dan hal inilah yang cukup tidak siap diterima oleh banyak orang.Â
Hal inilah yang membuat kita sering merasa insecure dengan diri kita sendiri. Mungkin memang awalnya kita merasa senang-senang saja bisa menghabiskan waktu di media sosial dan menemukan hal-hal yang menarik kita, namun lama-kelamaan kecanduan yang tidak bisa kita kontrol ini menjadi sesuatu yang lambat laun dapat mengacaukan kestabilan emosi dan mempengaruhi pola pikir kita ke arah yang tidak sehat.Â
Hal semacam ini penting untuk kita ubah sedikit demi sedikit jika kita ingin merasakan kehidupan yang lebih sehat. Berdasarkan pengalaman penulis yang juga mengalaminya, bahwa memang harus ada kesadaran dalam diri kita khususnya anak-anak muda bahwa media sosial memiliki konsekuensi terhadap kesehatan mental kita.
Kita akan sulit mengetahui dampak media sosial sampai kita keluar dari media sosial itu sendiri. Ketika keluar dari media sosial kita akan sadar bahwa kualitas bersosialisasi kita bisa menjadi lebih kuat dan memiliki value.Â
Jika kita ingin bertemu dengan teman, maka yang kita lakukan langsung menelepon atau menemuinya, tidak hanya sekedar mengobrol, namun banyak yang bisa kita ketahui seperti bagaimana kondisinya, bagaimana kecenderungan emosinya pada saat itu, dan itu benar-benar bisa membentuk bagaimana kita berelasi dan menyikapi orang lain secara langsung. Dengan berpuasa media sosial, selain kualitas pertemanan kita yang semakin baik, banyak kegiatan yang lebih bermanfaat yang bisa kita lakukan.
Dengan kekosongan  itu, kita cenderung mencari kegiatan-kegiatan lain untuk mengisi waktu luang kita, seperti melakukan hobi, berlatih mengembangkan bakat kita, dan banyak hal positif lainnya. Dan kembali ke poin kesehatan mental, maka yang utama dapat kita rasakan adalah kita lebih bisa menjadi dan menerima diri sendiri, serta rasa tidak secure karena hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kita cemaskan itu bisa kita atasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H