Namanya Raiyan Moh. Qasim. Saya memanggilnya Mama. Darinya saya belajar betapa pentingnya berbagi dan membenamkan diri dalam kerja-kerja sosial.
Mama menikmati setiap waktu dalam hidupnya dengan penuh kesederhanaan. Kakak dari ibuku ini tidak bekerja tetap untuk mencari nafkah selayaknya orang lain. Meski begitu, isi dapur dan dompetnya tak pernah kosong. Rezeki seakan berebut untuk mendatanginya.
Kami kerap menyebutnya "janda kaya" sebab rumahnya-rumah nenek kami yang ditinggalinya memiliki lemari khusus untuk menyetok sembako. Jika baru pertama kali melihatnya orang akan berpikir ia membuka kios kecil-kecilan di dalam rumah. Bedanya kios yang ini isinya tidak dijual melainkan dibagi-bagikan gratis ke tetangga, keluarga, dan anak-anak . Saya paling sering datang meminta telur, mi instan, atau sampo.
Mama mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengajar mengaji dan mengurusi program PKK di desa kami. Dari Mama saya menjadi hafal Mars PKK.
Mama mengajar mengaji dengan cara yang unik. Syaratnya satu. Harus bersuara lantang sebab Mama tidak selalu ada di depan muridnya. Kadang dia mengajar sambil memasak, mencuci pakaian, menjahit, dan mengerjakan hal-hal lain. Hebatnya, ia akan tahu jika muridnya salah. Jika ada bacaan yang keliru, Mama akan segera menegur. "Eh... Eh... Eh... Baca ulang. Perhatikan baik-baik." Belakangan saya tau kalau Mama menghafal sebagian besar isi Al-Qur'an. Â Masyaallah.
Mama jengkel kalau anak-anak malas belajar mengaji. Jika muridnya tidak datang tiga hari berturut-turut, ia menulis surat untuk orang tua murid itu yang isinya menanyakan penyebab si anak alpa ditambah dengan nasehat pentingnya belajar mengaji. Jika suratnya tidak mendapat jawaban, Mama akan menyempatkan berkunjung untuk bertanya langsung ke rumah muridnya.
Mama tidak mematok bayaran untuk jasanya. Ia menerima apa saja yang diberikan sebagai ucapan terima kasih. Paling sering para orang tua itu membawa gula dan teh. Mama suka minum teh dengan banyak gula. Sehari bisa tiga kali. Gelasnya tinggi. Hal inilah yang membuat Mama menderita penyakit diabetes. Semoga sakit itu menjadi penggugur dosa-dosanya.
Selain mengajar mengaji, mama juga aktif mengurusi program PKK dan aneka kegiatan lain di desa. Setiap tanggal 12 rumahnya dijadikan Posyandu. Terkadang para orang tua bayi meminta saran nama-nama yang islami untuk buah hatinya. Biasanya Mama menulis tiga nama di secarik kertas lalu orang tua anak itu memilih salah satunya.
Ada sebuah kisah lucu. Sebagai kader Posyandu, Mama dipercayakan untuk mendistribusikan pil KB. Ia sering mendongkol ketika para suami istri datang mengambil pil KB di atas jam sepuluh malam. Ocehannya kerap memancing tawa. "Tidak ada lagi gunanya kamu minum pil KB kalo so jam begini."Â
Tidak hanya kader Posyandu. Mama juga dipercayakan sebagai pengelola program Raskin. Seperti halnya ketika murid mengaji tidak datang, ia cerewet jika penerima Raskin lambat mengambil berasnya. Katanya, itu rezeki yang harus segera disambut. Kita memang tak boleh menunda mengambil rezeki halal yang sudah disipakan oleh Allah melalui negara. Itu namanya kurang bersyukur.
Hari ini saya mengunjungi pusara Mama. Saya berterima kasih untuk banyak hal. Pun meminta maaf untuk banyak kejadian. Semoga doa saya sampai padanya.Â
Idulfitri kali ini bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Mama adalah salah satu orang yang sangat berkontribusi dalam pendidikan agama khususnya membaca dan menulis huruf hijaiyah bagi saya dan murid-muridnya yang lain. Semoga ini menjadi pahala jariyah baginya.Â
Cerita tentang Mama tak akan pernah selesai untuk saya tuliskan. Darinya saya belajar langsung tentang etos kerja, tanggung jawab, rasa syukur, dan indahnya berbagi. Segala kebaikannya saya simpan sebagai teladan kehidupan. Banyak hal darinya saya jadikan rumus dalam menghadapi aneka keruwetan hidup.Â
Selamat Idulfitri, Mama Raiyan Moh. Qasim.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H