Mohon tunggu...
Eva S
Eva S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Bias Kognitif dan Dampaknya terhadap Keputusan Investasi di Pasar Modal Indonesia

4 Desember 2024   21:16 Diperbarui: 4 Desember 2024   21:46 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa penelitian mengulas pengaruh bias kognitif seperti availability bias, disonansi kognitif, dan perilaku rasional dalam pengambilan keputusan investasi pada sektor FMCG di pasar modal. Hasilnya menunjukkan bahwa availability bias---kecenderungan investor untuk terlalu bergantung pada informasi terbaru atau mudah diakses---dapat memengaruhi keputusan investasi, meskipun peran bias mental accounting sebagai mediator terbukti lemah.

Dalam konteks Indonesia, fenomena serupa terlihat jelas dalam perilaku investor ritel. Kasus pandemi COVID-19 menjadi contoh konkret bagaimana informasi yang berlebihan dapat memengaruhi keputusan investasi. Misalnya, ketika saham sektor kesehatan melonjak akibat permintaan vaksin dan alat kesehatan, banyak investor ritel terbawa arus untuk membeli saham-saham ini tanpa melakukan analisis fundamental yang memadai. Sebaliknya, sektor lain yang berpotensi tumbuh dalam jangka panjang, seperti teknologi, sering kali diabaikan.

Bias ini mencerminkan pola pikir yang didorong oleh media dan opini publik. Investor kerap mengandalkan berita yang viral atau rekomendasi tokoh terkenal di pasar saham. Akibatnya, mereka lebih sering mengejar saham yang sedang naik (hot stocks), yang justru meningkatkan volatilitas pasar. Contoh nyata lainnya adalah ledakan saham GOTO di tahun 2022, yang awalnya menarik banyak investor ritel namun kemudian mengalami penurunan tajam akibat penilaian yang tidak realistis.

Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa keputusan investasi yang didasarkan pada informasi terkini saja bisa berujung pada risiko tinggi. Availability bias mengarahkan investor untuk lebih percaya pada tren pasar sementara dibandingkan analisis mendalam. Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya literasi keuangan, sehingga banyak yang tidak memiliki kemampuan untuk membedakan antara informasi yang relevan dan sekadar kebisingan pasar.

Kebiasaan ini sejalan dengan temuan penelitian bahwa investor sering kali mengalami disonansi kognitif saat menghadapi informasi yang bertentangan dengan keyakinan awal mereka. Sebagai contoh, ketika saham yang dibeli berdasarkan rekomendasi populer justru mengalami penurunan, investor sering kali enggan menjual karena merasa keputusannya harus dibenarkan. Akibatnya, mereka malah mengalami kerugian yang lebih besar.

Menemukan Solusi melalui Literasi Keuangan dan Pendekatan Rasional

Untuk mengurangi dampak availability bias, diperlukan strategi edukasi keuangan yang lebih luas. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah mempromosikan analisis fundamental dan teknikal kepada investor ritel. Di Indonesia, program-program seperti Sekolah Pasar Modal yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) telah membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya memahami laporan keuangan dan prospek jangka panjang perusahaan sebelum berinvestasi.

Selain itu, regulasi juga perlu memainkan peran penting. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI harus memastikan bahwa investor mendapatkan informasi yang akurat dan transparan, bukan sekadar promosi dari pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan. Misalnya, penguatan regulasi untuk pengungkapan risiko oleh perusahaan dapat membantu investor membuat keputusan yang lebih rasional.

Dalam kaitannya dengan bias mental accounting, investor sering kali membagi investasi mereka ke dalam "kantong" yang berbeda tanpa memperhatikan keseluruhan portofolio. Ini sering kali mengakibatkan pengambilan keputusan yang tidak optimal. Pendekatan yang lebih terstruktur dalam manajemen keuangan pribadi, seperti penggunaan aplikasi investasi yang menyatukan semua data portofolio, dapat membantu investor memahami posisi keuangan mereka secara holistik.

Dampak positif dari penerapan pendekatan ini terlihat di beberapa negara maju. Di Amerika Serikat, misalnya, kampanye literasi keuangan yang menekankan pentingnya alokasi aset berdasarkan profil risiko telah berhasil mengurangi volatilitas investasi ritel. Di Indonesia, adopsi pendekatan serupa dapat membantu meningkatkan stabilitas pasar modal dan memberdayakan investor untuk menjadi lebih rasional dalam pengambilan keputusan.

Kesimpulan:

Bagi masyarakat umum, pembelajaran yang dapat diambil adalah bahwa investasi bukanlah sekadar mengikuti tren pasar, tetapi membutuhkan pemahaman yang mendalam akan risiko dan potensi. Dengan memanfaatkan literasi keuangan, regulasi yang baik, dan teknologi, investor Indonesia dapat menjadi lebih tangguh dan rasional dalam menghadapi dinamika pasar yang penuh ketidakpastian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun